Dalam jenuh ku menanti, berharap waktu bisa mempercepat gerakannya, sedikit menggetarkan jemarinya biar sedikit ada rasa, tak cuma lamunan dan lalu lalang tak ada kejelasan.Â
Di sini disudut bandung yang berkerlip, ada nafas nafas tawa yang riuh, gesture yang menggoda dan tatapan yang saling beradu dalam riang. Aku menjadi saksi saja.Â
Ada yang melilitkan jarinya, menggenggam erat kelingkingnya, memeluk kuat lengan yang dicinta, dan tepukan telapak tangan para sahabat yang baru bersua. Aku menjadi perekamnya.Â
Bandung yang ramai, diantara aku yang sepi, sunyi dan sendiri. Tanpamu yang tak mau bersapa. Dan tak ada yang disapa. Bandung yang terlalu riuh untuk ku sendirikan. Tapi aku tetap penyukanya. Bandung yang tetap bandung, sang jantung keramaian.Â