Mohon tunggu...
Yudi Zulfahri
Yudi Zulfahri Mohon Tunggu... Dosen - Direktur Eksekutif Jalin Perdamaian

Master Kajian Ketahanan Nasional, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pilkada DKI Jakarta, Penistaan Agama, dan Munculnya Politik Identitas

17 April 2018   20:42 Diperbarui: 17 April 2018   20:44 2471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Yang lebih mengherankan lagi, pada Pilkada Solo tahun 2015 yang lalu, FX Rudy kembali terpilih menjadi walikota Solo dalam kontestasi Pilkada. Padahal pada waktu itu sebagian umat Islam juga sangat gencar menyebakan opini haram hukumnya memilih pemimpin non-muslim. 

Hal ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di Jakarta, dimana Ahok bukan saja kalah dan masuk penjara, tapi Pilkada DKI Jakarta juga telah menyebabkan terbelahnya bangsa Indonesia.

Dimensi Power Distance

Penolakan yang dilakukan oleh FPI dan sebagian umat Islam terhadap Ahok yang merupakan seorang non-muslim merupakan bentuk dari dimensi High-Power Distance vs Low-Power Distance yang dikemukakan oleh Geert Hofstede dalam menjelaskan dimensi sosial budaya. 

Menurut Hofstede (2010), Power Distance dapat didefinisikan sejauh mana anggota institusi dan organisasi yang kurang kuat di dalam suatu negara mengharapkan dan menerima itu.

Masyarakat yang masuk kedalam budaya High-Power Distance cenderung menggunakan hubungan kekuasaan yang lebih otokratis, dimana kekuasaan orang lain harus diakui hanya berdasarkan dimana mereka berada dalam struktur formal atau posisi hirarki tertentu. Sedangkan masyarakat yang masuk ke dalam budaya Low-Power Distance menginginkan persamaan kekuasaan dan menuntut justifikasi atas perbedaan kekuasaan.

Ahok masuk ke dalam dimensi High-Power Distance, dimana ia merasa berhak memimpin Jakarta karena secara konstitusi dirinyalah yang berhak untuk menggantikan Presiden Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta, dan ia juga berhak untuk kembali mengikuti kontestasi Pilkada DKI Jakarta selanjutnya. 

Ahok merasa bukanlah sebuah masalah jika ia menjadi pemimpin di suatu daerah dimana mayoritas penduduknya berbeda agama dengannya selama hal itu masih sesuai dengan konstitusi. 

Sedangkan FPI dan sebagian umat Islam lainnya masuk ke dalam dimensi Low-Power Distance. Mereka merasa yang berhak memegang kekuasaan tidak hanya dilihat dari aspek formalitas semata, namun juga harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Daerah yang masyarakatnya mayoritas muslim, maka harus dipimpin oleh seorang muslim juga.

Menghindari Ketidakpastian

Disamping pemahaman bahwa umat Islam haram dipimpin oleh pemimpin non-muslim, kelompok umat Islam yang menolak Ahok juga diliputi rasa kekhawatiran akan ketidakpastian terakomodirnya kepentingan umat Islam jika dipimpin oleh orang yang berasal dari luar Islam. Apalagi hal itu mulai terlihat dari kebijakan yang pernah diambil oleh Ahok ketika ia melarang takbir keliling dan pelaksanaan kurban di sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun