Mohon tunggu...
yudi hermawanto
yudi hermawanto Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pecinta buku, belajar sedikit menulis, dan suka film fiksi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

DETIK - DETIK MENGHILANGNYA TEKNOLOGI DALAM PROSES PEMBELAJARAN

6 Agustus 2022   14:26 Diperbarui: 6 Agustus 2022   14:31 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gempita pemanfaatan Learning Management School sejak Pembelajaran Jarak Jauh mulai mengalami penurunan, kembali kepada proses belajar mengajar masa lalu, yang lebih banyak dilakukan secara klasikal. Teknologi yang seharusnya memudahkan bagi penggunanya. Lewat teknologilah, guru dapat menghadirkan fenomena - fenomena dalam dunia nyata secara real time. Pengalaman belajar sesungguhnya ini tentu akan membawa proses belajar menjadi lebih menyenangkan.

Perlahan kesulitan mengoperasionalkan perangkat mulai mendera. Dimasa PJJ, baik WFO maupun WFH, mudah sekali menemukan bantuan apabila mereka mengalami kesulitan. Kemampuan dibidang teknologi sering menjadi halangan manakala ada masalah dengan perangkat, maklum banyak sekali teman pengajar yang tidak berlatar belakang IT.

Saat pembelajaran tatap muka, sering ditemukan beberapa prasarana pendukung yang tidak lagi berfungsi secara baik. Kabel power yang kurang tertancap dengan baik pada LCD, konektor VGA yang salah satu kaki pada PINnya tertekuk akibat salah memasangkan, jaringan internet yang tidak stabil pada kelas yang diampu merupakan sumber frustasi guru.

Kegagalan instalasi ini sering membutuhkan waktu dalam penanganannya, akibatnya waktu belajar efektif menjadi berkurang, karena Gurunya sibuk dengan perangkatnya.. Apalagi jika lokasi kelas berada di sudut - sudut yang tidak mudah dijangkau bagi sebagian guru yang berusia lanjut.  

Beberapa solusi bisa mereka ditempuh, dengan membawa perangkat portabel yang bisa dipindahkan, hanya saja dapat dibayangkan betapa susahnya saat menuju ujung kelas yang berada di lantai 3 membawa laptop, kabel rol, LCD, speaker, dan buku perangkat mengajar, lalu pada jam belajar berikutnya harus berpindah ke lantai I dengan cara yang sama.

Lalu mulailah detik - detik itu....

Hanya berbekal buku. Gambaran kesulitan saat saat mengajar menggunakan perangkat IT di atas membuat sebagian guru datang hanya membawa buku pelajaran semata. Pembelajaran dilakukan secara klasik dengan sintaks yang sama. Siswa diminta membuka halaman sekian, lalu beliau memberikan penjelasan hal yang sama terhadap materi tersebut. Terkadang bahkan juga dibacakan. Langkah berikutnya adalah menugaskan siswa menjawab tugas yang ada pada lembar kerja yang terdapat di dalam buku. 

Terjadi proses "merangkum" materi.yang tidak masuk akal. Meski secara konsep merangkum adalah salah satu cara untuk mencari ide pokok sebuah paragraf, namun dalam pelaksanaannya merangkum yang dilakukan oleh siswa adalah mencatat kembali kalimat - kalimat yang ada di dalam buku, bukan sekedar mencari kata kunci dari materi secara keseluruhan. 

Tanda berikutnya adalah mulai ditinggalkannya Learning Management System menjadi semionline. Para guru lebih memilih media sosial dan messenger untuk mengirimkan tugas siswa. Pendekatan ini dilakukan karena ke 2 aplikasi di atas sangat dekat siswa, dan hampir semuanya memiliki. Tugas yang ditulis di buku tugas lalu difoto. Entah bagaimana cara menganalisis kemampuan siswa dalam menyerap materi yang diberikan.

Jam kosong yang dimasa pandemi dapat dikurangi melalui pemanfaatan materi on line, kini mulai bergelontang. Pelonggaran kebijakan dimasa pasca pandemi Covid membuat guru kembali menjalankan tugas - tugas diluar tugas utamanya. Akibatnya sering siswa harus ditinggal untuk belajar mandiri di dalam kelas masing - masing, setelah diberikan tugas. Padahal tugas - tugas ini sering kali tidak memberikan tambahan pengalaman belajar bagi siswa. Mereka lebih mudah mencopy paste jawaban dari internet ke dalam buku catatan, dengan tanpa pengawasan sama sekali. 

Mulai bertumpuknya kertas - kertas ulangan, tugas atau buku catatan di meja guru juga menjadi penanda semakin ditinggalkannya teknologi. Selain memberikan kesan kumuh, tumpukan kertas kerja tersebut juga minim koreksi. Sangat tidak mungkin menilai 8 kelas dengan jumlah murid yang diampu lebih dari 200 orang dalam beberapa hari. Belum lagi kesulitan memahami jawaban siswa karena tulisan mereka yang tidak cukup jelas dibaca. 

Simpulan.

Teknologi dalam proses pembelajaran tetap harus diadopsi meski pembelajaran tak lagi secara virtual. Longgarnya aturan membawa gawai di ruang kelas sesungguhnya memberikan siswa untuk mengeksplorasi pengetahuan jauh di luar kemampuan yang dimiliki guru. Eksplorasi ini akan memberikan pengalaman siswa secara nyata. Maka tak ada jalan lain bagi guru untuk terus istiqomah dalam menggunakan LMS sesuai dengan kemampuan mereka. Agar tidak terjadi frustasi akibat hal diatas, sekolah harus mempersiapkan perangkat pendukung ditiap - tiap kelas yang dipandu oleh tenaga ahli di bidang IT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun