Mohon tunggu...
Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra Mohon Tunggu... profesional -

Lawyer, Professor of Constitutional Law, Former Minister of Justice, Former Minister/Secretary of State, Republic of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ini Lelucon Konstitusi di Negara RI

15 Juni 2014   05:57 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:41 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Coba Anda simak dengan hati-hati norma pasal 6A ayat 3, 4 dan 5 UUD 1945! Nampak sekali norma pasal 6A ayat 3 dan 4 itu multi tafsir. Sementara ayat 5 mengatakan tatacara pelaksanaan pilpres lebih lanjut diatur dalam undang-undang.

Coba lihat lagi apa yang diatur oleh UU No. 42 Tahun 2008 tentang PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN, untuk melaksanakan Pasal 6A ayat 3 dan 4 UUD 1945!

Nah, ternyata norma pasal 159 ayat 1 dan 2 UU No. 42/2008, tidak mengatur apa-apa tentang tatacara pilpres kalau pasangan hanya ada 2.

Kita kutip Pasal 159 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 42/2008, sebagai berikut:


  1. Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.


  1. Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2 (dua) Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Tidak memberikan pengaturan apa-apa berarti ada kevakuman hukum bagaimana melaksanakan pilpres jika hanya 2 pasangan. Ternyata baik Pasal 6A ayat 3 dan 4 UUD 1945 maupun Pasal 159 ayat 1 dan 2 UU No. 42/2008 tentang Pilpres tidak mengatur tatacara melaksanakan pilpres jika hanya 2 pasangan.

Karena itu:



  1. Jika ada kevakuman hukum seperti itu uji materil seperti apa yang bisa diajukan ke MK? Atau;


  1. Norma Pasal 159 ayat 1 dan 2 UU No. 42/2008 mau dijui dengan norma Pasal 6A ayat 3 dan 4 UUD 1945? Atau


  1. MK mau menafsirkan langsung norma Pasal 6A ayat 3 dan 4 UUD 1945?


Ha...ha... Bukankah MK sendiri telah menolak permohonan saya untuk menafsirkan Pasal 6A ayat 2. MK bilang mereka tidak berwenang menafsirkan konstitusi.

Bukankah


  1. Bila MK mau bikin norma konstitusi yang baru melalui putusannya untuk melengkapi norma Pasal 6A UUD 45? Aha, itu kewenangan MPR;


  1. Bila MK mau ciptakan norma baru utk melengkapi norma pasal 159 ayat 1 dan 2 UU Pilpres? Aha, itu kewenangan DPR dan Presiden!

Kalau MK ciptakan norma konstitusi atau norma UU yang baru terkait Pilpres, bisa timbul sengketa kewenangan antara MK dengan MPR, DPR dan Presiden.

Kalau MPR, DPR dan Presiden bersengketa kewenangan dengan MK, maka yang memutus adalah MK. Ha...ha..., ini lelucon konstitusi di negara RI. Maka negara kitapun makin amburadul saja.

Ayo kita tunggu sumbangan pemikian Pak Prabowo dan Pak Jokowi atasi masalah ini.

Demikian komentar saya. Salam

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun