Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gugatan Kaum Cerdik Pandai

9 Februari 2024   15:07 Diperbarui: 9 Februari 2024   15:11 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seruan akademisi! Sudah berbagai kampus di tanah air secara susul menyusul menyuarakan nada keprihatinan akan proses kontestasi kekuasaan kali ini. Berbeda dari berbagai episode kehidupan politik sebelumnya, para cerdik pandai merasa perlu menyampaikan aspirasi yang merepresentasikan kepentingan publik dalam menjaga demokrasi. Kekuasaan perlu digugat agar kembali pada koridornya.

Sebagian pihak, yang diasosiasikan berada di kelompok kekuasaan, menyebut seruan dan fenomena turun gunung kelompok intelektual ini di orkestrasi dengan motif kepentingan tertentu di tahun politik.

Pada kondisi yang serupa, terdapat langkah yang dikoordinasi sistematik melalui berbagai kampus untuk upaya berbeda haluan, ditujukan guna menyanjung keberhasilan pembangunan.

Kita memang tengah menuju fase puncak dari situasi dinamis periode politik, maka hukum aksi reaksi berlangsung. Tetapi mengesampingkan apa yang disuarakan para ilmuwan terkait situasi aktual yang tengah kita dihadapi, jelas merupakan hal picik.

Lapisan terdidik ini memiliki bekal kompetensi yang lebih dari cukup untuk membaca serta menilai, sejauh apa realitas politik yang berlangsung.

Berbagai peristiwa saling bertaut dalam momentum politik, jelas tidak berada di ruang kosong. Keputusan Mahkamah Konstitusi yang kemudian berujung sanksi etik melalui Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi terkait syarat pencalonan kandidat.

Ditambah dengan putusan pelanggaran etika Komisi Pemilihan Umum dalam penerimaan kontestan yang akan berkompetisi, seakan mempertegas narasi besar kepentingan kekuasaan untuk tetap mempertahankan kekuasaannya. Oligarki.

Belum kemudian menyoal pernyataan bahwa pucuk pimpinan tertinggi memiliki hak kampanye yang legal sesuai ketentuan berlaku, meski kemudian menyatakan tidak akan mempergunakan hak tersebut, seolah saling berkesinambungan.

Program bantuan sosial yang bereskalasi dalam anggaran jumbo, waktu pelaksanaan yang berhimpitan, serta personifikasi. Plus, wacana mengenai pemilihan dalam agenda satu putaran bergema, diiringi berbagai hasil survei. Tentu teramat mengkhawatirkan.

Dengan begitu, sikap dan pernyataan guru besar berbagai kampus perlu dicermati secara seksama tentang netralitas, etik dan moralitas serta nasib demokrasi di masa mendatang. Sikap untuk kembali menghidupkan ruh kritis atas kekuasaan perlu diapresiasi.

Selama ini, para akademisi hidup di puncak gading dalam gua ilmu pengetahuan berjarak dari realitas sosial, bahkan tenggelam secara hegemonik melalui rutinitas akademik yang bersifat administratif. Siuman dari pingsan berkepanjangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun