Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Membedah Postur Anggaran 2015 *Gunakan Sesuai Kebutuhan bukan Keinginan

15 September 2014   23:48 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:36 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabinet pemerintahan Jokowi dihadapkan pada persoalan ruang fiskal yang terbatas, setidaknya hal tersebut menjadi dalih bagi upaya penghapusan beban subsidi energi dalam hal ini BBM guna menjadi modalitas pemerintah dalam kepentingan sektor pembangunan.

Masih ada peluang untuk segera melakukan evaluasi atas perubahan APBN 2015, pun ketika diasumsikan opsi pesimistis terjadi dengan kondisi tidak terdapat celah bagi pengajuan revisi APBN, maka pemerintahan baru dituntut untuk membentuk strategi nan lugas serta cerdas.

Bila berkaca dalam asumsi makro APBN 2015, angka yang dipatok memang terbilang optimistis dengan laju pertumbuhan diangka 5.6 % dengan inflasi yang bertengger di 4.4% serta indikasi nilai kurs berada di Rp11.900/ U$ dollar, ditambah dengan asumsi harga minyak dunia di U$105/ barel.

Pemerintah baru dengan spirit yang berbeda dan semangat pembaharu, harus mampu mendefinisikan situasi ini sebagai sebuah tantangan ketimbang kesulitan, karena masih ada peluang dibalik semua skenario.

Hal terpenting yang dimiliki pemerintah kali ini adalah basis kepercayaan dan dukungan rakyat, sehingga kondisi tersulit sekalipun yang menjadi signifikan adalah kemampuan berkomunikasi pemerintah kepada masyarakat mengenai dasar asumsi kebijakan yang diambil dengan fokus pada orientasi besar kepentingan publik.

Jika diasumsikan pendapatan negara ada diposisi Rp1.762T berbanding kebutuhan berbelanja yang Rp2.019T maka defisit anggaran diangka Rp257.5T atau sekitar 2.32% dari PDB, maka hal yang harus dilakukan adalah efisiensi dan efektifitas budget.

Kalau pendapatan sudah dapat dipastikan, maka kehendak belanja perlu dibatasi agar tidak besar pasak daripada tiang. Jika sudah demikian, prioritas dalam kebutuhan perlu diidentifikasikan sesuai dengan capaian tujuan yang dibutuhkan bagi kepentingan masyarakat luas.

Prinsip utamanya adalah sebisa mungkin tidak menambah beban hutang yang akan diwariskan kepada para generasi penerus dimasa mendatang.

Kebutuhan dan bukan keinginan adalah hal yang harus dipisahkan secara tegas, sehingga dapat terjadi efektifitas penggunaan anggaran.

Tengok saja belanja kementerian dan lembaga yang Rp600T, dimana serapan ini akan terkonsentrasi pada belanja operasional rutin biaya pegawai dan berbagai agenda kegiatan, maka sekali lagi nafas penghematan dilakukan dengan mengetatkan ikat pinggang.

Fokus pada prioritas kerja lebih baik dipergunakan dari sekedar rapat studi banding dan lokakarya yang lebih banyak menghabiskan sumberdaya waktu maupun biaya.

Kemudian transfer ke daerah yang ada sekitar Rp630T harus dipergunakan untuk kepentingan pengembangan daerah secara tepat guna dalam membangun kondisi perekonomian daerah tersebut.

Pada aspek subsidi energi dan subsidi energi yang Rp433T itu, harus bisa dirangkum apa yang perlu dilaksanakan secara bijak, kenaikan harga BBM yang nampak tidak terelakkan harus dibarengi dengan pemberian contoh keteladanan dalam kesederhanaan yang memberikan pengayoman bagi seluruh masyarakat.

Pemimpin negara dan jajarannya, pada fase yang ketat secara ekonomi, perlu tampil kemuka dengan tidak berjarak sebagai bentuk komunikasi publik yang sinkron dengan aspirasi masyarakat yang sudah pasti terbebani dengan semua kebijakan kenaikan harga tersebut.

Langkah tidak populer memang tidak bisa dihindarkan, tapi pil pahit itu harus mampu diyakinkan kepada masyarakat adalah sebuah langkah yang terbaik bagi perbaikan dan kesembuhan bangsa yang sakit secara penganggaran ini, dan untuk itu faktor keteladanan menjadi penting.

Disisi lain, anggaran pendidikan yang Rp404T diutamakan bagi peningkatan akses publik akan pendidikan bermutu hingga sekolah tinggi yang mendorong terciptanya lapisan sumberdaya manusia yang berkualitas dimasa mendatang, untuk sektor ini evaluasi menjadi penting karena sasaran ukuran dilihat dari strategi jangka panjang pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Alokasi pos belanja lain yang sampai Rp191T itu, harus bisa dipastikan pengajuan peruntukan penggunaan hingga pertanggungjawabannya, sehingga tidak dijadikan sebagai lumbung para pemburu rente yang berlindung diranah kekuasaan politik.

Keterlambatan pembangunan infrastruktur nasional harus dapat dioptimalisasi dengan pos sebesar Rp169T, proyek dibawah alokasi budget ini harus dipastikan tepat dalam implementasi pelaksanaan, karena seringkali disinyalir bila proyek fisik pemerintah anggaran realisasi meruap hingga 50-60% dari budget yang disediakan.

Dengan infrastruktur yang semakin baik, tentu diharapkan pertumbuhan arus barang, jasa dan modal akan berjalan dengan baik, sehingga dapat membantu stimulasi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Pada pos yang minor berkaitan dengan kewajiban pembayaran hutang sebesar Rp134T, harus dapat dinegosiasikan pada para Kreditur agar terdapat interest cut atau scheduling dan restrukturisasi hutang, dimana hal itu akan membantu kelonggaran arus kas bagi pemerintah.

Dibagian tersisa postur anggaran, menempatkan pertahanan Rp94T dan transfer ke desa Rp9T maka yang terpenting adalah penempatan kerangka kerja sesuai dengan kepentingan atas kebutuhan nan urgent, karena terbatasnya anggaran tersedia.

Akhirnya, apakah pemerintah mampu? Akan menjadi heroik bila Jokowi-JK menyatakan sanggup tanpa harus melakukan revisi APBN 2015 dengan memberikan contoh suri tauladan penghematan, agar bangsa ini mampu mulai berbenah dalam penggunaan anggaran sesuai kebutuhan dan bukan keinginan semata.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun