Kudengar ibuk tertawa. "Pas masih kecil ya memang repot mbak Narti.., namanya juga anak anak. Umek...," kata ibuk.
Aku tersenyum mendengar jawaban ibuk. Aku bisa membayangkan  betapa ruwetnya ibuk mengasuh kami berempat yang masing masing hanya berjarak dua tahunan. Aku yang punya dua anak saja rasanya seperti ini.
"Sekarang kamu sudah enak Sri, anak-anak  sudah besar besar, ada cucu pula, kamu tidak kesepian seperti aku," tambah Bude Narti lagi. Ada nada sedih dalam suaranya.
Kudengar ibuk tertawa lembut. "Ah, Mbak Narti, kenapa harus kesepian? Anakku 'kan anakmu juga ? Nanti mereka  biar sering-sering ke sini," hibur ibuk.
"Bener ya, Sri," kata Bude Narti memastikan.
"Iya, Mbakyuku..," jawab ibuk lagi.
Kudengar Bude Narti dan ibuk tertawa bersama.
"Nang, jahenya kalau dingin tidak enak lho..," kata Bude Narti pada Danang. Bergegas Danang menuju ruang tamu dan terlibat kembali dalam percakapan bersama ibuk dan Bude Narti.
Mbok Rah datang di teras sambil membawakan roti dan teh hangat buat Fatim dan Bobby. Fatim melihat ke arahku.
"Bunda.., Mau roti," rengeknya.
Mbok Rah tersenyum sambil mengulurkan roti yang langsung diterima Fatim dengan sukacita, demikian juga Bobby.