Mohon tunggu...
Yuestika Kerenhapukh
Yuestika Kerenhapukh Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

international relations student. curious by nature, often found sitting in front of a laptop, surrounded by dog fur. (views expressed here are my personal opinion)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ekofeminisme, Ketika Perempuan Berjuang untuk Ibu Bumi

7 Maret 2020   19:31 Diperbarui: 7 Maret 2020   20:10 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
credit: globalgreen on pinterest

Menyambut International Women’s Day kali ini, penulis ingin membahas mengenai ekofeminsme, keterkaitan perempuan dengan ancaman lingkungan yang sedang kita hadapi sekarang.

Ekofeminisme, merupakan cabang feminisme yang menghubungkan feminisme dan ekologi, berakar dari keyakinan bahwa patriarki telah berkontribusi pada penindasan perempuan dan eksploitasi sumber daya alam bumi. 

Istilah ini sendiri diciptakan oleh penulis Perancis yakni Françoise d'Eaubonne pada tahun 1974. Ekofeminis pada awalnya mulai mengenali bagaimana industri yang dipimpin oleh laki-laki – seperti minyak, batu bara, penebangan, dan peternakan hewan – menyebabkan kerusakan permanen pada bumi (Madsen, 2000).

Mereka ini mengonseptualisasikan bumi sebagai makhluk yang tertindas, yang dieksploitasi untuk keuntungan ekonomi dan politik orang lain. Mereka melihat kesamaan dalam perlakuan laki-laki terhadap bumi dan perlakuan mereka terhadap perempuan. Mereka mulai mempopulerkan konsep "environmental conciousness” dan meningkatkan kesadaran tentang bagaimana masalah lingkungan saling berkaitan dengan banyak masalah keadilan sosial lainnya (Estévez-Saá & Lorenzo-Modia, 2018).

Dengan demikian, gerakan ekofeminis pun lahir. Gerakan ini agak berubah sejak konsepsi. Sebagai contoh, banyak ekofeminis mula-mula yang memandang perempuan sebagai nurturing healers, yang secara alami lebih berbelas kasih terhadap mother earth dan hewan.

Namun, saat ini pandangan tadi tuh dianggap agak stereotip – karena ga semua perempuan mempunyai sifat yang maternal dan nurturing – tetapi sebenarnya masih ada butir kebenaran dalam perspektif ini, sih. 

Misalnya, perempuan lebih cenderung menjadi vegan atau vegetarian, dan beberapa menganggap hal ini terjadi karena mereka lebih simpatik dan peduli terhadap hewan karena fakta bahwa kedua kelompok sering menghadapi perlakuan yang buruk.

Ekofeminis sendiri juga punya concerned dengan berbagai masalah feminis lainnya. Mereka ga cuma melihat masalah dari perspektif feminis atau lingkungan – mereka mengeksplorasi di mana dua sudut berpotongan, dan bagaimana perusakan lingkungan secara khusus berdampak pada perempuan.

Salah satu contoh intersection itu adalah efek dari polusi. Kita semua tahu kan bahwa dengan kita mencemari udara, air, dan tanah dengan menggunakan  bahan kimia berbahaya atau bahkan sepenuhnya beracun menyebabkan kerusakan serius pada lingkungan. 

Kita juga tahu bahwa hal tersebut merupakan hal berbahaya bagi kesehatan manusia – misalnya dengan kita meminum air yang tercemar atau menghirup udara yang tercemar dapat mengakibatkan penyakit.

Tapi kan polusi membahayakan semua orang secara adil, bukan? Ya belum tentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun