Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kultus dan Reorientasi Kekuasaan

12 April 2022   15:09 Diperbarui: 13 April 2022   07:21 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kompas/Jitet

Hitung ulang kekuasaan! Aksi unjuk rasa mahasiswa kemarin, menjadi satu sinyal penting untuk dapat dimaknai secara utuh oleh para penguasa. Fokus isu yang dibawa, mulai dari soal politik masa jabatan, merambah hingga urusan hajat keseharian publik.

Apakah aspirasi ini ditunggangi? Mungkinkah suara yang disampaikan merupakan elaborasi pemikiran kritis mahasiswa? Kita bisa berasumsi dan memakai perspektif apapun mengenai demonstrasi itu, satu yang pasti ekspresi tidak bisa disumbat.

Bagi para pengasong ide kekuasaan, usulan untuk melakukan penundaan, perpanjangan, atau bahkan memberi ruang tambahan waktu berkuasa menjadi tiga periode, seharusnya diakomodir sebagai sebuah bentuk aspirasi (?)

Argumentasi tersebut jelas keliru, bahkan keluar konteks. Kebebasan berpendapat dalam menyampaikan ide dan gagasan jelas dilindungi konstitusi, sementara perihal utak-atik masa kekuasaan dengan tegas dibatasi juga dalam konstitusi.

Dengan begitu, ide dan ekspresi berpendapat tentang durasi masa hidup berkuasa, menjadi sebuah tindakan bersyarat yang diperbolehkan, bila aturan terkaitnya mengalami perubahan terlebih dahulu, melalui amandemen konstitusi.

Pendapat itu sepintas tampak setengah benar -half truth, tetapi ahistorik. Mengapa begitu? Berdasarkan sejarah lintasan kekuasaan negeri ini di masa lalu, menyadarkan kita bila kursi kuasa cenderung untuk digenggam berlama-lama, selama mungkin.

Konsekuensi dari kekuasaan yang terkonsolidasi untuk waktu yang lama, dan tersentral pada satu figure adalah perubahannya menjadi bercorak otoriter, mewujud sebagaimana Thomas Hobbes menyebut Leviathan -monster beringas.

Kekuasaan adalah godaan. Saat ada digenggaman, kekuasaan memiliki kemampuan untuk memerintah, lebih dari sekadar membujuk, hingga memaksa. Hegemoni, mengutip Gramsci, adalah kerja kekuasaan dalam format terselubung, tidak frontal.

Jelujur tangan kuasa hadir dalam berbagai bentuk -omnipresent, dan terdispersi ke dalam banyak lembaga sosial yang juga dikontrol oleh kekuasaan, seperti formulasi Michael Foucault. Sulit dihindarkan, kekuasaan berpotensi membunuh demokrasi.

Dalam rumus kekuasaan, anything goes -apa saja boleh. Namun kekuasaan kerap lupa, hal utama dalam demokrasi dimana esensi dasarnya membatasi kekuasaan, harus terjadinya sirkulasi, menghindari konsentrasi kuasa secara mutlak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun