Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Susahnya Berdamai dengan Diri Sendiri, Apalagi dengan Covid-19

8 Mei 2020   14:12 Diperbarui: 12 Mei 2020   18:50 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artinya, bila seseorang sudah mampu berdamai dengan diri sendiri, maka dipastikan dia juga mampu hidup berdamai dengan Covid-19. Bahkan bukan hanya dengan virus corana, tetapi dia juga mampu berdamai dengan segala situasi sulit maupun keadaan yang menggembirakan.

Mengapa sulit berdamai dengan diri sendiri? Jawabannya, ada dalam pengertian dan kedalaman makna tentang berdamai itu sendiri.

Inti pesan dalam berdamai dengan diri sendiri, dan karenanya berdamai dengan Covid-19 adalah kemampuan seseorang untuk mengakui dan menerima kenyataan yang ada dan dihadapi serta mengambil sikap pro-aktif untuk mengelola situasi yang ada agar keadaan situasi yang buruk semakin membaik, dan keadaan yang baik akan terjaga semakin baik.

Pemahaman ini, merupakan sikap yang sangat kokoh membangun pertahanan sikap mental dalam segala situasi dan memberikan dorongan positif yang melimpah pada lingkungan sekitar yang dihadapi dan pada akhirnya menjadi efek yang berlipat dan berlimpah ganda.

Berdamai dengan diri sendiri memberi pesan kuat agar mensyukuri keadaan yang dimilki dan membangun terus semangat untuk menjadi lebih baik.

Memiliki sikap seperti ini tidak mudah, karena pada umumnya orang selalu dalam posisi menuntut lebih dari apa yang dimiliki. Sudah memiliki satu ingin memiliki dua, tiga dan seterusnya. Rela mengorbankan yang demi memenuhi tuntutan itu.

Sikap menuntut merupakan indikasi dari orang yang memelihara sikap hidup penuh kekuatiran akan hari besok, dan masa depan. Kendati hari ini sudah memiliki makanan, tetapi dia mengukatirkan kalau besok, atau lusa atau minggu depan atau tahun depan tidak memiliki makanan. Alkhirnya, apa yang dimiliki Sekarang, tidak disyukurin karena kekuatiran yang berlebihan bahkan menjadi paranoid dengan masa depannnya.

Dalam situasi pandemi Covid-19, di mana tidak ada kapastian kapan akan berakhir penyebarannya dan kapan akan ditemukan vaksin membunuh virus ini. Wajar masyarakat kuatir akan hari esok. Belum lagi bila pekerjaan tidak ada, usaha hancur-hancuran, kebutuhan anak-anak disekolah putus, dan setumpuk masalah lain akibat dari WFH, pemberlakuan PSBB.

Jokowi sangat memahami situasi seperti itu. Pun program pemerintah melalui Stimulus 1, Stimulus 2 dan Stimulus 3, serta beragam kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan pusat hingga daerah, menjadi pengaman sementara dengan harapan pandemi virus ini segera berakhir.

Masyarakat harus bersabar dan berdamai dengan diri sendiri serta dengan Covid-19, agar program pemerintah, segala macama protocol kesehatan yang sudah diterapkan dipatuhi dengan seksama tanpa harus mencurigai, mengkuatirkan secara berlebihan dan tetap melakukan yang positif untuk membangun imun yang kokoh.

Sebab, pepatah klasik yang mengatakan "ada pelangi setelah hujan" akan menjadi kenyataan. Pandemi Covid-19 tidak selamanya akan menyebar, pasti aka nada endingnya dan hidup manusia akan normal kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun