Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Setuju Usul JK, Pilkada Serentak Ditunda ke Juni 2021

21 September 2020   20:39 Diperbarui: 22 September 2020   07:36 2827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jusuf Kalla (dokumentasi PMI via Kompas.com)

"Memaksakan sesuatu yang jelas-jelas secara rasional membahayakan kehidupan rakyat bukan hanya nekat, melainkan fatal. Semua proses politik tujuan mulianya adalah untuk kemaslahatan rakyat, bukan memudaratkan rakyat," JK

Desakan Pilkada serentak 2020 agar ditunda semakin hari semakin kencang, seiring dengan terus meningkatnya  kasus positif Covid-19 dari hari ke hari dan tidak ada tanda-tanda menurun. Sedemikian kencangnya, sehingga publik semakin kuatir, sementara fasilitas perawatan dan keterbatasan kemampuan tenaga medis semakin terasa.

Karena situasi yang semakin tidak nyaman inilah maka seorang Jusuf Kalla (JK) sendiri mempertanyakan buat apa Pilkada serentak itu disegerakan pelaksanaannya kalau pada akhirnya hanya akan menciptakan puluhan bahkan ratusan klaster baru yang tersebar di seluruh Indonesia. 

Ini akan sangat membahayakan dan membuat rakyat sakit. Oleh karenanya, seperti diberitakan oleh kompas.com, JK menyarankan bulan Juni 2021 akan lebih cocok Pilkada serentak itu.

Kalla mengusulkan penundaan Pilkada Serentak 2020 hingga vaksin Covid-19 ditemukan dan dirasakan efektivitasnya setelah proses vaksinasi massal. Ia menilai Pilkada bahkan bisa ditunda hingga Juni 2021 tanpa mengganggu kinerja pemerintahan daerah lantaran adanya Pelaksana Tugas (Plt) kepala daerah.

Sangat setuju usul dari Jusuf Kalla ini agar pelaksanaan Pilkada serentak ditunda saja, sampai ada kepastian efektifitas vaksin yang direncanakan akan dicobakan mulai akhir tahun 2020 ini hingga awal tahun 2021 dengan asumsi bahwa vaksin Covid-19 itu ampuh untuk melumpuhkan penyebaran virus corona.

Seperti sudah diputuskan dan diumumkan oleh Presiden Jokowi, bahwa 9 Desember 2020 akan menjadi waktu penting pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di seluruh Indonesia, baik pemilihan pasangan Bupati dan Walikota, maupun pemilihan pasangan Gubernur di sebagian besar wilayah Indonesia.

Paling tidak ada sekitar 270 daerah yang akan melakukan Pilkada tahun ini. Terdiri dari 224 kabupaten atau sekitar 54% dari kabupaten yang ada di seluruh Indonesia yang jumlahnya 416 buah kabupaten. 

Sementara ada 27 kotamadya atau sekitar 38% dari 98 buah kabupaten seluruh Indonesia. Dan ada 9 provinsi yang akan memilih pasangan Gubernur, atau sekitar 26% dari 34 buah provinsi seluruh Indonesia.

Melihat data ini, nampaknya Pilkada serentak ini tidak bisa dianggap main-main. Karena melibatkan lebih separoh dari daerah yang ada di Indonesia akan melakukan pemilihan kepala daerah. 

Artinya akan melibatkan jumlah massa, rakyat yang akan terlibat dalam pesta demokrasi ini. Sehingga bila tidak diantisipasi, maka kekuatiran seorang Jusuf Kalla sangat mungkin akan menjadi kenyataan setelah Pilkada serentak diadakan. 

Mengikuti pemberitaan dari pihak penyelenggara Pilkada serentak ini, diperkirakan akan melibatkan sekitar 109,5 juta pemilih, atau tepatnya 109.569.111 rakyat akan datang ke sekitar 137.220 TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. 

Belum lagi tenaga keamanan, anggota keluarga lain tidak memilih akan menjadi bagian kunci dalam interaksi masyarakat dalam pesta demokrasi yang diadakan sekali lima tahun untuk setiap daerah pemilihan itu.

Di sinilah ruang kritisnya, yang sangat dikuatirkan oleh masyarakat. Dengan pertanyaan, seberapa mampu masyarakat taat dalam melaksanakan protokol kesehatan atau PSBB yang sudah diatur oleh pemerintah?

Jangan saat Pilkada nanti. Lihat saja sekarang ini ketika belum Pilkada, masyarakat sangat tidak taat dan disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Bahkan setelah pemerintah melonggarkan kegiatan ekonomi sejak akhir Juli dan masuk Agustus 2020, hasilnya lonjakan pertambahan kasus positif Covid-19.

Dua hari terakhir ini, angka pertambahan menembus 4000-an, dan seperti pola sebelumnya, akan terus merambat naik dan naik terus. Seakan-akan upaya yang dilakukan oleh petugas sia-sia belaka. Di mana-mana bermunculan klaster-klaster baru. Jakarta sendiri kembali ke PSBB setelah melonggarkan sedikit beberapa bulan sebelumnya.

Tanggal 19 September 2020 menjadi tertinggi pertambahan kasus positif covid-19 di angka 4168 kasus dan mendorong peningkatan total jumlah terinfeksi oleh virus corona ini di angka 248.852 pada hari Senin 21 September 2020. 

Ini fakta-fakta yang menjadi peringatan bagi semua pihak agar tidak menganggap remeh penyebaran virus corona ini. Terutama ketika vaksin yang akan melumpuhkan virus ini belum ditemukan.

https://news.google.com/covid19/
https://news.google.com/covid19/
Hanya membayangkan saja, dengan 109 jutaan pemilih yang akan berjubel,  antrian dalam mengikuti prosesi Pilkada serentak dan tidak mengindahkan protokol kesehatan, maka sungguhan "mengerikan". Bahkan sejak mulai dibuka proses pendaftaran pasangan calon Kepala Daerah, sudah banyak yang tidak taat pada protokol kesehatan seeperti jaga jarak, menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga stamina dan imun tubuh.

https://news.google.com/covid19/
https://news.google.com/covid19/
Nampaknya, hari-hari ke depan akan terus menjadi berita yang tidak menggembirakan ketika angka pertambahan kasus Covid-19 dalam setiap 24 jam terus menerus menaik. Publik pasti kuatir seperti yang dikemukakan oleh JK, yaitu adanya potensi penularan yang masif pada setiap tahapan pilkada yang sangat panjang itu. 

Lihat saja nanti dengan masa kampanye yang melibatkan massa yang sangat banyak dan mungkin sangat sulit menerapkan protokol kesehatan. Kemudian saat melakukan pencoblosan, dipastikan pemilih akan antri berjam-jam untuk melakukan tugasnya.

"Semua calon akan berpotensi melanggar protokol demi meraih suara sebanyak-banyaknya. Kalau bukan calonnya yang menggunakan berbagai kiat untuk itu, maka para pendukung yang melakukannya (melanggar protokol kesehatan)," kata Kalla. 

Mari berhitung risiko yang akan terjadi kalau Pilkada serentak dipakasakan dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Artinya, apakah setimpal hasil yang hendak dicapai dengan Pilkada serentak itu dibandingkan dengan potensi penularan virus corona ini?

Terpilihnya kepala daerah yang baru, Bupati atau Walikota atau Gubernur dipastikan tidak akan berefek pada penurunan penambahan kasus psoitif Covid-19. Kecuali hanya pemenuhan ambisi politik dari para pemain-pemain dalam perebutan kekuasaan di wilayah masing-masing. Sehingga apa yang ditegaskan oleh JK sangat masuk akal yang intinya jangan memaksakan sesuatu yang tidak bijaksana.

"Memaksakan sesuatu yang jelas-jelas secara rasional membahayakan kehidupan rakyat bukan hanya nekat, melainkan fatal. Semua proses politik tujuan mulianya adalah untuk kemaslahatan rakyat, bukan memudaratkan rakyat," lanjut Kalla.

Penundaan Pilkada serentak dari Desember 2020 ke Juni 2021, yang diuntungkan adalah rakyat Indonesia yang akan terhindar dari terinfeksi virus corona. 

Indonesia juga diuntungkan karena akan mempercepat penghentikan penyabaran virus corona sehingga pemulihan ekonomi bahkan perbaikan kehidupan bangsa secara menyeluruh bisa lebih awal dikerjakan, ketimbang ribut terus dengan penangan virus ini yang tiada hentinya.

Yupiter Gulo, 21 September 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun