Masalah kesehatan di awal kemerdekaan tenggelam dinbandingkan dengan upaya mempertahankan kemerdekaan dari agresi penjajah serta pemberontakan, disamping kemiskinan dan persoalan kelaparan yang lebih dominan.
Seiring waktu, persoalan kesehatan mendapat perhatian secara bersamaan dengan gagasan pembangunan. Runutan kisah tersebut terurai dalam buku Vivek Neelakantan, Memelihara Jiwa-Raga Bangsa: Ilmu Pengetahuan, Kesehatan Masyarakat, dan Pembangunan Indonesia di era Soekarno, 2019.
Masalah kesehatan mulai dipandang krusial dalam mendukung kemajuan bangsa, sesuai dengan tujuan kemerdekaan.
Rumah Sakit, Kini dan Nanti
Ruang transisi. Rumah sakit sebagai sebuah institusi pemberi layanan kesehatan berada diantara emosi dan harapan, bak surga dan neraka.Â
Pilihan bagi para pasien yang berkunjung ke pusat kesehatan adalah pulih atau berpisah dari kehidupan fisik. Pandemi semakin menempatkan peran penting keberadaannya.
Sebuah rumah sakit mengintegrasikan berbagai kompetensi. Tidak hanya dalam kelolaan aspek medis, termasuk pelayanan non medis. Dengan begitu, interaksi pelayanan di rumah sakit menjadi multikompleks.
Sebut saja berbagai profesi medis yang bernaung didalamnya, seperti: dokter, perawat, laboran, radiolog hingga apoteker, belum berbagai bidang profesi lain sebagai sistem pendukung.
Ilustrasi sederhana dalam menimbang keberadaan rumah sakit adalah padat karya, padat modal dan padat konflik. Selama ini, rumah sakit menjadi oase bagi pencari kesembuhan, sekaligus merupakan ruang mengumpat karena kekecewaan dan kesedihan.
Keberadaan rumah sakit yang terbatas, memerlukan dukungan kuat untuk mengoptimalkan perannya secara signifikan, terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Di rumah sakit, tidak hanya ada pasien yang berharap sembuh dari penyakit, tetapi juga ada tenaga medis yang berjuang untuk membantu pasien melewati masa sulit yang menyakitkan tersebut.