Ada seorang teman pemikir yang mengingatkan penulis, "Sebenarnya semua urusan hidup itu terbangun dan terjadi karena narasi. Gagal dan berhasilnya karena narasi," katanya.
Belum berpikir dan ingin merespon ucapannya seketika penulis langsung setuju. Dia yang kemudian menjelaskan kesana-kemari langsung penulis aminkan saja. Sudah jelas bagi penulis, kedahsyatan narasi.
Mengapa penulis seketika setuju? Kalau dibedah dan dikulik pasti panjang, lama dan dalam penjelasannya. Akan menyeret banyak teori komunikasi dan pesan yang muncul. Akan terjadi perang opini yang sesungguhnya mengandalkan narasi.
"Bagaimana penulis tidak setuju, sedangkan agama saja eksis karena mengandalkan kekuatan narasi. Narasi yang ada dalam kitab suci, yakni firman Tuhan, dan narasi dari ucapan para rosul, nabi dan walinya," gumam penulis dalam hati.
Bayangkan kalau agama tak dinarasikan. Cuma menyuruh dan mengandalkan contoh ritual gerak dan tindakan saja. Pasti agama tak menarik dan punya pengikut. Keghaiban Tuhan, iblis, malaikat, surga dan neraka perlu dinarasikan.
Narasi yang baik dan kuat mampu membuat orang bergerak, marah, bahagia, tenang, diam dan pasrah. Narasi yang buruk adalah yang tak memberikan efek sama sekali. Langsung lenyap dan senyap ditiup angin lalu.
Dengan narasi hati yang keras bisa melunak. Perang yang berdarah dan penuh kematian bisa berhenti. Begitupun sebaliknya. Narasi bisa menjatuhkan dan meruntuhkan. Bisa membangun dan merusak. Sungguh narasi itu teramat sakti.
Narasi tentang narasi banyak kita temui di buku dan jagat maya. Dari para pemikir dan begawan ilmu. Ada yang panjang dan dalam, banyak pula yang pendek dan sederhana saja. Semuanya satu tujuan. Ingin berpesan, betapa narasi itu dibutuhkan dalam hidup ini.
Namun di atas semua itu. Di atas semua narasi yang muncul dari otak dan mulut manusia sejak Nabi Adam, lisan maupun tulisan, patutlah kita berpegang pada pesan holyman, Rosulullah Muhammad SAW.
"Tidak sedikit manusia yang tergelincir kedalam neraka karena lisannya" (HR. Tirmidzi)
Jika pembaca mengimani adanya neraka, semoga sepakat. Kalau tak sepakat, silakan narasikan ketidaksepakatan Anda. Lisan maupun tulisan. Termasuk tentang neraka dimaksud. Hingga terjadi, siapa mengikuti narasi siapa.***