Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Silent is Gold" Tidak Berlaku dalam Dunia Politik

12 Oktober 2018   08:54 Diperbarui: 12 Oktober 2018   13:11 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nasional.kontan.co.id

Peribahasa kuno "Silent is Gold" nampaknya masih sangat kontektual menghadapi dinamika perubahan, perkembangan di era 4.0 yang penuh dengan disrupsi, dan selalu diidentikan dengan generasi atau era milenial dan serba digital minded.

Diam adalah emas nampaknya menjadi salah satu efektif menghadapi situasi yang bergejolak tanpa arah dan cenderung turbulent dan penuh ketidakpastian, kalaupun ada kepastian maka jangka waktunya sangat pendek. Nyari ilmu ramalan semakain berantakan karena tak mampu menjawab apa yang akan terjadi.

Tapi pameo "diam adalah emas", nampaknya tidak berlaku dalam dunia politik saat ini. Sebab kalau diam sama saja dengan bunuh diri, akan masuk lobang dan kejeblok alias akan kalah dalam menghadapi "lawan politik".

Dalam dunia politik nampaknya tidak boleh diam tetapi harus berteriak disana sini, kesana kemari. Bahkan tidak cukup hanya berteriak saja, musti memakai pengeras suara agar teriakannya semakin didengar oleh banyak orang. Bukan hanya memakai satu pengeras suara, tetapi beberapa pengeras suara dan kalau perlu pengeras suaranya harus tinggi-tinggi supaya bisa menjangkau banyak orang.

Cukupkah dengan permainan pengeras suara saja? Oh, tunggu dulu! Masih ada lagi, yaitu mengerahkan orang untuk sama-sama berteriak menyampaikan pesannya. Tidak hanya beberapa orang saja, tetapi banyak orang bahkan jumlahnya menjadi "massa" yang melakukan ritual berjalan bersama melintasi jalanan panjang, sambil berteriak-teriak menggunakan banyak pengeras suara dan terus melakukannya secara rutin dan tersu menerus. Yang terakhir ini banyak ditemui dalam masa adanya kontestasi politik baik dilevel daerah maupun level nasional.

Tidak ada diam dalam dunia politik. Semua yang ada dalam arak-arakan politik harus siap dan mampu untuk teriak dan berteriak. Dunia politik selalu diwarnai oleh "kegaduhan" dan "kehebohan" dan "arak-arakan" dijalanan, dilapangan.

Disana akan dan banyak orang, baik yang satu tujuan maupun yang tidak satu tujuan karena saking terbukanya sebuah arak-arakan. Wajarlah kalau dalam dunia politik sangat potensial dan rentan terjadinya gesekan, benturan, bahkan konflik hingga tawuran diantara orang-orang yang terus berteriak.

Inilah gambaran arena politik yang nyaris tidak ada suasana diam atau berdiam diri. Jualan politik selalu diwarnai dengan kemampuannya berteriak agar tujuannnya bisa tercapai. Kesan kuatnya, semakin besar massa teriakkan yang dilakukan dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu maka tujuan dan target politiknya akan tercapai. Dan dengan demikian, apapun cara dan strategi akan dilakukan untuk mengoalkan target politiknya.

Apabila Anda termasuk tipe orang yang pendiam, nampaknya Anda tidak cocok masuk dalam dunia politik yang penuh dengan teriakan dan hiruk pikuk serta rajin turun kejalan dan siap untuk bergesek dan berbenturan dengan siapa saja.

Bagaimana dengan dunia lain? Maksudnya adalah dalam dunia kerja atau duniaa organisasi korporasi? Tapi, pertanyaannya apakah ada perusahaan atau pekerjaan yang merekrut orang untuk hanya diam saja? Atau merekrut karyawan yang tugas pokoknya adalah berteriak-teriak?

Dan pada tataran pengembangan kepribadian dan potensi diri, apakah sikap diam itu lebih baik atau lebih banyak buruknya untuk sebuah keberhasilan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun