Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Paskah 201 : Memaknai Fenomena Bunuh Diri dan Paskah Membebaskan

2 April 2021   01:03 Diperbarui: 4 April 2021   09:37 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://andreasnataatmadja.com/

Minggu terakhir Maret 2021 pasti akan dikenang karena peristiwa bom bunuh diri pasangan suami istri di depan gedung Katedral Makasar dan serangan seorang wanita di Mabes Polri Jakarta yang langsung tewas ditempat karena serangan balik para polisi. Kedua peristiwa ini menggegerkan bangsa ini, yang nampak seperti "baru siuman" dari sebuah kenyaman dan merasa kecolongan seperti yang diakui oleh pihak Mabes Polri sendiri. 

Akhir Maret "kelabu" menjadi lebih mudah diingat karena pada saat yang sama, umat Kristiani memasuki pekan suci menuju Jumat Agung dan Paskah 2021. Lalu sebuah pertanyaan yang menggoda, adakah korelasi peristiwa paskah dengan fenomena bunuh diri yang seakan menjadi "model" jalan pintas sebuah keputusan yang  benar "sesat"?. Mungkin tidak perlu jawaban atas pertanyaan ini, kecuali sebuah pintu perenungan bahkan kontemplasi memahami kecenderungan yang sedang dialami oleh manusia di tengah perubahan zaman yang semakin "edan" barangkali!?

Bunuh Diri : Fenomena Serius

Apa yang dilakukan oleh pasutri Lukman dan YSF di depan gedung gereja Katedral Makassar dan yang dilakukan oleh seorang wanita Zakiah Aini menyerang Mabes Polri, ujung kisahnya sama dan serupa, bunuh diri karena sebuah keyakinan. Lalu, fakta-fakta yang terkuat dari dua kejadian ini semakin menarik karena membuka mata banyak orang bahkan mata hati publik seakan tersentak. Bayangkan saja, usia masih mudah 25 dan 26 tahun, tergolong generasi milenial harus mengakhiri hidup dengan "sia-sia".

Terlepas dari cara untuk bunuh diri, tetapi trend fenomena bunuh diri ini semakin serius dari tahun ke tahun. Dan harusnya tidak boleh dianggap remeh apalagi dianggap angin lalu saja. Denny JA, dalam sebuah artikelnya yang beredar luas di media sosial berjudul "Statistik sernagan bunuh diri dan Kisah Hassen Fahmideh" meringkas fakta-fakta menarik yang dilansir dari "Chichago project in security terorism".

Bahwa antara tahun 1981-2015, terjadi 4814 serangan bom bunuh diri di sekitar 40 negara di seluruh dunia dan manusia yang terbunuh dan mati sekitar 45.000 orang. Kompliasi fakta menjelaskan kecenderungan penyimpangan perilaku manusia di jagad ini :

  • (i) periode tahun 1980-an terjadi bunuh diri sekali dalam 3 tahun, 
  • (ii) pada periode tahun 1990-an terjadi bunuh diri sekali dalam sebulan, 
  • (iii) pada periode tahun 2001 - 2003 terjadi bunuh diri sekali dalam seminggu, dan 
  • (iv) pada periode tahun 2003 - 2015 terjadi bunuh diri setiap hari.

Bagaimana dengan periode tahun 2015 sampai sekarang dan yang akan  datang? Data statistik diatas memberikan jawabannya sederhana, akan terus meningkat angka kematian karena bunuh diri, bisa saja hitungannya bukan hari lagi tetapi mungkin setiap jam ada yang bunuh diri, bahkan menit ke menit. Sebuah fenomena yang harus menyadarkan semua orang agar pro-aktif menjadi bagian dari penyelesaian masalah ini.

Bunuh Diri : Memiliki Otoritas Atas Hidupnya

Jawaban atas pertanyaan mengapa orang mengambil jalan super pintas yaitu bunh diri, menjadi area yang tiada akhir yang lebih banyak mengudang kontroversi tiada berujung nan tiada bertepi ketimbang solusi seerhana untuk melepaskan manusia dari belenggu semua yang seharusnya tidak dialami hingga memutuskan bunuh diri. 

Apalagi kalau ranah keyakinan yang direpresentasikan melalui agama dan kepercayaan yang dianut, maka perilaku menyimpang dengan jalan bunuh diri akan terus menjadi berita dan kisah tragis kehidupan anak-anak manusia dibawah kolong langit yang penuh dengan kefanaan itu sendiri. Wilayah privasi dan sangat pribadi sering digunakan untuk memelihara dan meneguhkan keyakinan yang salah sesat sehingga mengakhiri dengan jalan bunuh diri. Ini menampak dari perilaku dua kasus bunuh diri di Ketedral Makassar dengan Mabes Polri, yang dalam keseharian cenderung berjalan sendiri dalam diam dengan menjaga jarak serius dengan komunitas publik yang luas.

Ajaran yang keliru akan mendorong seseorang untuk merasa memiliki otoritas penuh atas dirinya sendiri, termasuk keputusan untuk bunuh diri dengan ilusi yang luar biasa ketat pada tujuan yang sesat pula. Pada hal sesungguhnya, eksistensi kemanusiaan manusia itu ada karena kendali dari sang pemilik kehidupan demi keharminisan, kebaikan, kenyamanan, kesejahteraan dan kedamaian yang harus dicapai oleh si manusia itu sendiri dalam relasi dengan sesamanya manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun