Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Beberapa Kondisi yang Membuat Saya Tetap Memberikan PR pada Siswa

30 Oktober 2022   17:11 Diperbarui: 30 Oktober 2022   20:26 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru mengajar, Sumber gambar: JESHOOTS.com via Pexels.com

Topik pilihan Kompasiana kali ini sangat menarik bagi saya, tentang PR. Tentu saja karena keseharian saya banyak berkutat dengan PR dan tugas-tugas siswa .

PR adalah pekerjaan atau tugas yang diberikan guru kepada siswa agar diselesaikan di rumah dan dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya.

Ada banyak tujuan guru untuk memberikan PR. Namun sayangnya kadang tujuan tersebut tidak selaras dengan yang dirasakan siswa atau orang tua. Beberapa di antara siswa merasa terbebani dengan PR yang dirasa terlalu banyak.

Izinkan dalam tulisan ini saya sejenak bercerita tentang masa lalu. Tepatnya saat saya masih duduk di bangku SMP. 

Saat SMP guru matematika saya selalu memberikan PR di akhir pelajaran. Padahal waktu itu saya mendapatkan pelajaran matematika dalam satu minggu lima jam. Dua jam untuk aljabar, dua jam geometri dan satu jam aritmetika. Bisa dibayangkan untuk matematika saja ada tiga macam PR yang harus disiapkan dalam satu minggu.

Buku Matematika kala itu, tangkapan layar pribadi
Buku Matematika kala itu, tangkapan layar pribadi
Buku yang kami pakai adalah yang seperti pada gambar. Saya ingat di akhir setiap bahasan ada latihan soal. Tiap latihan terbagi menjadi dua yaitu A dan B. Latihan A lebih mudah daripada latihan B. Jadi untuk menuju ke latihan B latihan A harus dituntaskan lebih dahulu.

Tiap latihan terdiri atas rata-rata 10-15 soal. Dan biasanya latihan bagian A yang bisa kami tuntaskan dan akhirnya yang B untuk PR. Berapa nomor? 10-15 soal. 

PR selalu diberikan oleh guru saya dengan harapan kami semua bisa terus berlatih untuk meningkatkan kemampuan memecahkan soal matematika.

Jika ada kesulitan dalam mengerjakan PR biasanya beberapa di antara kami janjian untuk mengerjakan PR sepulang sekolah di perpustakaan atau mampir ke rumah teman. Ya, zaman itu belum banyak bimbel atau guru les.

Lalu bagaimana dengan mata pelajaran lain? Sama. Selalu ada PR yang harus dikerjakan dan dikumpulkan di pertemuan berikutnya. Jika dalam satu hari ada tiga mata pelajaran berarti harus ada tiga PR yang kami siapkan. Lumayan sekali bukan?

Nah, bagaimana siasatnya agar tidak terlalu berat? Bereskan PR hari itu juga, itu siasat kami saat itu. Jadi untuk pelajaran esok hari kami tidak ada tanggungan karena PR sudah dikerjakan seminggu sebelumnya.

Itu dulu, zaman di mana sekolah dimulai pukul 06.30 dan pulang pukul 12.00. Saat itu waktu luang terasa demikian banyak, gangguan bermain gadget juga tidak ada sehingga seberapapun PR tidak ada masalah bagi kami. 

Bagaimana dengan sekarang? Sekarang waktu bersekolah siswa demikian panjang. Mulai pukul 07.00 sampai pukul 14.30. Belum lagi kegiatan ekstra yang kadang memaksa siswa pulang hingga pukul 16.00.

Akibatnya sesampai di rumah siswa akan merasa lelah hingga waktu belajar ataupun berinteraksi dengan orang tua tidak begitu banyak.

Alhasil pemberian PR yang terlalu banyak justru menjadi beban bagi siswa dan akhirnya tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Misal akhirnya PR dikerjakan oleh orang lain, atau asal-asalan saja. 

Berdasarkan hal tersebut dalam pembelajaran, saya lebih sering tidak memberikan PR, namun bukan berarti tidak pernah memberikan PR. Dalam kondisi khusus PR tetap saya berikan, dan kondisi khusus itu adalah:

1. Karena tugas yang belum selesai.

Ilustrasi siswa menyelesaikan tugas, Sumber gambar: Innalar
Ilustrasi siswa menyelesaikan tugas, Sumber gambar: Innalar
Dalam pembelajaran matematika, saya selalu menyiapkan soal-soal dalam tiga kategori untuk dikerjakan secara berkelompok. Soal dalam kategori mudah, sedang dan sulit biasanya saya siapkan dalam bentuk kartu atau ditulis di papan tulis.

Tiap kelompok harus mengerjakan soal mudah dulu. Jika semua anggota kelompok mendapat nilai minimal 80, mereka boleh pindah ke soal sedang. 

Demikian juga jika di soal sedang tiap anggota kelompok bisa mendapat nilai minimal 80 mereka bisa pindah ke soal sulit.

Bagaimana jika nilainya masih di bawah 80? Pada kelompok tersebut akan diberikan penjelasan ulang ataupun penguatan sehingga mereka bisa lebih paham tentang materi yang dipelajari.

Di akhir pembelajaran selalu saya umumkan banyak nilai (bukan besar nilai) yang diperoleh tiap kelompok. Contoh kelompok satu mendapat dua nilai, kelompok dua tiga nilai dan seterusnya.

Akibatnya kelompok yang perolehan nilainya kurang dari kelompok yang lain akan berusaha memenuhi nilainya hari itu juga atau keesokan harinya. 

Nah, kelompok kelompok inilah yang terpaksa mendapatkan PR untuk melengkapi nilai yang harus dikumpulkan. Di sini pemberian PR bertujuan juga untuk melatih siswa bertanggung jawab terhadap tugas yang harus dipenuhi.

2. Karena siswa harus mendapat latihan sendiri.

Membimbing siswa, dokumentasi pribadi
Membimbing siswa, dokumentasi pribadi
Tidak bisa dipungkiri dalam pembelajaran selalu ada siswa yang tidak paham dan memerlukan pembelajaran khusus, misal diterangkan atau latihan soal sendiri. Untuk siswa seperti ini, sesudah diterangkan biasanya akan saya berikan PR barang 2 atau 3 soal.

3. Karena tugas yang harus dilakukan siswa di luar sekolah.

Beberapa tugas misalnya yang berkaitan dengan orang lain terpaksa harus dibuat PR.

Contoh: Suatu saat dalam pembelajaran aritmetika sosial saya memberikan tugas pada siswa untuk berbelanja barang di supermarket dan membawa struk belanja untuk belajar tentang pajak penambahan nilai. Struk ditempel di buku untuk dianalisa di pertemuan berikutnya.

Contoh yang lain adalah saat siswa saya minta mendata apa saja hobby atau makanan kesukaan anggota keluarganya untuk mempelajari materi relasi dan fungsi. Diharapkan lewat tugas ini siswa bisa berkomunikasi dengan anggota keluarga tentang hobby dan makanan kesukaan dan bisa menyatakan relasi dalam berbagai bentuk. 

Pemberian PR yang terlalu banyak memang memberatkan siswa, namun sama sekali tidak memberikan PR menurut saya bukan tindakan yang tepat karena lewat pemberian PR itu bisa ditanamkan berbagai karakter baik seperti kegigihan dan tanggung jawab.

Lewat pemberian PR sekolah juga bisa melibatkan orang tua dalam proses pembelajaran siswa seperti contoh di atas.

Ilustrasi belajar bersama orang tua, sumber gambar: https://www.kibrispdr.org/gambar-anak-belajar-dengan-orang-tua.html
Ilustrasi belajar bersama orang tua, sumber gambar: https://www.kibrispdr.org/gambar-anak-belajar-dengan-orang-tua.html
Tentu saja dalam pemberian PR yang melibatkan orang tua guru harus bijak dalam merancang tugas , karena tentunya orang tua mempunyai kesibukan lain yang harus dilakukan.

Kesimpulannya, dalam kondisi tertentu PR masih perlu diberikan pada siswa, namun jangan memberatkan. Guru juga harus bijak dalam memberikan PR karena ada banyak mapel yang harus dipelajari oleh siswa di sekolah.

Salam edukasi..:)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun