Mohon tunggu...
yulfrizon syarif
yulfrizon syarif Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pengangguran. Tapi bukan berarti tdk berbuat apa2. Bismillah... Memohon selalu di rahmati & di Ridhoi Allah @eys_bejo

Selanjutnya

Tutup

Politik

Aku Memilih untuk Tidak Memilih

8 April 2014   18:01 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:55 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengapa golput? Mengapa harus memilih? Mengapa pula ramai2 menghakimi golput sebagai biang anti perubahan? sikap tak perduli dan tidak membangun? Mengapa pula keluar kritik dan seruan untuk memilih, tapi tidak berseru untuk pemilu yg lebih baik? Sampai2 mencontohkan dengan salah sebuah seruan jaman Nabi dan sahabat, untuk memilih yang terbaik diantara yang terburuk sekalipun. Jaman Nabi pemimpin tidak mencalonkan diri.. para calon pemimpin tidak bersolek dan memanipulasi  agar terpilih.. setidaknya pada jaman itu masyarakat tahu dengan pasti siapapun para sahabat yang dipilih, memberikan harapan kebaikan pada mereka. Dan lucunya ada beberapa ulama sekarang  yang hanya menggunakan seruan ini untuk kepentingan yg tidak jelas. Hanya gembar gembor pilihlah yg terbaik sekalipun harus memilih di antara yang terburuk. Bahkan mengharamkan mereka yang tidak memilih….. ajaib!!!! Lupa bahwa rakyat sudah memilih “pilihan untuk dipilih” pada jaman itu. Jadi proses seleksi itu hanya untuk menentukan pilihan rakyat mana yang paling baik, karena para calon sudah dipilih rakyat. Bukan figur yang tiba2 muncul entah darimana dan penuh dengan riasan dan topeng. Dan lebih ajaib lagi, figur itu memunculkan dirinya sendiri, mengakui dan mengabarkan kebaikan dirinya sendiri. Jadi sebelum mengharamkan golput, serukan haram dulu bagi yang mencalonkan diri dengan niatan kekuasaan. Bahkan membayar untuk dipilih, membayar orang untuk mengintimidasi agar dipilih, dan bahkan mungkin ada yang rela membayar untuk menutupi aib agar terpilih. Pemerintah yang aneh menyuarakan itu tanpa melihat fakta yang ada. Rakyat sudah lelah. Dan yang pasti rakyat semakin pintar karena kelelahannya.

Bayangkan, ada seseorang yang berpuisi menjelek-jelekan kandidat lain, berdalih hanya berpusi tanpa maksud berbicara buruk. Jelas sekali berdalih di televisi yang disiarkan ke seluruh negeri ini seakan-akan rakyat bisa dibodohi dengan dalihnya. Dan ada lagi seseorang kandidat yang dihina, dicela dan dijatuhkan tapi menggagap tidak terjadi apa2. Jadi itu sebagian isi orang2 yang akan kita pilih! Seandainya harga diri negara ini diserang oleh negara lain, mereka hanya akan diam dan berdalih kepada rakyatnya dengan semua kepalsuan!

Ada lagi seruan agar memilih karena suara kita akan disalahgunakan seandainya tidak memilih. Adakah jaminan suara kita tidak disalahgunakan seandainya kita memilih? Sudah lelahkah orang-orang baik mengkritisi penyelenggara pemilu agar lebih baik, sampai harus mengkritik dan berslogan aneh untuk mereka yang “golput’? bayangkan kalo kita memancing… andaikata kita salah memasang umpan, dan ikan tidak memakan umpan.. haruskah kita marah dan dengan lantang berteriak ikan bodoh!!!  Wahai ikan.. makanlah umpan walaupun umpan itu buruk untukmu! Kenapa tidak kita perbaiki umpannya. Kita pilih umpan yang terbaik untuk mendapatkan ikan yang baik pula. Kalau seni memancing sudah melelahkan dan tidak menggugah minat perbaikan pada para pemancing, ya sudah, diracun atau dilistrik saja ikannya, tanpa harus berargumen membela keburukan.

Hhmmm dengan lancar keluar begitu saja kalimat dari mulut seorang yang menurut saya penuh dengan kekecewaan. Tidak seperti bahasan sebelumnya, penuh kecerian saat berbicara alam dan sepeda. Setidaknya acara “gowes” kami kali ini menyita waktu istirahat lebih lama. Entah apa yang membawa kami bicara sampai dengan topik ini. Beliau yang biasa bertanya hal2 tentang sepeda kepada saya, kali ini lugas dan lantang.

Di rumah setelah bersepeda dan berdiskusi tentang “Golput”, membawa saya teringat saat di yogya dulu. Saat itu seorang senior sma saya yang kuliah di UGM berbicara tentang “golput”. Menurutnya golput adalah sikap protes terhadap pemilu yg saat itu tidak jujur dan adil. Golput pilihan sikap untuk kritik terhadap kesalahan yang dilakukan penyelenggara pemilu. Bahkan di hari tenang kampanye yang Cuma diikuti 3 partai politik, dipakai untuk berkampanye “golput” saat itu. Dengan atribut serba putih, mereka keliling yogya layaknya sebuah partai politik juga.

Akhirnya setelah ijin dari beliau yang menjadi lawan diskusi saat bersepeda, saya putuskan menulis ini di kompasiana. Dan permintaan beliaupun saya turuti untuk diposting satu hari sebelum pemilu. Beliau tidak ingin tulisan ini jauh2 hari sudah dibaca banyak calon pemilih. Karena yang harus dikritik penyelenggara pemilu. Bukan para pemilih. Sekalipun pemilih yang memilih untuk tidak memilih.

Tidak ada niatan pribadi saya mengutip kalimat2 beliau untuk mempengaruhi orang lain agar tidak memilih dalam pemilu esok. Tetapi  saya melihat sebuah sudut pandang yang berbeda dari beliau yang mungkin oranglain bisa melihat dan merasakannya. Kritik yang tajam harus terus diberikan kepada seluruh yang terlibat dalam pemilu esok. Itu juga berlaku bagi kita yang memilih. Karena sebuah kritik lebih baik daripada kita berpura-pura semua sudah baik.

Terimakasih.

@eys_bejo.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun