Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Media Sosial Minus Tanggung Jawab Sosial

4 Agustus 2020   14:58 Diperbarui: 5 Agustus 2020   14:32 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di jagat media sosial, interaksi dan pertemanan seolah menjadi faktor penentu kebenaran. Susunan konten dan konteks menjadi tidak bermakna, karena ruang digital ditautkan melalui vibrasi emosional, bukan lagi disandarkan pada aspek rasional. Para pakar telah mati.

Sekurangnya, Tom Nichols dalam The Death of Expertise, 2018 mengemukakan hal tersebut. Kemampuan untuk menjadi produsen dan konsumen informasi secara dinamis di dunia maya tidak lagi membutuhkan derajat kepakaran, semua memiliki kesetaraan secara terbuka.

Tembok akademik runtuh. Para pakar tidak menarik untuk didengar, selain itu mereka sibuk dengan sederet hal ilmiah yang berjarak dari persoalan publik. 

Di sisi lain, para content creator dan pengelola data media sosial, dengan keahlian dan kelihaian memainkan algoritma digital mampu mempersuasi publik.

Dimana letak salahnya? Sekurangnya terdapat beberapa argumentasi yang menyebabkan hal itu terjadi, (i) sikap diam dan mendiamkan pada berbagai kasus publik di media sosial oleh para pakar, memungkinkan opinion leader mengambil peran dan ruang kosong tersebut, (ii) platform media sosial sendiri, sudah terdegradasi dalam soal tanggung jawab serta makna sosial, (iii) regulasi tidak mampu mencakup perubahan dinamis, dari pola komunikasi modern yang saling terhubung melalui jaringan online.

Bila sudah begitu, apa yang harus dilakukan? Gerakan sosial masyarakat sipil yang memegang teguh prinsip kurasi, verifikasi dan nilai-nilai keutamaan kemanusiaan harus mengambil sikap responsif. 

Media konvensional tampil menjadi penyeimbang yang kredibel, dari keberadaan media baru. Format jurnalisme media baru yang hadir dalam kecepatan -speed, melunturkan nilai kurasi, dan secara bersamaan justru mengembangkan aspek sensasional.

Konstruksi Kehebohan

Kehebohan adalah tujuan. Traffic alias keramaian dalam keriuhan tema dari sebuah isu, menjadi ladang panen dalam menjaring nilai nominal yang diperoleh melalui pendapatan iklan. Prinsip itu berlangsung dalam tempo yang singkat, sesingkat-singkatnya dinamakan viralitas.

Lalu bagaimana menempatkan kajian Tom Nichols dengan pandemi? Pada struktur media sosial, maka indikator dan ukuran yang menjadi medan pertaruhan bukan persoalan reputasi ilmiah, melainkan jumlah followers. 

Dalam kajian psikologis, jumlah pertemanan tidak berkorelasi dengan makna keberadaan yang substansial. Bisa jadi banyak teman justru hampa makna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun