Kolaborasi Multi-Level dalam Program Kartu Indonesia Sehat (KIS): Integrasi Pelayanan Kesehatan untuk Semua Lapisan Masyarakat
Di tengah kondisi sosial ekonomi Indonesia yang begitu beragam, akses terhadap layanan kesehatan masih menjadi tantangan serius. Banyak masyarakat yang harus memilih antara kebutuhan pokok dan biaya berobat. Untuk menjawab persoalan tersebut, pemerintah menghadirkan Program Kartu Indonesia Sehat (KIS), sebuah langkah besar menuju pemerataan akses kesehatan bagi seluruh warga tanpa terkecuali (Maulidiyah, 2025).
Namun, di balik selembar kartu berwarna biru itu, terdapat sistem kolaboratif yang kompleks. Program KIS tidak berdiri sendiri, melainkan menjadi hasil kerja bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BPJS Kesehatan, fasilitas layanan kesehatan, hingga masyarakat sebagai pengguna. Kolaborasi lintas level ini menjadi kunci keberhasilan program dalam menghadirkan layanan yang tidak hanya mudah diakses, tetapi juga berkualitas dan berkeadilan.
Dari Kebijakan ke Aksi Nyata
KIS pertama kali diluncurkan pada tahun 2014 sebagai bagian dari agenda besar Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Melalui program ini, pemerintah berupaya memastikan setiap warga negara, terutama kelompok miskin dan rentan, memperoleh hak dasar atas layanan kesehatan tanpa biaya. KIS juga menjadi bukti bahwa kesehatan di Indonesia mulai bergeser dari "barang mewah" menjadi hak universal.
Namun, implementasi program sebesar ini tidak bisa dilakukan oleh satu lembaga saja. Pemerintah pusat memang memegang peran dalam penetapan kebijakan, tetapi pelaksanaannya membutuhkan dukungan dari berbagai level pemerintahan. Di sinilah pentingnya sinergi antara Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, Kementerian Sosial, pemerintah daerah, serta fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas (Veronisa, 2023).
Menurut dr. Lestari Mulyani, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta, pelayanan kesehatan adalah gabungan antara kebijakan dan manajemen sosial. Ia menegaskan bahwa KIS akan berjalan baik bila seluruh pihak memiliki pemahaman yang sama, yakni bahwa kesehatan merupakan hak dasar, bukan privilese.
Kolaborasi Pusat dan Daerah: Kunci Efektivitas Layanan
Kolaborasi antara pusat dan daerah menjadi pilar utama keberhasilan program KIS. Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan dan BPJS bertugas mengatur sistem, anggaran, serta jaminan administrasi kepesertaan. Sementara pemerintah daerah berperan dalam validasi data peserta, memperkuat fasilitas kesehatan, dan memastikan pelayanan sampai ke tingkat desa.
Beberapa daerah bahkan telah melakukan inovasi agar KIS lebih efektif. Provinsi Jawa Tengah misalnya, melalui program "Jateng Sehat", berhasil menurunkan angka masyarakat tidak terdaftar BPJS hingga 3% dalam dua tahun terakhir. Pemerintah daerah bekerja sama dengan BPJS dan perangkat desa untuk memperbaiki data penerima bantuan, mengurangi duplikasi, serta memastikan masyarakat miskin baru dapat terdaftar dengan cepat (Azeri, 2023). Hal serupa terjadi di Sulawesi Selatan, di mana Dinas Kesehatan menggandeng kepala desa dalam validasi data dan sosialisasi hak peserta. Melalui pendekatan ini, masyarakat di wilayah terpencil yang sebelumnya sulit dijangkau kini mulai terlayani dengan baik.
Pakar kebijakan publik Universitas Indonesia, Prof. Neni Handayani, menyebut model kolaborasi multi-level ini sebagai contoh ideal dalam tata kelola kebijakan publik. Menurutnya, pemerintah pusat tidak mungkin bekerja efektif tanpa dukungan struktural di tingkat lokal. Keberhasilan KIS, kata dia, bergantung pada komunikasi dan koordinasi lintas sektor yang konsisten dan berkelanjutan.
Integrasi Data dan Teknologi: Tantangan dan Peluang
Meski telah berjalan hampir satu dekade, tantangan terbesar KIS saat ini adalah integrasi data. Masih banyak kasus di mana masyarakat miskin tidak tercatat, atau justru mereka yang mampu tetap menerima manfaat. Hal ini sering kali terjadi akibat kurang sinkronnya data antara BPJS, Kementerian Sosial, dan pemerintah daerah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah tengah mengembangkan sistem Satu Data Kesehatan Nasional. Sistem ini mengintegrasikan informasi dari berbagai sumber, termasuk data kependudukan, status sosial ekonomi, hingga riwayat kesehatan peserta. Dengan cara ini, proses verifikasi menjadi lebih cepat, akurat, dan transparan.