Mohon tunggu...
yusril iza
yusril iza Mohon Tunggu... Lainnya - Volunteer

Belajar dari hal yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Subjek Hukum Chat GPT: Dapatkah Chat GPT Dituntut?

12 Februari 2024   09:19 Diperbarui: 12 Februari 2024   09:30 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkembangan teknologi telah mempengerahui sebuah hukum yang lebih dinamis. Hukum lebih dinamis atau fleksibel akan lebih mengakomodir terhadap perkembangan teknologi saat ini. 

Pada dasarnya teknologi membutuhkan sebuah regulasi yang fungsinya sebagai perlindungan dan keamanan. Ada juga sebagai legitimasi dari operasional teknologi yang akan berjalan di suatu negara. Akan repot jadinya, ketika teknologi itu tidak diakomodir oleh sebuah regulasi, karena seketika terjadi permasalahan, maka secara kerugian tidak dapat dituntut kepada negara atau individu.

Teknologi sangat erat dengan kehidupan manusia, hal ini dapat dibuktikan dengan aktivitas manusia yang kesehariannya telah didominasi oleh teknologi. Seperti misalnya ojek, pesan makananan, pembayaran, dll yang memang itu semua menggunakan teknologi. Di tengah perkembangan saat ini, teknologi telah modernisasi kearah yang lebih humanity. Teknologi dibuat untuk menunjang jalannya kehidupan manusia, sehingga manusia lebih terbantukan.

Sala satu wujud dari teknologi itu, ada yang dikenal dengan Kecerdasan buatan (artificial intelligence). Kecerdasan buatan tidak selalu berbentuk robot, Kecerdasan buatan bisa juga berbentuk perangkat, chatbot yang tidak berwujud. Salah satu contoh aplikasi kecerdasan buatan yang sedang banyak digunakan adalah Chat GPT.  

Chat GPT memiliki kemampuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pengguna, tidak hanya itu Chat GPT juga bisa melakukan pembuatan naskah, artikel dan menerjemahkan bahasa dengan tepat dan akurat. Chat GPT telah banyak digunakan seperti pada bidang bisnis dan pendidikan. Sebagai contoh, banyak dari mahasiswa yang diperbantukan oleh aplikasi ini untuk menyelesaikan penelitiannya.

Sesuai dengan jumlah pengguna internet oleh masyarakat Indonesia, dimana menurut APJII pada tahun 2023 sekitar 215.625.156 juta jiwa dari total 275.774.90 populasi penduduk yang menggunakan akses internet. Jadi tidak heran, Chat GPT sangat mudah ditemukan dsn dipergunakan untuk keperluan masyarakat. 

Angka di atas, cukup besar dan pengguna chat GPT telah banyak. Banyaknya pengguna chat GPT, akan memunculkan kekhawatiran dalam segi hukum di Indonesia. Sebab, secara legitimasi Chat GPT belum terdaftar menjadi badan korporasi di Indonesia atau dengan kata lain belum mendaftarkan pada penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE). 

Patut dipertanyakan apabila, Chat GPT memiliki pelanggaran penjiplakan referensi, tentunya yang paling bertanggungjawab adalah perusahaan OpenAi. Namun secara hukum, untuk mendapatkan pertanggungjawaban atau menjadi subjek hukum, Chat GPT paling tidak sudah menjadi badan hukum di Indonesia.

Secara perkembangannya, OpenAi selaku pembuat Chat GPT belum mendaftarkan ke Kominfo. Secara faktanya, Chat GPT telah banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Artinya ada kekhawatiran terhadap Regulasi yang ada, seketika Pengguna atau orang lain yang dirugikan oleh Chat GPT. Secara pelaksanaannya, chat GPT mengambil referensi dari berbagai sumber yang ada di Internet, sehingga menjadi kerugian, apabila Chat GPT mengambil sumber referensi yang tidak dikutip secara aslinya.

Kerugian ini, akan berakibat pada tuntutan hukum. Namun secara legitimasi, Chat GPT belum bisa dikatakan subjek hukum atau belum dapat dituntut. Secara hukum pidana, subjek hukum ada dua manusia dan badan hukum. Untuk menjadi subjek hukum yang berbadan hukum, tentunya secara administrasi harus didaftarkan dalam PSE. Chat GPT belum mendaftarkan Kepada PSE, sehingga bisa saja dianggap melanggar ketentuan yang ada.

Secara kesimpulan,  karena Chat GPT belum menjadi subjek hukum atau badan hukum, maka Pemerintah wajib menutup akses atau pemblokiran aplikasi, sehinggan Chat GPT tidak dapat beroperasi di Indonesia. Sebagaimana di maksud pada Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang PSE lingkup Privat. Kedua, Chat GPT dapat mengarah pada pendidikan yang buruk dan pragmatis, sebab banyak mahasiswa yang mencoba Chat GPT sebagai alternatif dari penyelesaian penelitian. Apalagi penelitian ini, tidak berbasiskan keilmiahan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, Chat GPT, melakukan plagiarisme, sehingga melanggar adanya hak cipta. Secara rasional, tidak ada pencantuman sumber referensi dan pertanggungjawaban apabila terjadi plagiarisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun