Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Silang Mimpi Budaya Indonesia

19 November 2019   15:07 Diperbarui: 19 November 2019   15:13 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pencarian Budaya
Kembali pada pertanyaan paling awal, adakah budaya Indonesia? Dalam kajian Kuntowijoyo, budaya nasional adalah akumulasi dari budaya-budaya lokal. Lebih jauh lagi, Muchtar Lubis menyatakan beberapa ciri manusia Indonesia, termasuk diantaranya munafik, feudal, percaya takhayul hingga plagiat. Indikasi ini tentu semakin mencemaskan.

Sesungguhnya tidak ada budaya lokal yang otentik dan genuine. Nusantara adalah tempat persilangan budaya. Karena sulit untuk bisa memastikan manusia Indonesia yang sesungguhnya. Hasil analisis DNA (Tempo, 15/10) mengungkapkan hal tersebut. Rujukan atas pelacakan DNA, justru menempatkan originalitas DNA lokal berasal dari proses migrasi dari wilayah teritori geografis Afrika yang beradaptasi dengan situasi lingkungannya.

Bukan hanya itu, penelusuran atas manusia modern dalam penelitian terbaru, menunjuk lokasi Afrika, lebih tepatnya Botswana sebagai kampung halaman, lengkap dengan kontroversinya (Kompas, 30/10). Jadi adakah manusia Indonesia yang asli? Jawabnya merujuk beberapa hasil penelitian tersebut, agaknya tidak ada.

Lalu adakah budaya asli Indonesia? Interaksi sosial dan lingkungan manusia yang berkedudukan di wilayah nusantara, bisa jadi membentuk satu norma dan budaya baru. Tetapi kita tidak pernah hidup menyendiri, karena jejak kontak hubungan dengan berbagai bangsa telah tercatat dalam pola kehidupan manusia sejak jaman-jaman nusantara terdahulu. Arus perdagangan dunia, hubungan antar kerajaan di nusantara adalah buktinya.

Dengan begitu, sebagaimana Ben Anderson yang menyatakan bahwa budaya nasional terbentuk sebagai perluasan dan ekstensifikasi atas imajinasi bersama ditingkat komunitas. Sehingga, alasan terbesar dalam kepentingan nasionalisme adalah imajinasi bersama, latar historik dan proyeksi kehidupan bersama. Nasionalisme bukanlah sebuah proyek dalam upaya rekayasa paksa secara teknokratik, melainkan melalui mimpi bersama.

Merujuk hal itu, sejatinya persoalan kontradiksi dalam perbedaan sebagai sebuah negara bangsa adalah hal yang alamiah, selama kita mampu mewujudkan mimpi-mimpi serta gagasan konseptual bersama menjadi sebuah realitas tujuan, yakni menciptakan masyarakat merdeka, adil dan makmur serta sejahtera.

Perbedaan, hanya dapat diatasi dengan membangun ruang komunikasi sebagaimana yang dinyatakan Habermas, dengan berbasis pengakuan perbedaan melalui koreksi Honneth. Mengakui perbedaan adalah kemampuan untuk keluar dari ketertutupan proses berpikir bebas. Dan kini kita justru tengah terjajah akibat ruang bernalar yang semakin sempit tersebut.

Berbeda itu biasa, bersama dalam mencapai tujuan dengan ragam perbedaan itu justru luar biasa. Itulah kita, bukan aku, kamu dan kalian tapi sekali lagi kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun