Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sekolah Melulu sampai Mabuk Ilmu, Kapan Pintarnya?

27 November 2019   13:12 Diperbarui: 28 November 2019   08:04 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: membaca di perpustakaan. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

I. Akar Persoalan Pendidikan 
Teman karib saya sering bercanda dengan mengatakan "kita ini pekerjaannya sekolah melulu kapan pinternya, kapan cari kerjanya, kapan kayanya?"

Candaan yang mewakili akar persoalan pendidikan di tanah air tercinta Indonesia ini. Kenyataan ini benar, lihat saja tahapan pendidikan yang harus dilewati, mulai Paud dan lanjut ke TK, kemudian ke SD, SMP dan SMU terus ke perguruan tinggi masuk D1 atau D2 atau D3 atau D4, lanjut S1 dan terus S2 dan S3.

Dan sudah menjadi pergumulan publik, kalau sudah sekolah tinggi-tinggi belum tentu langsung bisa bekerja. Kalau pun dapat kesempatan bekerja harus bersaing mati-mati-matian, dan ketika sudah mulai bekerja gaji yang diterima belum tentu sesuai dengan pengorbanan dan harapan dan mimpi.

Ini baru bicara tentang pendidikan formal. Pendidikan non formal juga mempunyai persoalan tersendiri. Banyak karyawan atau pegawai mengikuti berbagai pendidikan dan latihan serta pengembangan. Bahkan bisa berlevel-level dan berjilid-jilid. 

Tetapi, ketika kembali dalam dunia praktek kerja sehari-hari, seakan-akan tidak ada satupun yang bisa diterapkan. Walaupun mendapatkan hasil atau nilai terbaik selama pelatihan dan pendidikan, tetapi tidak selalu memberi jaminan hasilnya lebih baik dalam bekerja.

Persoalan pendidikan terletak dalam proses mengubah orang, peserta didik atau murid atau siswa, agar mampu atau bisa atau dapat mengimplementasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari, baik untuk dirinya sendiri maupun di tempat dia bekerja.

Dengan demikian pendidikan itu proses yang menjamin terjadinya perubahan perilaku dalam kenyataan dan bukan hanya dalam pikiran atau di atas kertas saja.

Sesungguhnya, persoalan ini hampir semua orang sudah memahami dan menyadarinya. Tetapi cara untuk menghilangkan gap itu tidaklah mudah untuk mewujudkannya. Akhirnya, orang terus menerus belajar dan belajar. Candaan teman saya benar, "kita belajar terus tetapi kapan pintarnya?"

Mari mengamati dengan baik apa yang dilakukan oleh banyak bahkan hampir semua orang. Yang dilakukan adalah terus belajar agar menjadi pintar, dan dengan pintar maka itu menjadi jaminan masa depan yang baik dan cerah, dan tidak akan terlilit dengan keterbelakangan apalagi kemiskinan.

Betul, orang terus belajar. Mencari dan mengumpulkan sebanyak-banyak informasi, buku, video, literatur, bahan-bahan riset dan sebagainya sedemikian rupa, sehingga orang terjebak dalam tumpukan informasi yang dikuasai tetapi tidak mampu mengubah perilakunya. 

Apa yang sudah dipelajari dalam ruang pendidikan, seminar, pelatihan hanya menjadi gudang informasi pengetahuan saja.

Apalagi dalam era  digitalisasi saat ini, di mana begitu mudah dan murah untuk mendapatkan informasi melalui internet dan berbagai media sosial yang bertebaran setiap saat.  

Ini sebuah kenyataan yang memilukan. Karena banyak orang menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengejar berbagai informasi baru ketimbang mengembangkan strategi untuk menggunakan pengetahuan yang baru saja diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Hasil akhirnya tidak terjadi perubahan apa-apa dalam kehidupan yang dijalani.

II. Ikuti 3 Tahapan Belajar
Hasil penelitian yang dilakukan oleh seorang guru besar di bidang pendidikan berusaha menjawab akar persoalan yang ada dalam proses pendidikan. Dalam buku mereka berjudul Know Can Do! (2017), Ken Blanchard, Paul J Meyer dan Dick Ruhe, menyederhanakan isu utama dalam kegagalan proses pendidikan dalam 3 hal kunci, sekaligus sebagai jalan keluar untuk mengatasi gap yang selalu eksis dalam proses pendidikan kita. Ketiga hal utama yang dimaksud adalah :

  1. Memaksa setiap murid mencatat
  2. Membaca ulang catatan mereka dalam kurun 24 jam pertama
  3. Membagikan gagasan yang di catat

Pertama, memaksakan para murid untuk mencatat semua informasi yang didapat.

Pesan kuncinya adalah jangan pernah abaikan pentingnya mencatat, mencatat dan catat. Sebab, mendengar saja tidak akan pernah membuat seseorang belajar, kecuali bila orang itu termasuk dari 0,00001% kelompok pendengar yang super yang semua yang didengarnya bisa disimpan langsung dalam memori otaknya.

Inilah fakta yang mencengangkan dan hampir semua orang tidak menyadarinya dan tentu saja lalu mengabaikannya. Perhatikan bahwa 

  • 3 jam setelah sebuah seminar atau kelas usai, kebanyakan orang yang sekedar mendengarkan hanya mampu mengingat sekitar 50% dari yang di dengar. 
  • 24 jam kemudian, mereka akan melupakan yang 50% itu, dan 
  • Kemudian, akhir bulan mereka hanya mampu mengingat kurang dari 5%materi  baru yang didengar di kelas atau di seminar

Kedua, Mendesak para murid/peserta untuk membaca ulang catatan-catatan mereka dalam kurun waktu 24 jam pertama dan mengumpulkan apa yang disebut sebagai "AHA", poin-poin pentingnya.

Ini langkah kedua yang tidak bisa diabaikan apalagi tidak dilakukan kalau hendak mengalami perubahan perilaku dari proses pendidikan yang dijalani, yaitu sangat disarankan agar menuliskan poin-poin kunci dengan jelas dan rapi di buku catatan khusus atau bahkan bisa menyimpannya dalam sebuah komputer atau laptop yang dimiliki.

hai.grid.id
hai.grid.id
Mengapa tahapan kedua ini menjadi sangat penting? Karena, kenyataannya biasanya setelah sebuah kelas atau seminar usai sebagian besar orang yang membuat catatan-catatan akan cenderung menyimpan alih-alih membacanya. 

Nah, kelak ketika seseorang bertanya, misalnya begini, "Bukankah Anda yang pergi ke seminar itu tahun lalu, apa saja yang dibicarakan di sana?".

Kemudian, mereka akan membuka arsip masing-masing dan jangan kaget, mereka bahkan tidak dapat membaca kembali tulisan tangan yang mereka buat sendiri. Dan lihat, catatan-catatan itu tidak adanya gunanya lagi, menjadi sampah!

Ketiga, mendorong para peserta atau siswa untuk menyebarluaskan gagasan yang didapatkan dalam seminar atau kelas itu.

Tahapan yang ketiga menjadi klimaks agar proses pendidikan itu sungguh-sungguh efektif mengubah perilaku seseorang dalam keseharian hidup. 

Yaitu dengan cara agar dalam kurun waktu seminggu sejak mengikuti sebuah proses pendidikan atau pelatihan, dalam sebuah pertemuan khusus mengundang semua orang  penting di luar lingkungan kerja mereka untuk hadir selama setengah hari mendengarkan sharing session dari pelatihan atau pendidikan yang diikuti.

Tujuannya adalah mereka dapat mengajarkan hal-hal atau poin penting dari sebuah pendidikan dan pelatihan kepada orang lain. Dan sesungguhnys inilah ujung tombak perubahan yang dialami oleh seseorang yang mengikuti pendidikan dan pelatihan, dengan cara mampu mengajarkan atau menyebarkannya kepada orang lain.

Bagian ini sangatlah tidak mudah. Dalam praktek memperlihatkan hanya segelintir orang yang melakukannya. Dalihnya adalah merasa terlalu banyak kesibukan pekerjaan lainnya. Dan tentu saja ini bukti kuat dari kegagalan proses pendidikan yang mampu mengubah perilaku peserta atau orang yang dididik.

Artinya, tidak mudah mengajak orang untuk sungguh-sungguh dan setia untuk menggunakan dan mengaplikasikannya serta menerapkan pengetahuan yang sudah di peroleh dari sebuah pelatihan atau pendidikan.

III. Tugas Guru
Dengan demikian, problem pendidikan kita adalah terletak didalam gap antara memperoleh pengetahuan dan kemampuan menerapkannya sesegera mungkin agar kemampuan, keterampilan dan kompetensi terus menerus terasah, ter update, ter perbaiki, dan mencapai hasil yang terus menerus meningkat dan meningkat menjadi high performance employee.

Dalam proses pendidikan, ini menjadi arena pergumulan dan tanggungjawab orang yang disebut Guru atau Dosen atau Instruktur, yaitu mengendalikan dan menjamin bahwa peserta didiknya akan melakukan tiga tahapan diatas. 

Sangat mungkin banyak yang hanya sampai pada tahapan pertama saja, dan kedua dan ketiga tidak pernah dipikirkan apalagi dilaksanakan. Bahkan mungkin juga, tahapan pertamapun tidak dilakukan dengan benar. 

Sehingga peserta pendidikan datang, dengar, diam, dan pulang. Datang tidak bawa apa-apa, dan pulang tidak bawa apa-apa. Disana tidak pernah akan terjadi perubahan ditengah dunia yang penuh dengan perubahan.

Selamat hari guru nasional. Banggalah jadi guru, karena menjadi pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi jasanya selalu diingat oleh murid dan peserta didiknya.

Yupiter Gulo, 27 November 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun