I. Satu Keluarga Korban
Peristiwa jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta - Pontianak tidak saja menorehkan duka mendalam bagi keluarga korban tetapi juga kerisauan di tengah-tengah publik ketika menggunakan pesawat udara bersama dengan keluarga. Apakah perlu dihindari agar satu keluarga jangan menumpang pesawat yang sama bersamaan?Â
Seperti diberitkan ada 56 penumpang dan 6 kru dalam pesawat Sriwijaya Air yang naas jatuh di wilayah perairan kepulauan seribu di Jakarta. Di antara penumpang, paling tidak ada dua kelurga besar yang menjadi korban membawa duka mendalam bagi siapapun.
Keluarga pertama, keluarga Yaman Zai, yang tinggal bekerja di Pontianak Kalimantan Barat, dan di dalam pesawat yang jatuh itu ada istri dan 3 orang anak-anaknya, termasuk satu yang baru lahir. Diberitakan, keluarganya yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat, datang berlibur ke Pontianak sambil berjumpa dengan sang bapak, Yaman Zai. Jangankan libur dan berbahagia bersama, mereka tidak akan berjumpa selama-lamanya.
Keluarga kedua, seorang ASN dari KLH bernama Rziki Wahyudi menjadi penumpang pesawat malang ini bersama dengan Ibu, istri dan dua orang anak-anaknya yang berumur 12 dan 6 tahun. Mereka terbang dari Bangka Belitung menuju Pontianak tetapi transit di Jakarta. Mereka sekeluarga menjadi korban dalam peristiwa jatuhny pesawat Sriwijaya Air yang baru saja 4 menit take off ketika kehilangan kontak dengan menara kontrol hingga dikabarkan jatuh.
Bahwa jatuhnya pesawat dan memakan korban yang banyak bukan kali ini saja. Sudah sering terjadi, baik di Indonesia maupun di dunia mana saja dengan beragam penyebab. Tetapi menarik untuk direnungkan, ketika di dalam pesawat itu ada beberapa penumpang yang merupakan satu keluarga, baik utuh maupun sebagian besar.
Mari berfleksi saja dan menjawab tanya sederhana ini. Seberapa berisiko sebuah keluarga menaiki pesawat yang sama pada waktu yang bersamaan? Atau perlukah dihindari naik pesawat yang sama pada saat yang oleh satu keluarga?
Sangat mungkin ada yang menjawab bahwa kecelakaan, bahkan kematian itu urusan yang di atas, urusan Tuhan Allah. Jadi jangan dipikirkan, kalau saatnya tiba ya pasti akan terjadi kecelakaan dan kematian. Dan kalau belum saatnya, maka akan terhindar dari apapun. Mungkin juga mempedomani peribahasa lawas yang berkata "untung tidak dapat diraih dan malang tidak dapat ditolak" yang makna sederhananya mengatakan bahwa masa depan itu rahasia Sang Ilahi termasuk kecelakaan dan kematian.
 Sehingga, apa yang dialami oleh dua keluarga yaitu Yaman Zai dan Rizki Wahyudi adalah jawaban atas rahasia Sang Pemilik Kehidupan. Dan karenanya mereka harus menerima kenyataan yang pahit itu. Jawaban ini pun tentu saja memiliki "nilai" tertentu yang dipercayai seseorang. Bagaimana kalau Yaman Zai dan keluarga Rizki tidak bisa menerima kenyataan itu? Sangat mungkin, mereka akan mencari jawaban lain, kendati keluarga yang sudah menjadi korban tidak akan hidup kembali.