Mohon tunggu...
Yuliana
Yuliana Mohon Tunggu... Mahasiswa - KPM IAIN LANGSA

KPM IAIN LANGSA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Beragama Remaja Milenial

21 April 2021   05:44 Diperbarui: 21 April 2021   05:59 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Menjadi individu yang agamis di era digitalisasi merupakan tantangan tersendiri bagi setiap orang, tak terkecuali para remaja di Desa Bandar Baru. Dapatkan mereka menjawabnya?"

Oleh:
Yuliana. Mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Langsa

Satu hal yang menjadi sorotan dalam pergaulan remaja saat ini yaitu ketaatan dalam menjalankan ajaran agama yang tercermin dari prilaku dan tutur kata. bagi seorang muslim, menjalankan shalat lima waktu adalah kewajiban dan pondasi dari seluruh amalan yang dilakukan.

Fase remaja merupakan fase dimana seseorang senang mendapatkan perhatian dari lawan jenis maupun teman-temannya sendiri, senang mendapatkan respon positif dari lingkungannya walaupun yang dilakukan merupakan hal negatif. Inilah yang menjadi masalah bagi perkembangan remaja saat ia tak mampu mengontrol dirinya. Pemahaman beragama yang benar merupakan satu-satunya cara agar remaja dapat terhindar dari semua perbuatan di atas.

Kenyataan yang kita lihat saat ini, pergaulan remaja semakin tidak terkendali, perilaku remaja semakin tak dapat dinalari dan akibat yang ditimbulkan membuat malu dirinya serta keluarganya sendiri. 

Menjadi hal umum jika remaja hamil di luar nikah, kehilangan perawan ketika masih usia sekolah dan terjerembab dalam pergaulan yang salah dengan pemakaian narkoba, pesta miras dan perbuatan melanggar hukum agama. 

Kenyataan ini sungguh mengiris hati. Selain aspek psikologis, aspek pengasuhan, dan lainnya,  pemahaman agama yang minim juga salah satu penyebab kerusakan moral remaja saat ini.

Pengaruh-pengaruh negatif tersebut bersumber dari apa yang dilihat dan diterimanya dari lingkungan. Lingkungan dalam hal ini bukanlah berarti lingkungan sekitar tempat tinggalnya, melainkan lingkungan dimana ia banyak menghabiskan waktu, seperti didepan televisi dengan tontonan yang bukan untuknya, penggunaan gawai yang melebihi batas kewajaran bagi anak remaja hingga pergaulan yang tidak dikontrol oleh kedua orang tuanya.

Sebagai contoh, pada suatu diskusi dimana terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan kegiatan apa yang akan dilaksanakan untuk memeriahkan Maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Bandar Baru. 

Mereka tak lantas bersitegang satu sama lain untuk menguatkan pendapatnya, melainkan mendengarkan serta menyimak bersama pendapat teman lainnya. 

Ketika ada pendapat yang baik untuk dilaksanakan, maka mereka menerima dengan lapang dada dan menjalankan dengan sukarela. Mereka memahami bahwa perbedaan itu hal yang lumrah dan yang terpenting adalah bagaimana kita menerima hal tersebut tanpa perselisihan.

Tantangan yang seringkali dihadapi oleh para remaja diusia ini adalah, rasa malunya mereka ketika ada teman yang menyidirnya dengan sebutan sok alim, cupu, kuper dan berbagai sindiran lainnya. 

Tentu saja sindiran ini berdampak pada menurunya rasa ingin memperbaiki ibadah dan juga disebabkan takutanya mereka dijauhi oleh teman-temannya. Padahal, dalam beragama mestilah itu dijadikan hal utama sebab tanpa agama kita tidak akan tahu siapa yang layak disembah, pedoman apa yang dipegang serta apa tujuan kita hidup di muka bumi.

Lantas, hal ini kemudian menjadi suatu momok menakutkan bagi para remaja yang di cap sebagai manusia sok alim. Namun, ketika ia melakukan suatu kesalahan maka ia pun di cap sebagai pembawa masalah. Lantas, dimanakah letak kesalahannya? Tentu pertanyaan ini acap kali terngiang ditelinga kita.

Dalam hal beragama, tentulah tidak semudah membalikkan telapak tangan hingga menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan keinginan. Seringnya adalah diluar dari harapan bahkan jauh dari yang pernah dibayangkan. Ini tentu menjadi fokus utamanya ketika kita berada pada titik dimana kehampaan jiwa mendera dan butuh solusi secepatnya.

Dari contoh di atas, kita tentunya dapat menarik benang merah bahwa ada kebutuhan rohani yang harus dipenuhi, yaitu Pertama kebutuhan akan kebenaran. Manusia didorong untuk senantiasa mencari kebenaran menggunakan akal dan pengetahuan yang dianugrahkan oleh Allah SWT. 

Hal ini dimaksudkan bahwa apabila akal dan pengetahuan dimanfaatkan dengan benar maka akan menghasilkan gagasan baru yang dapat dibuktikan secara rasional melalui pengalaman dan pengamalan. (Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam Dari Zaman Ke Zaman, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2017).

Kedua adalah akhlak. Secara lahiriyah, manusia memerlukan sifat jujur, amanah, bertaqwa dan sifat-sifat positif lainnya untuk dapat menjalani hidup sebagaimana mestinya. Sering kali didapati bahwa kita akan salah arah dan terus menurus menjalaninya tanpa dapat kembali dengan segera. 

Ini dapat ditepis dengan meningkatkan kualitas ibadah seperti misalnya melaksanakan puasa sunnah, banyak berkumpul dengan orang shaleh dan ibadah lainnya. Maka perlahan tapi pasti, akhlak baik tersebut akan tersemat dalam hati dan sukar untuk berpaling kembali.
Ketiga estetika. Estetika erat kaitannya dengan segala bentuk keindahan, baik yang tampak oleh mata maupun dirasakan oleh hati. 

Sebab, keindahan bukan semata apa yang telihat dan dapat dicerna langsung oleh pikiran, melainkan banyak hal indah yang tak mampu dijelaskan oleh akal pikiran namun mata tak mampu menahan takjubnya. Salah satu contohnya adalah berkaitan dengan baiknya akhlak. Akhlak mulia yang dimiliki seseorang akan menjadi teladan bagi yang lainnya untuk dapat melakukan hal yang sama bahkan melebihi daripada itu. Akhlak Rasulullah SAW hingga kini terus dikisahkan kepada anak-anak agar kelak ia menjadi sosok pemuda dengan akhlak yang baik bak Rasulullah SAW, walaupun sukar untuk mengikuti namun paling tidak dapat mengambil sedikit daripadanya.

Keempat adalah kreasi dan penciptaan. Dalam diri setiap manusia pastinya ada tersimpan dorongan untuk menciptakan hal baru walaupun sering kali tidak tercapai. Tantangan beragama dalam diri remaja salah satunya adalah hal ini. Sebab, untuk menampilkan suatu perubahan bukanlah hal yang mudah, terlebih ditengah era globalisasi seperti ini. Godaan silih berganti menghampiri para remaja untuk mengurungkan niatnya menampilkan perubahan dalam dirinya. Namun ketika ia mampu mengalahkan hal tersebut, maka ia akan menjadi pribadi dambaan kedua orang tuanya.

Kelima, rasa rindu dan ibadah. Kedua kata ini tak lain dimaksudkan untuk manusia dan Allah SWT sebagai Sang Pencipta. Rindu dan Ibadah bagi remaja merupakan tantang berat untuk dijalani namun tak ada salahnya untuk terus dicoba. Sebab, Allah tak akan memberatkan ummatnya melebihi batas kemampuanya, tetapi manusia itu sendiri yang membatasi dirinya. Kerinduan kepada Allah SWT akan menjadikan remaja mendekatkan diri kepada-Nya dalam shalat dan ibadah lainnya. Sedangkan Ibadah merupakan jalan untuk mencapai keridhoan-Nya yang berbuah manis yaitu syurga. Pentingnya para remaja merekonstruksikan kembali gagasannya dalam menjawab tantangan beragama untuk membuktikan bahwa ia mampu menjadi penghuni syurga nantinya. (Triana Rosalina Noor, "Remaja dan Pemahaman Agama", Vicratina, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 3, No. 2, Tahun 2018).

Pemahaman dalam beragama wajib ditanamkan dalam diri seorang anak dari mulai ia bayi hingga dewasa dan menua kelak. Sebab, pemahaman agama akan menjadikannya pribadi yang taat dan dapat menjalankan hidupnya dengan penuh kesyukuran serta menjadi sosok teladan di tengah teman-teman sepermainannya. Tak berguna mempelajari ilmu dunia semata kalau nantinya ketika telah tiada tak dapat membantu. 

Tapi dengan ilmu agama yang benar, ilmu dunia juga akan menjadi berguna sebab dijalankan dengan dasar ajaran islam seperti yang disunnahkan oleh Rasulullah SAW. Bukankah untuk mendapatkan sesuatu paling berharga, kita harus mengorbankan banyak hal? Jadi, berkorban masa muda untuk tidak ikut dalam keburukan merupakan tantangan yang mesti dijawab dengan meneguhkan tujuan beragama. Sebab, tantangan akan mudah diselesaikan dengan cara menghadapinya, bukan malah menjauhinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun