Mohon tunggu...
Yuliyanti
Yuliyanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yuli adja

Yuliyanti adalah seorang Ibu Rumah Tangga memiliki kesibukan mengurus bisnis keluarga, Leader paytren, Leader Treninet. Sebagai penulis pemula telah meloloskan 7 antologi. Penulis bisa ditemui di IG: yuliyanti_leader_paytren Bergabung di Kompasiana 20, Oktober 2020

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rindu yang Terpendam

21 November 2020   11:04 Diperbarui: 21 November 2020   11:05 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Langit senja bergulir ke peraduan
Alunan kidung burung pulang ke sangkar
Gelap pun datang untuk menyapa
Namun, senyummu lenyap bersamanya

         Purnama demi purnama telah berlalu
        Tiada hadirmu hati pun resah merindu
        Keresahan yang berlarut sepanjang waktu
        Bagai sungai mengalir tiada hulu
       
       Ayah, sekian lama aku merindukanmu
       Rindu saat-saat engkau membersamaiku
       Mengarungi perjalanan hidup dari waktu ke waktu
       Dalam setiap langkah jemarimu menuntunku
       
       Masih terasa hangat di pelupuk mata
       Tubuhmu hitam legam terbakar terik mentari
       Menyusuri jalan setapak berbatu dan berliku
       Walau raga renta pun engkau tetap berkarya
       
      Ayah, engkau habiskan waktu membimbingku
      Tutur katamu bagai petuah untukku
       Setiap detak jantungmu menuntun ragaku
      Mengarungi jejak hidup dan kehidupan

   Ayah, aku teringat masa kecilku
   Engkau peluk manja, begitu indah saat itu
   Tiada nasihat berharga, membuat lega hatiku
    Terima kasih telah menjadi Ayah terbaik bagiku

    Terima kasih untuk setiap petuah dan tutur katamu
     Kasih sayang, cinta yang tak pernah surut
     Rasanya semua itu terlalu singkat untukku
     Tak kusangka Allah secepat itu memanggilmu

      Kepergianmu membuat hilang sesuatu dalam hidupku
     Aku sangat ingin bercerita tentang kisahku
     Karena engkau sosok yang menenangkan hati
     Kala gundah lagi mengharu biru


    Saat sakaratul maut menjemput, aku tak di sampingmu
    Ayah, aku minta maaf untuk itu
    Kepergianmu seakan menghentikan aliran darahku
    Menutup setiap rongga aliran napasku

   Meski bukan bisikkanku mengiringi kepergianmu
   Seiring detak jantung teriring doa untukmu
   Kini doa menjadi media terhubung denganmu
   Pintaku, surgalah tujuan terakhir hidupmu


Ayah, engkau pergi bukan tanpa jejak
Jejak yang engkau tinggalkan melekat
Taukah engkau, setiap saat hati merindu
Apakah engkau pun merindukanku

Ataukah kau anggap angin dalam duniamu
Saat mengingatmu air mata ini tiada henti
Tiada ungkapan lain hanya satu kataku
Dalam rindu terpendam teriring doa untukmu

Ayah, perjuanganmu tidak akan berhenti
Cintamu adalah pancaran cahaya
Tidak akan pernah berhenti
Hanya karena engkau menutup jendela

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun