I. WFH Mengubah Cara Memimpin
Masa pandemi Covid-19 benar-benar mengubah segala sesuatu dalam pola bekerja, berinteraksi, bahkan juga dalam memimpin orang dalam perusahaan. Segala bentuk gaya memimpin selama ini tidak bisa lagi diterapkan, dan harus dicarikan leadership style yang cocok. Bila tidak maka situasi yang dialami oleh perusahaan akan semakin memburuk. Ini tantangan yang tidak mudah tentunya.
Dalam salah satu sesi kuliah online, sejumlah mahasiswa saya bertanya "bagaimana gaya kepemimpinan yang harus diambil oleh seorang Leader dalam masa penyebaran wabah virus corona ini?". Adakah yang cocok bagi semua pemimpin untuk memimpin para karyawannya yang "work from home" karena diharuskan untuk stay at home untuk ikut membantu pencegahan penyebaran Covid-19?"
Pertanyaan yang sangat bagus untuk di gumuli dan dijawab ketika sebuah situasi yang diperhadapkan bagi operasi perusahaan tanpa karyawan, atau sedikit karyawan, atau karyawan bergiliran bekerja. Masa pandemi menjadi sebuah test case bagi gaya memimpin yang harus di lakukan oleh para CEO, Manajer dan Pemimpin perusahaan.
Tentu saja disini kita tidak membahas tentang karyawan yang di lay-off atau dirumahkan dan cenderung ke PHK. Sebab, itu adalah ranah lain yang menjadi keputusan Manajemen suatu korporasi. Pemikiran yang hendak dikembangkan adalah mengelola dan memimpin karyawan yang tidak berada secara fisik di tempat kerja, karena mereka berada di rumah masing-masing, atau WFH.
II. Memimpin Tanpa Orang yang Dipimpin.
Memang agak unik dan cenderung unik situasi sekarang. Karyawan berada dan bekerja di rumah masing-masing, sementara Pimpinan mungkin berada di perusahaan, atau juga malah berada di rumah tetapi operasi perusahaan harus tetap berjalan. Memimpin tanpa orang yang sedang dipimpin.
Tidak mudah membayangkan apa yang terjadi dalam situasi demikian. Ketika semua orang memahami bahwa gaya kepemimpinan itu merupakan cara yang dilakukan oleh seorang untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu demi mewujudkan tujuan bersama. Seberapa efektif orang akan mematuhi apa yang diperintahkan oleh pimpinan ketika tidak berhadap-hadapan secara langsung?
Harus dimengerti, diakui dan di terima kenyataan bahwa situasi seperti ini bisa berjalan baik karena support kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang mampu menghadirkan dan mendekatkan setiap orang, walaupun jarak sangat jauh. Dan dengan demikian, semua problem, segala dinamika situasi dapat saling dibagi demi mewujudkan pekerjaan bagi perncapaian tujuan atau target.
Yang terjadi sesungguhnya adalah perubahan paradigma, pola pikir bahkan filosofis bekerja itu berubah. Yang dulu paradigma dimengerti dalam relasi langsung antara karyawan dengan pimpinan. Tetapi sekarang relasi itu hanya melalui "media" apakah itu media sosial, aplikasi konferensi atau aplikasi meeting.
Oleh karena itu, mau tidak mau, seorang pemimpin harus mengembangkan paradigma baru dalam memimpin, mengendalikan, mengarahkan dan mengefektifkan pekerjaan para karyawan agar tetap sesuai target yang diinginkan.
Trust atau kepercayaan kepada semua karyawan menjadi dasar mindset yang harus dibangun dan terus dikembangkan oleh si leader. Implementasi manajerialnya harus diikuti dengan sejumlah instrumen dan indikator bagi pengukuran kinerja dari setiap karyawan.
III. Gaya Kepemimpinan Team Work
Tulisan dari Shelcy V. Joseph dengan judul artikel How To Boost Team Morale While Facing The Effects Of The Pandemic, yang dimuat dalam laman Forbes pada Jumat 10 April 2020 menarik untuk dijadikan rujukan, bagi seorang CEO dalam memimpin karyawannya yang WFH atau remote job tanpa harus berada di kantor.
Shelcy menawarkan gaya memimpin Team Work dalam masa pandemi Covid-19 dengan kendali sentral ada di tangan pemimpin itu sendiri. Sebab, karyawan yang tersebar di tempat yang berbeda harus selalu di sediakan informasi terbaru dan estimasi kedepan terkait dengan kondisi perusahaan. Dengan cara demikian, maka karyawan tetap berada dalam sistem kendali operasi perusahaan demi target perusahaan.
Paradigma Team Work menjadi sebuah instrumen pengendalian karyawan untuk berbagi semua simpul dinamika pekerjaan bagi efektifnya pencapaian target perusahaan. Pemimpin harus mampu mengembangkan pola komunikasi dalam jejaring Team Work yang dibangun untuk itu. Secara tidak langsung pengendalian dilakukan melalui team work. Ini sangat efisien dan efektif walau harus bekerja di rumah masing-masing.
Catatan Shelcy mencatat 3 hal yang harus dilakukan agar memimpin team work menjadi  efektif, yaitu
- Prioritize spending time with your team
- Share what you know, but balance honesty with positivity
- Take care of yourself
Dengan ketiga hal diatas, akan membantu para manajer dalam perusahaan untuk tetap berada dalam keterhubungan dengan Team Work mereka sendiri, kendati informasi atau berita yang di share tidak mudah atau kesulitan yang tinggi.
Prioritaskan menghabiskan waktu bersama tim Anda. Ini menjadi kritis karena semua karyawan berada dalam lingkup kecemasan yang cenderung meninggi karena jarak bekerja yang sangat dibatasi. Â Sebutkanlah kebijakan pemerintah Indonesia dengan PSBB, Pembatasan Sosial Berskala Besar. Sementara, setiap manajer dan pemimpin harus menjamin tetap terhubung dengan seluruh karyawannya.
Tidak bisa dihindari bahwa situasi yang ada akan mendorong banyak karyawan akan mencari manajer mereka untuk memahami kebisingan eksternal, dan mendapatkan wawasan tentang bagaimana dampak krisis akan berdampak pada mereka.
Menjadi terlalu komunikatif sangat penting di saat-saat seperti ini. Masing-masing anggota tim, melembagakan kebijakan "Zoom Terbuka" untuk aksesibilitas ke kepemimpinan, dan menciptakan acara di luar pekerjaan untuk menjaga tim tetap terhubung.
Bagikan apa yang Anda ketahui, tetapi seimbangkan kejujuran dengan positif. Kapan pun memungkinkan, analisis secara proaktif, dan bagikan bagaimana peraturan baru, pembaruan stimulus, atau berita industri akan memengaruhi perusahaan Anda. Berpura-pura adalah hal yang hebat ketika mereka tidak pernah merupakan langkah yang tepat sebagai seorang pemimpin --- dan karyawan Anda akan tahu jika Anda menahan diri.
Jaga dirimu. Bagaimanapun seorang Manajer tidak dapat memimpin jika tidak menjaga kebugaran dan kebaikan Anda --- fisik, mental, dan emosional. Ketika situasi pandemi begitu berat, maka memelihara dan mempertahankan sumber energi bagi perubahan yang berkelanjutan yang mungkin akan terus terjadi.
Ini semua dilakukan, bukan untuk keberhasilan perusahaan saja tetapi sesungguhnya Anda sebagai seorang Pemimpin berhutang kepada karyawan, pelanggan, dan investor Anda, dan yang paling penting, untuk diri Anda sendiri.
Ingat bahwa badai itu pasti berlalu. Tidak selamanya hujan lebat akan terus turun. Ada waktunya situasi menjadi cerah dan bersinar kembali. Keadaan ekonomi dan bisnis akan pulih kembali. Dan ketika situasi pulih kembali, maka perjuangan memimpin saat pandemi mendera akan bisa menuai banyak kekuatan baru.
Yupiter Gulo, 11 April 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI