Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Jalur Sunyi Kabinet Kerja

13 Oktober 2019   00:50 Diperbarui: 13 Oktober 2019   05:44 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Eskalasi politik di akhir babak, layaknya sebuah pertunjukan, menghadirkan banyak kejutan. Di tengah turun naik dinamika sosial politik, isu kabinet nampaknya masih mencari format.

Pertemuan pada penghujung masa jabatan, untuk masuk ke periode pelantikan lanjutan, menjadi isyarat tentang potensi kompromi dan berbagi. 

Situasi itu, nampak akan menghangat di detik-detik penentuan. Formulasi kabinet akan menjadi kejutan pamungkas dari riuh rendah politik dibagian permukaan. Oposisi bukan pilihan menarik.

Semua pihak berhitung. Bahkan untuk kawan koalisi yang di awal menyebut tanpa syarat. Politik memang soal kalkulasi kekuasaan. Disitu rasionalitas politik ditempatkan. Disisi lain, kita berhadapan dengan irasionalitas keterbelahan hari ke hari.

Realitas Politik Kita

Sejalan dengan siklusnya, etape politik akan diwarnai dengan ketegangan, friksi dan konflik sebelum menuju kepada format resolusi serta konsolidasi. Menggunakan model tersebut, maka wajar bentuk yang diambil adalah negosiasi dan akomodasi.

Problemnya, sengitnya persaingan dalam kontestasi politik, merembet jauh ke bawah. Membelah akar rumput, menciptakan memori yang sulit dihilangkan. Ada harga yang sangat mahal dalam demokrasi kita.

Polarisasi adalah fenomenanya. Realita yang terjadi jauh lebih buruk, bahkan saling menegasikan eksistensi. Irasionalitas terjadi. Meninggalkan kesadaran dibagian belakang, berjalan seiring dengan ketidakpercayaan.

Pada pendekatan post truth, ada soal di bagian terciptanya distrust. Realitas kebenaran menjadi subjektif. Emosionalitas menguat dibanding rasionalitas. 

Kita terjebak di gelembung sabun yang memerangkap -filter bubble. Dengan begitu, hanya suara seirama yang dapat terdengar sebagai gema, yang diakui menjadi kebenaran -echo chamber.

Sementara, para elite dan oligarki telah selesai dalam pesta. Struktur dibagian bawah, menjadi kaki meja penyangga bagi berlangsungnya pesta telah lapuk. Umbaran soal mewakili kepentingan publik, menjadi sangat klise.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun