Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menebak Mimpi TVRI di Tengah Konflik Dewas Vs Helmy Yahya

22 Januari 2020   12:40 Diperbarui: 24 Januari 2020   00:29 2768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung TVRI Senayan (Tribunnews/Lusius Genik)

Pertama: terkait efisiensi produksi in house TVRI, bisa jadi biaya produksi program sendiri jauh lebih tinggi daripada membeli. Kedua: berkenaan dengan efektivitas program, akan terkait dengan kemudahan serta kemampuan untuk menarik perhatian pelanggan, dibanding membentuk program sendiri.

Bila mengacu pada kedua komponen tersebut, maka kita menempatkan alat ukur industri televisi swasta, dengan kerangka rating dan audience share.

Hal itu pula yang menjadi alasan Dirut Helmy berkeras untuk dilengserkan, karena rating TVRI semakin naik. Disebabkan kemampuan TVRI dalam memenangi persaingan, untuk pembelian hak siar Liga Inggris bahkan Piala Dunia.

Patut diberi acungan jempol. Dirut Helmy lihai. Tapi sayangnya, organisasinya masih menyisakan elemen konservatif, yakni dewan pengawas. Aspek pragmatis, berhadapan dengan konsep idealis. Di sini pangkal persoalan itu bermula. Bagaimana sesungguhnya TVRI menampilkan dirinya sebagai Lembaga Penyiaran Publik -LPP.

Melalui skema investigatif, beberapa analisis mencoba mengaitkan hal ini, seolah sebagai medan perang TVRI dengan kepentingan swasta, yang nampak gerah karena kemajuan televisi milik pemerintah tersebut. Maka dengan tangan-tangan di Dewan Pengawas TVRI, Dirut Helmy harus dihentikan. Lagi-lagi perlu bukti valid.

Lembaga Abu-Abu
Bila Anda pernah mengalami masa di mana TVRI memberlakukan pembayaran iuran untuk setiap layar kaca di rumah, maka mungkin rekam jejak itu yang bisa menjadi pembuka persoalan.

Perlu dipahami media adalah sebuah jenis industri. Dalam industri media, terdapat dua kait penting yang sulit dipisahkan, yakni ekonomi dan politik. Di tengah laju perkembangan media, melalui digitalisasi dan konvergensi, TVRI harus mampu survive dengan modalitas yang dimiliki.

Sementara itu, agar tidak ditinggal pemirsa, perlu dilakukan modernisasi. Celakanya, dalam upaya mengejar modernisasi, membutuhkan investasi yang tidak sedikit, bahkan bisa jadi berisiko. Dirut TVRI perlu memutar otak, ketika kantong cekak. Kombinasi pendapatan selain subsidi negara, adalah iklan, tidak mungkin lagi dengan iuran.

Sekurangnya, langkah Helmy cukup cerdas. Strateginya dengan meningkatkan konten komersial yang selaras dengan ketertarikan pasar, guna menghadirkan para pengiklan. Hal itu ditujukan untuk meningkatkan pendapatan, supaya menambal program yang sifatnya non-komersial, sebagai bentuk pelayanan publik. 

Tapi, TVRI butuh lebih dari sekadar cerdas mengelola persoalan ekonomi media, melainkan juga soal politik media. Mengapa? Karena status TVRI adalah LPP, dan sebagai perusahaan milik negara.

Apa maknanya? sebagai LPP, maka ilustrasi yang ditampilkan adalah kepentingan publik, dengan format netralitas, independen dan mengacu pada budaya adiluhung. Padahal media massa saat ini, justru menghasilkan budaya massa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun