Mohon tunggu...
Ihza Mastury
Ihza Mastury Mohon Tunggu... Freelancer - Haus Ilmu Pengetahuan

Seorang pecandu kopi dan senja yang aktif berakademik di Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gus Ilham

5 Mei 2020   00:30 Diperbarui: 20 Februari 2022   15:25 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Beberapa orang beranggapan Gus Ilham anak bungsu Kiyai Ahmad yang paling berbeda. Bagaimana tidak? Hampir setiap hari beliau selalu melakukan hal-hal yang berbeda daripada kedua saudaranya yang lebih tua. Kelakuan-kelakuan nyelenehnya seperti sudah menjadi tabiatnya sejak kecil. Namun, kelakuan-kelakuan itu selalu menjadi pertanda bagi orang di sekitarnya.

Pernah sekali, saat remaja Gus Mamad putra sulung Kiyai Ahmad duduk di serambi masjid sambil mengulang kembali hafalan-hafalan beliau. Gus Ilham yang saat itu masih menginjak balita tiba-tiba mencoba memanjat pohon mangga yang berada tepat di depan serambi masjid. Gus Mamad saat itu diam saja melihat tingkah lucu adik kecilnya. Namun, tiba-tiba Gus Ilham yang saat itu sudah hampir mencapai setengah perjalanan ke puncak pohon kepeleset tapi tidak terjatuh. Sontak, Gus Mamad lompat dan mengejar adiknya khawatir ia sampai terjatuh. Uniknya, selang beberapa detik Gus Mamad beranjak, tiba-tiba tiang penyangga serambi masjid yang terbuat dari kayu jati terbaik di lingkungan pesantren patah hingga atap serambi runtuh. Untung saja, Gus Mamad sudah beranjak saat itu.

                Kejadian-kejadian unik lainnya sering terjadi. Waktu itu Cak Shodiqin abdi ndalem pondok bersama kedua santri lainnya bercerita. Ia pernah melihat Gus Ilham saat menginjak kelas tujuh mengajak beberapa santri seusianya merokok di dekat pembuangan akhir. Tempat itu terletak diantara pondok putra dan putri. “Berhubung yang ngajak gus, saya takut mau ngingatkan santri-santri itu” ujar Cak Shodiqin sambil menunjuk-nunjuk kedua kawannya itu.

                Tempat pembuangan akhir memang jarang sekali dilewati santri, apalagi pengurus keamanan. Karena, menurut beberapa orang tempat itu cukup angker. Ada yang bilang tempat itu pernah dipakai orang-orang Jepang pada masa penjajahan untuk mengeksekusi mati para tawanan, ada juga yang bilang pernah suatu hari salah seorang santri putri bunuh diri di sana karena persoalan hati.

                “Gus Ilham waktu itu bawa dua bungkus rokok.” Sambil memegang bungkus rokok yang ada di hadapannya Cak Shodiqin melanjutkan ceritanya. “Waktu itu sudah menunjukkan jam malam, sekitar pukul sebelas malam. Saya saat itu hanya bisa melihat mereka dari asrama, sebatas mengawasi dari jauh walaupun tertutup bangunan lain”

                “Beberapa jam kemudian, saat saya mau balik ke ndalem kiyai. Tiba-tiba di sekitar tempat pembuangan akhir ada keributan.” Sebelum melanjutkan ceritanya Cak Sodiqin sedikit menyeruput kopi di hadapannya “Kalian ingat tidak kejadian pondok kita kedatangan dua orang maling dari luar?” “Maling yang dulu katanya pakai ilmu sirep itu?” sahut Cak Iqbal yang duduk di hadapan Cak Shodiqin. Sambil meletakkan cangkir kopinya sedikit keras Cak Shodiqin menimpali “Iya, maling itu. Ternyata yang nangkep maling itu Gus Ilham sendiri. Santri-santri yang lain udah tidur nyenyak di sana” seketika kedua santri di hadapan Cak Shodiqin geleng-geleng kepala

                Kang Rois pemilik warung tempat Cak Shodiqin dan kawannya bercerita meletakkan secangkir kopi dan ikut bercerita “Iya benar, Gus Ilham itu ajaib. Pernah ya, waktu Kiyai Ahmad minta bekas warung Kang Sholeh yang ada di depan pondok untuk dibongkar karena mau dibuat pos satpam. Gus Ilham menolak keras, bahkan Gus Ilham yang waktu itu terbilang masih remaja sudah berani melawan Abahnya. Kata beliau ‘Biarkan saja, Bah. Tempat ini jangan dibongkar. Ilham yang tanggungjawab’ kedua kakaknya yang waktu itu ikut menemani abahnya sontak memariahi Gus Ilham, bahkan hampir bertangkar.” Kang Sholeh memperbaiki posisi duduknya. “Karena Gus Ilham ngotot, Kiyai Ahmad akhirnya mengalah.”

                Sambil menyeruput kopinya yang sudah dingin, Cak Akmal yang duduk di sebalah Cak Iqbal bertanya “Lha, emang ada apa kang di sana kok Gus Ilham menolak untuk digusur?” Cak Shodiqin tiba-tiba menjawab pertanyaannya Cak Akmal “Tempat itu, ternyata jadi tempat singgahnya pemulung yang biasanya lewat pondok waktu fajar, tahu kan ibu-ibu yang biasanya nyari sampah di depan pondok? Nah, ternyata beliau tiap hari sholat hajad dan sholat subuh di warung itu.” Cak Akmal mengangguk faham

                Meja di warung kopi itu mendadak hening. Mungkin karena cerita-cerita tentang Gus Ilham terlalu banyak atau juga terlalu susah untuk dinalar. Walau Gus Ilham dengan beberapa tabiatnya yang kadang meresahkan beberapa santri, beliau tetap disegani. Entah disegani karena takut terkena karma dari beliau atau karena memang kagum hingga meilhat mata beliau saja enggan.

                Panggilan untuk beribadah ashar berkumandang dari speaker masjid. Ketiga santri itu pamit undur diri kepada Kang Sholeh pemilik warung. Mereka jalan beriringan menuju tempat wudlu dilanjut sholat berjamaah di masjid. Saat ini kiyai sedang di luar kota menemui putra sulungnya yang baru saja menikah dan mendirikan pondok. Sedangkan putra keduanya, Gus Ali sedang menimba ilmu di negeri sebrang. Gus Ilham yang saat itu masih berada di pondok akhirnya memimpin sholat dan dzikir.

                Seperti biasa Cak Shodiqin sebagai abdi ndalem berada di barisan pertama. Ia berada tepat di belakang Gus Ilham yang saat itu sudah menginjak usia dua puluhan. Lebih muda tiga tahun dari Cak Shodiqin. Meski usianya lebih tua, Cak Shodiqin tetap menghormati Gus Ilham sebagai guru beliau. Sholat dan dzikir pun selesai dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun