Mohon tunggu...
Yusran Pare
Yusran Pare Mohon Tunggu... Freelancer - Orang bebas

LAHIR di Sumedang, Jawa Barat 5 Juli. Sedang belajar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Selamat Tinggal

30 Desember 2012   10:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:48 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

BILANGAN tahun sudah berganti. Selusin tahun di milenium ketiga tarikh masehi sudah dilewati, berbagai pengalaman menjadi inspirasi untuk bekal memasuki era baru, hari-hari baru yang diharapkan lebih baik. Tahun 2012 sudah usai.

Bermacam cara orang merayakan pergantian tahun, yang sebenarnya tak berbeda dengan pergantian hari yang satu ke hari berikutnya.  Ketika langit semarak oleh gemerlap kembang api, di sudut lain orang merintih meratapi kesengsaraannya. Saat orang bersukacita dalam arak-arakan kendaraan bermotor, saat yang sama ia meracuni paru-paru orang lain dengan asap karbon dari knalpotnya.

Toh ada pula yang memanfatkan malam itu untuk i'tikaf dan berdzikir, menyungkurkan kepala dalam totalitas sujud syukur terhadap Sang Maha Pencipta, yang masih memberi napas di tengah bumi yang makin renta dan habis dikupas, diperas, dikuras, dihisap, dan dicemari atas nama industrialisasi.

Banyak pula yang tampaknya tak perduli bahkan tak tahu menahu apa pentingnya pergantian tahun bagi mereka. Setahun, seabad, seribu tahun, mungkin rentang yang panjang, tergantung pada bagaimana manusia memandang dan memaknainya.

Peradaban manusia berlangsung jauh sejak sebelum tarikh Masehi disusun. Masyarakat di Cina, merayakan tahun ke-5000-an lebih peradabannya. Warga Mesir merayakan pergantian tahun ke- 7000-an. Bagi yang menghitung kurun lewat penanggalan Hijriah, lain lagi. Demikian pula tarikh lain sesuai kebudayaan masing- masing.

Kita --yang mengukur waktu dalam dimensi bangsa manusia sang khalifah bumi-- mungkin menganggap kurun setahun, seabad, satu milenium sebagai rentang yang panjang.

Einstein menghitung, kecepatan tertinggi dari gerak adalah kecepatan cahaya, yakni 186.284 mil per detik - atau 299.795,711 (hampir 300.000 kilometer per detik). Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh cahaya dalam setahun.

Jadi, kalau kecepatan rambat cahaya dalam ruang hampa udara 300.000 km per detik, maka hitung saja kira-kira jarak yang mampu dicapai manusia jika mereka bisa menciptakan wahana antariksa yang 'sama dengan kecepatan cahaya'.

Karena itu, meski sudah mampu mengembangkan peradaban selama 2000 tahun, atau 5000 tahun atau bahkan 7000 tahun, mahluk manusia ini sebenarnya sangat tak patut berpongah diri, berbesar kepala, dan mengangungkan diri sebagai sang penakluk Bumi.

Bumi cumalah setitik planet yang mahakecil di tengah luas tanpabatasnya semesta raya. Sepanjang abad keempat sebelum Masehi, Aristoteles dan Epicurus berbeda pendapat tentang keberadaan dunia lain dan penghuninya selain bumi.

Pertanyaan ini masih belum terjawab selama 2.000 tahun, hingga kini. Para ahli selama ini hanya tahu bahwa matahari merupakan sebuah bintang di antara 100 miliar benda langit lain --yang sudah terperikarakan-- dalam langit semesta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun