Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Tenaga Kesehatan yang Terpapar, Dibungkam, dan Diserang

18 Juli 2020   22:49 Diperbarui: 21 Juli 2020   10:22 1952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Relawan Indonesia Bersatu Lawan COVID-19 bersiap menggunakan APD saat menghadiri acara Siaga Pencanangan Gerakan Nasional Indonesia Bersatu Lawan COVID-19 di Lapangan Wisma Atlet, Jakarta, Rabu (22/4/2020). (Sumber Gambar: ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)

Disebut pula data pasien dimanipulasi agar beroleh untung. Diksi rumah sakit nakal mencuat dianggap mengakali status pasien menjadi Covid-19 demi nilai klaim. Prasangka sejenis ini jelas sesat dan sungguh mensesatkan.

Nampak keruh wajah penanganan pandemi di tanah air. Jumlah kasus harian terlapor konsisten menanjak. Belum bisa dipastikan puncak penularan mencapai titik tertinggi. Pembukaan kembali interaksi sosial, melalui frasa new normal, diralat menjadi adaptasi kebiasaan baru, membuka pertambahan kasus baru. 

Tuan dewan terhormat, membuka pertanyaan retoris bermodal sebaran berita di media sosial. Padahal, viralitas di jagat digital membutuhkan ruang validasi. Tidak pelak label buruk itu semakin melekat dan dicorengkan ke muka tenaga dan institusi medis. 

Simalakama dilayani mendapatkan tuduhan tidak melayani disebut tidak profesional dan mengabaikan kode etik.

Logika mencari keuntungan di situasi sempit seperti pandemi adalah bentuk kegagalan bernalar. Logika yang bengkok. Bahkan salah sejak premis itu diajukan. Lihat saja, anggaran kesehatan dalam mengatasi pandemi, yang besarnya 87,55 triliun serpannya baru 5,12 persen, sekitar 4,48 triliun saja. Sangat rendah.

Apakah hal itu mampu dimaknai sebagai sebuah keuntungan? Tentu saja tidak. Seluruh institusi pelayanan kesehatan, justru tengah mengalami periode surut karena jasa layanan bagi pasien umum non Covid-19 justru drastis anjlok, lebih 50 persen di bawah kapasitas normal. Jelas rugi.

Sementara itu, biaya operasional justru meningkat termasuk mengadakan berbagai sarana perlindungan bagi keamanan tenaga medis dan seluruh pengunjung maupun pasien di rumah sakit. Melempar wacana tentang rumah sakit nakal tanpa basis bukti, amat menyakitkan.

Proses Klaim Berliku

Persepsi negatif publik harus diluruskan. Dimulai dari para pemangku kebijakannya. Ketika pandemi melanda arah kebijakan mengalami dinamika. Peraturan terus berubah dalam merespon situasi yang berkembang. Hal wajar.

Begitu juga dengan proses penjaminan pembayaran klaim atas pemberian layanan bagi pasien Covid-19, sekaligus terkait stimulus insentif yang dijanjikan akan diberi kepada tenaga medis. Adakah nilai nyawa, bisa dibarter dengan nilai klaim? Tengok jumlah pemberi layanan medis yang tertular dan meninggal. Aneh.

Bukankah para tenaga medis mulai dari perawat bahkan tenaga dokter maupun para spesialis yang telah gugur itu, juga memiliki kehidupan dan keluarga yang menanti mereka kembali di rumah? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun