Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita tentang Rindu

21 April 2021   09:23 Diperbarui: 21 April 2021   09:32 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: cloob.com

Gajinya habis untuk makan,  tak memungkinkan bahkan untuk sekedar membayar seorang buruh cucipun.

Rindu?  Ternyata justru dia yang merindukan saat-saat itu.  Saat ia bisa menikmati tawa anak-anak,  saat ia bisa menikmati tawa dan keluh kesah isterinya,  saat anak-anak minta sesuatu untuk keperluan sekolah..,  betapa ia merindukan semuanya.

Ia rindu saat Yudistira anaknya yang pertama merengek minta dibelikan bola plastik.  Karena pas tanggal tua ia berjanji akan membelikan bola itu beberapa hari lagi.  Yudistira yang tidak sabar terus merengek tiap hari,  hingga akhirnya ibunya yang mengalah dengan mengurangi uang belanja untuk dibelikan bola.

Ia rindu pada pijatan tangan Bima anaknya yang kedua saat ia merasa capek. Sesuai namanya Bima mempunyai badan yang kuat. Ia rajin memijat ayah atau ibunya.

Ia juga rindu pada perhatian Arjuna anaknya yang paling kecil  yang selalu membawakan tasnya sepulang dari kantor dan berteriak teriak,  "Bapak pulang..! "

Dan di atas semua itu ia begitu rindu pada isterinya yang selalu sabar menemani dan mengisi hari harinya. Entah mengapa Ramadhan selalu membawa kesyahduan tersendiri dengan rindu yang tiada terperi.

Kemana semua itu?  Kini rumah begitu lengang.  Sekarang rumahnya bersih,  tak ada mainan berserakan,  tak ada jerit anak-anak,  tak ada lagi suara penggorengan di dapur.  Semua kebutuhannya sudah dipenuhi anak-anak dengan memesankan pada catering yang lumayan lezatnya.  Ah,  tapi mengapa makanan jadi tidak selezat dulu? Dulu dengan lauk yang sederhana dan dibagi-bagi semua terasa begitu lezat.

Matahari semakin beringsut menuju ke barat.  Qiroah yang dikumandangkan dari langgar menunjukkan azan ashar segera tiba.  Beberapa anak kecil bersarung lewat depan rumah.

"Mbah?  Monggo ten langgar.., " sapa mereka.  Laki laki itu tersenyum. Ia memang dipercaya untuk azan setiap Duhur dan Ashar.

"Ya wes,  kalian berangkat dulu, " katanya.

"Nanti diajari nekeran lagi ya Mbah? " pinta salah seorang anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun