Mohon tunggu...
Yunita Indriyani
Yunita Indriyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Energy Security

Co 10

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Permasalahan Terkait Energi dan Manufaktur di Masa Depan

7 Juni 2022   22:00 Diperbarui: 7 Juni 2022   22:17 2218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Sumber daya energi di dunia terutama fosil yang berasal dari batubara, minyak dan gas bumi tersedia dengan jumlah yang relatif besar, namun saat ini dunia tengah menghadapi beberapa tantangan terkait sumber energi fosil tersebut, seperti penurunan produksi secara signifikan serta hasil samping berupa emisi karbon dari eksplorasi skala besar semenjak Revolusi Industri. 

Menurut data oleh (Liu, 2015), Kawasan Asia-Pasifik merupakan konsumen energi terbesar di dunia dengan total 40,5% dimana hal ini melebihi konsumsi energi oleh negara maju seperti Eropa dan Amerika. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : adanya pertumbuhan penduduk/ populasi di dunia, berkembang pesatnya industrialisasi, maraknya urbanisasi dan perubahan struktur demografi pada negara-negara maju sehingga terjadi penurunan permintaan energi primer, sedangkan pada negara berkembang terjadi pola peningkatan permintaan energi primer. Penyumbang emisi gas rumah kaca mayoritas  berasal dari sektor pembangkit listrik, sektor industri dan transportasi hal ini dikarenakan penggunaan batu bara dan BBM yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan konsumsi energi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Untuk mencapai penurunan emisi gas rumah kaca maka diperlukan 4 faktor utama yaitu diversifikasi energi (meningkatkan potensi EBT dan mengurangi energi fosil), pemanfaaran batu bara bersih (clean coal technology) pada pembangkit listrik, substitusi penggunaan energi dari BBM ke gas bumi, dan pelaksanaan konservasi energi supaya berkelanjutan melalui implementasi manajemen energi,  gaya hidup hemat energi dan efisiensi peralatan dalam berbagai sektor industri.

Produksi dan konsumsi energi global masih bergantung pada energi fosil sedangkan penggunaan energi hijau dan ketenagalistrikan semakin berkembang pesat yang memunculkan isu baru berupa adanya ketidakseimbangan dalam distribusi energi sehingga celah antara permintaan dan pasokan energi semakin besar. Oleh karena itu, sudah sepatutnya untuk beralih dari penggunaan energi fosil ke energi hijau atau energi yang dapat diperbaharui seperti angin, matahari, air, thermal/ombak laut,biomass, dll yang notabennya masih memerlukan inovasi teknologi secara lanjut, percobaan dan pengembangan (R&D), tenaga ahli teknis, sistem keamanan dan dukungan secara finansial. Beberapa keunggulan energi hijau dibandingkan fosil adalah sumber daya energi hijau tersedia dengan sumber yang beragam, berlimpah (dapat diperbaharui), rendah karbon, ramah lingkungan serta berpotensi untuk dikembangkan di masa depan (Liu, 2015).

Menurut KESDM masih terdapat tantangan dalam pengembangan proyek EBTKE di Indonesia, diantaranya sebagai berikut :

  • Mahalnya investasi untuk pembangkit EBT
  • Minimnya SDM dalam teknologi EBT
  • Tarif listrik EBT relatif besar sehingga belum menarik minat investor
  • Rendahnya ketertarikan perbankan dalam negeri untuk investasi ke pembangkit EBTKE
  • Pada Biofuel jaminan keberlanjutan bahan baku dan insentif relatif lebih sedikit
  • Terbatasnya insentif untuk konservasi energi

Pemanfaatan Energi di Sektor Ketenagalistrikan dapat dilihat pada Interkoneksi Energi Global atau Global Energy Interconnection (GEI) yang merupakan suatu sistem energi modern yang menghubungkan dan mendistribusikan berbagai sumber energi terbarukan secara efisien bahkan dapat digunakan antar benua dalam mendukung pemerataan energi listrik di dunia (Zhou et al., 2018). Contoh nyata dari konsep GEI adalah adanya rencana pemasangan kabel laut yang melalui Indonesia demi menyalurkan energi terbarukan berupa angin dan matahari dari Australia ke Singapura yang tentunya memerlukan teknologi tinggi. Dimasa depan, penggunaan sumber energi baru dan terbarukan memang dianggap dapat mengurangi penggunaan energi fosil dalam menghentikan pemanasan global dan perubahan iklim sebagai dampak dari emisi karbon. Namun, disatu sisi penggunaan energi baru dan terbarukan yang diimbangi dengan kemajuan digitalisasi memberikan berbagai macam ancaman terkait konektivitas dan otomatisasi yang mengarah pada resiko serangan siber, misalnya perangkat yang terhubung dengan aset energi seperti kendaraan listrik dan smart meters dapat diambil alih kendalinya oleh hacker untuk melancarkan serangan siber terkoordinasi sehingga berdampak pada fluktuasi di pasar energi dunia, ketidakseimbangan distribusi jaringan hingga memicu terjadinya black out atau pemadaman secara besar-besaran. Keberadaan mesin pembelajaran (machine learning) dapat meningkatkan deteksi dan pencegahan terkait potensi ancaman siber pada perangkat/ industri ketenagalistrikan namun jika disalahgunakan dapat menyebabkan permasalahan baru sehingga sistem ketenagalistrikan harus memiliki kemampuan tahan terhadap serangan siber dengan menempatkan sistem jaringan dan managemen keamanan yang handal dalam mendeteksi, menahan, beradaptasi dan mengatasi serangan namun tetap menjaga kelangsungan operasional (IEA, 2021).

Dalam sisi konsumen,  digitalisasi menimbulkan kerawanan pada pelanggaran data privasi dan keamanan konsumen dalam hal ini adalah penggunakan Smart Grid atau jaringan modern yang dapat melakukan pengendalian dan pengoperasian sistem tenaga listrik ke data penggunanya. Smart grid dan teknologi yang merespon permintaan listrik bergantung pada database konsumen yang relatif spesifik, penggunaan data listrik pada waktu yang sebenarnya atau real time sehingga meningkatkan kewaspadaan pada pemilik data terkait.

Sebagai kesimpulan, dalam rangka mencapai Net Zero Emission pada tahun 2050, perlu dilakukan transisi energi dari fosil ke energi baru dan terbarukan yang dapat berasal dari berbagai sumber daya di alam seperti angin, matahari, air, biomass, nuklir dll. Kemudian selain meningkatkan penggunakan energi baru dan terbarukan juga diperlukan perluasan transmisi jaringan yang dapat dilakukan dalam cakupan sektoral, antar negara bahkan antar benua melalui interkoneksi energi global. Namun, kemajuan pada industrialisasi dan digitalisasi terkait energi masih dibayangi dengan ancaman serangan siber yang dapat terjadi sewaktu-waktu seperti pembajakan atau pengambil alihan kendali pada kendaraan listrik, pemicu fluktuasi harga energi di pasar global, ketidakseimbangan distribusi yang mengarah pada pemadaman masal hingga pencurian data privasi konsumen untuk disalahgunakan. Pembuat kebijakan perlu menyeimbangkan antara data privasi dengan kebutuhan perangkat terkait operasional sumber energi pada transformasi digital listrik.

Referensi

IEA. (2014). World Energy Outlook. Retrieved from https://iea.blob.core.windows.net/assets/e6f58562-203e-474c-97a3-486f409aa7ff/WEO2014.pdf

IEA. (2021). World Energy Outlook. Retrieved from https://iea.blob.core.windows.net/assets/4ed140c1-c3f3-4fd9-acae-789a4e14a23c/WorldEnergyOutlook2021.pdf

Liu, Z. (2015). Global Energy Interconnection. China: Elsevier Inc.

Zhou, Y., Chen, X., Tan, X., Liu, C., Zhang, S., Yang, F., . . . Huang, H. (2018). Mechanism of CO2 Emission Reduction by Global Energy Interconnection. Global Energy Interconnection, 1(4), 409-419.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun