Mohon tunggu...
Yus R. Ismail
Yus R. Ismail Mohon Tunggu... Penulis - Petani

suka menulis fiksi, blog, dan apapun. selalu berharap dari menulis bisa belajar dan terus belajar menjadi manusia yang lebih manusiawi.... berdiam dengan sejumlah fiksi dan bahasan literasi di https://dongengyusrismail.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hipnotis, Koruptor, dan Kisah untuk Presiden

21 Oktober 2019   09:38 Diperbarui: 21 Oktober 2019   09:42 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber Foto: iStock

Minggu lalu kampung saya geger karena ada seorang wanita yang menghilang selama 3 hari. Begitu pulang, penampilannya begitu kusut dan kotor. Masih selalu terbengong-bengong dan belum bisa ditanya.

Akhirnya diketahui dia dihipnotis selama tiga hari itu. Motor yang dibawanya hilang, uang gajinya juga habis (dia bekerja di sebuah pabrik dan saat itu baru gajian). Yang lebih ngeri, kemudian diketahui dia meminjam uang ke banyak temannya. Alasan peminjaman untuk anaknya yang masih kecil.

Saya sangat kenal dengan keluarga wanita itu. Dia anak tertua dari lima bersaudara. Adik-adiknya masih pada sekolah. Anak-anak yatim, karena bapaknya sudah tidak ada. Ibunya berjualan goreng-gorengan keliling setiap hari. Anak-anaknya, meski masih sekolah (yang terkecil kelas 2 SD yang besar SMK), ikut membantu berjualan dan memasak.

Wanita itu anak tertua yang sudah lulus SMK, sudah bekerja. Sudah menikah, tapi pastinya menjadi tulang punggung bukan hanya untuk keluarganya. Juga andalan bagi adik-adik dan ibunya .

Saya membayangkan tukang hipnotis itu tersenyum dan tertawa karena sudah SUKSES memperdayai orang. Mungkin juga sedang berhura-hura dengan jutaan rupiah yang didapatkannya dengan gampang. Dia pastinya tidak tahu kesusahan wanita korbannya itu. 

Tidak akan membayangkan, ada banyak orang yang tersusahkan karena perbuatan kejinya. Apalagi ini menimpan anak-anak yatim yang sudah dipilih Tuhan sebagai orang-orang ISTIMEWA.

Lha iya, saat anak-anak lain bergembira dengan kedua orang tuanya, mereka itu hidup dengan ibunya yang sibuk bekerja. Pasti kesepian. Pasti sesekali mengandai, bila saja bapak masih ada... Tapi bapaknya memang sudah tidak ada. Kesepian, kesedihan, juga kekurangan ekonomi, hanya dihadapinya dengan airmata dan do'a. Itu adalah "hadiah istimewa Tuhan" yang tidak diberikan kepada banyak orang.

Tukang Hipnotis itu pastinya tidak pernah membayangkan kesusahan korbannya. Apalagi peduli.

**  

Sama dengan koruptor dong? Maksudnya, tukang hipnotis itu sama dengan koruptor? Ya, koruptor itu tukang hipnotis juga. Koruptor sudah menghipnotis dirinya sendiri. Dia bisa tampil seperti orang shaleh, berpakaian agamis yang mahal harganya, tapi tidak merasa bersalah saat korupsi ratusan juta rupiah, miliaran rupiah, bahkan triliunan rupiah. 

Saya membayangkan mereka akan bicara: "Lho, apanya yang salah? Yang kita ambil itu uang negara. Memangnya negara itu kamu?" Mereka tidak sadar, ada jutaan orang yang disengsarakan.

Sekitar lima bulan lalu saya pindah rumah. Data kependudukan saya pun pindah dari Kota Bandung ke Kabupaten Sumedang, keduanya di Jawa Barat. Setelah surat-surat dari Kota Bandung diurus, lalu di Sumedang mendapat surat dari RT, RW, Desa, Kecamatan, akhirnya ke Disdukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil). Kependekan dinas ini sempat membuat saya tersenyum, entah karena apa.

Sebagai warga negara yang baik dan ingin selalu merasakan bagaimana menjadi masyarakat yang paling bawah, saya mengambil nomor antrian dan menunggu. Ternyata dari pagi (sekitar pukul sembilan saat mengambil nomor antrian) sampai sore baru kebagian diurus. Dan nyatanya baru Kartu Keluarga yang selesai. Untuk KTP besoknya harus datang lagi. Saya rela dan menikmatinya.

Besoknya mengantri lagi dari pagi sampai sore. Dan setelah dipanggil, ternyata yang disebut KTP itu adalah Surat Sementara. Ya, karena blangko KTP elektronik belum ada. 

Bila dalam waktu 6 bulan blangko e-KTP itu belum ada juga, KTP Sementara itu harus diperpanjang. Pasti dengan cara mengantri dari pagi sampai sore lagi. Itu pun bila nomor antrian belum mencapat 250. Bila lebih dari angka itu, hari itu tidak bisa dilayani.

Saat pulang, saya baru merasakan begitu "menyedihkannya" jadi rakyat Indonesia. Apakah ini ada hubungannya dengan korupsi? Pasti banyak yang masih ingat, kasus korupsi e-KTP yang berjamaah dan menyeret Tuan-Tuan Yang Terhormat ditandai hilangnya triliunan rupiah untuk dana e-KTP. 

Dan sepertinya mereka merasa tidak bersalah. Drama-drama penyeretan para koruptor e-KTP masih dikenang rakyat Indonesia. Ya, karena lebih heboh dan trending dibanding drakor, apalagi sinetron tanah air.

Sementara kabar terakhir Tuan-Tuan Yang Koruptor itu hidup sehat jiwa-raga. Ya, karena makanan mereka "empat sehat lima sempurna". Jiwa mereka jadi agamis dengan belajar baca Qur'an, memanjangkan jenggot, dan bicara kata-kata Arab yang fasih. Sementara saya sebagai rakyat mesti rela mengantri seharian dan enam bulan kemudian mengerjakan sesuatu yang semestinya tidak perlu.

Kisah ini sebenarnya untuk dibaca siapa saja. Tapi Pak Presiden wajib tahu kisah seperti ini. Versi yang manapun. Ya, agar tidak ragu-ragu untuk membatasi gerak koruptor.

21-10-2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun