Mohon tunggu...
Yudi Kurniawan
Yudi Kurniawan Mohon Tunggu... Administrasi - Psikolog Klinis, Dosen

Psikolog Klinis | Dosen Fakultas Psikologi Universitas Semarang | Ikatan Psikolog Klinis Indonesia | Contact at kurniawan.yudika@gmail.com | Berkicau di @yudikurniawan27 |

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Deteksi Dini Radikalisme, Mungkinkah?

17 Mei 2018   15:05 Diperbarui: 18 Mei 2018   13:25 1206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: JawaPos.com

Hari-hari ini, bangsa Indonesia kembali mengalami kecemasan kolektif akibat ulah para teroris. Kasus bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo tidak hanya memunculkan perasaan geram, marah, dan kecewa, tetapi juga timbul rasa iba dan kasihan. Bagaimana mungkin kita mengasihani aksi keji para teroris?

Tentu tidak, kita tidak sedang mengasihani para teroris. Kita iba kepada anak-anak mereka yang sejak usia sangat dini telah ditanamkan gagasan radikal. Kita tidak habis pikir bagaimana orangtua mau dan mampu mengajak anak-anaknya melakukan aksi keji terhadap orang lain. Dua keluarga menjadi pelaku teror bom bunuh diri dalam dua hari berturut-turut. Bagaimana mungkin?

Seperti disebutkan dalam pemberitaan, tidak ada hal aneh yang dilihat oleh para tetangga dari keluarga-keluarga yang melakukan aksi teror. Mereka dikenal baik, rajin beribadah, dan tampak sebagai keluarga harmonis. Tidak ada yang mencurigakan. Ide-ide terkait aksi teror sangat sulit terdeteksi selama tidak ada perilaku yang menguatkannya. Selain sulit, kita kadang bingung apakah sebuah gagasan termasuk menyimpang atau tidak.

Lima Ide Berbahaya

Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik). Perilaku teror sendiri berawal dari gagasan radikal. Ada satu penelitian yang menarik ditelaah untuk memahami ide-ide radikal yang dapat bermuara pada perilaku teror.

Dua psikolog dari Pennsylvania University, Roy Eidelson dan Judy Eidelson, mempublikasikan tulisan berjudul Dangerous Idea: Five Beliefs that Propel Groups Towards Conflict, diterbitkan oleh American Psychological Assosiation pada tahun 2003. Kelima ide berbahaya tersebut adalah superiority (superioritas), injustice (ketidakadilan), vulnerability (kerentanan), distrust (ketidakpercayaan), dan helplessness (ketidakberdayaan). Pada tingkat individu, gagasan seperti ini akan menimbulkan perasaan tidak nyaman dan kecemasan. Pada tingkat kelompok, ide tersebut dapat memicu konflik antarkelompok.

Individu yang mengganggap dirinya superior, diperlakukan tidak adil, berada pada posisi yang rentan, tidak percaya pada pihak lain, atau merasa dibuat tidak berdaya cenderung membuat jarak dengan individu lain yang dianggap berbeda dengan dirinya. Individu akan membuat kategorisasi sosial dan melahirkan persepsi ingroup-outgroup dalam perilaku kelompok.

Saat berada dalam satu kelompok, individu akan cenderung menilai kelompoknya lebih baik dari yang lain. Persepsi seperti ini akan sangat berbahaya bila diperkuat dengan stereotip yang keliru terhadap kelompok lain. Pada akhirnya, persepsi tersebut dapat menginisiasi munculnya ide-ide berbahaya pada individu.

Apakah ide-ide berbahaya ini ada di sekitar kita? Banyak. Coba amati bagaimana arus percakapan di sosial media. Kita dengan mudah menemukan ujaran kebencian antar kelompok yang berbeda keyakinan, berlainan afiliasi politik, atau berbeda daerah. Haruskah kita menanggapinya? Tidak perlu. Tahan jari kita di dunia maya. Membalas komentar-komentar bernada kebencian di dunia maya seperti menyiramkan bensin pada api. 

Deteksi Dini Ide Berbahaya

Apa yang harus dilakukan bila kita menemukan orang dengan gagasan-gagasan berbahaya tersebut? Bila ia/mereka adalah orang terdekat kita, rangkul dan dekati. Perubahan sikap orang dengan gagasan radikal tidak terjadi dalam satu malam. Ada proses panjang yang mereka lalui. Ada pergulatan batin dan pikiran yang terjadi pada mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun