Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Erick, Republika, dan Nilai Berita

7 Desember 2018   07:47 Diperbarui: 7 Desember 2018   08:52 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Satu hal yang pasti, adalah sebuah kesulitan yang teranat besar saat ini, termasuk bagi Parpol untuk mampu memobilisasi massa secara sukarela dan bersifat massif.

Perspektif berbeda mungkin saja dapat disampaikan, karena memang cara melihat dan sudut pandang akan sangat bergantung darimana dan pada posisi seperti apa Anda melihat suatu peristiwa. Interpretasi bisa sangat multitafsir dan jamak. Tapi seolah memandang reuni aksi 212 sama sekali tidak memiliki nilai berita adalah sebuah kekeliruan fatal, Republika relatif cukup aman dalam hal ini, karena masih mencoba membuka ruang beritanya.

Bias Netralitas

Pemberitaan memproyeksikan sebuah realitas, membangun narasi. Pilihan logisnya bisa dalam berbagai kemungkinan, (1) memotret realitas sebagaimana adanya, (2) mengaburkan realitas, (3) menyembunyikan realitas dan (4) melepaskan realitas, lantas kita mengenal citra sebagai gambaran imajinasi. 

Bila media mulai bermain pada tataran konsepsi dibagian-bagian akhir dalamframe sebagaimana uraian tipologi diatas, kita tentu menyayangkan, karena potensi besarnya untuk menjadi medium sekaligus alat pencerahan.

Akankah pemberitaan bersifat netral, dalam makna objektif? Banyak sekali varian jawabannya. Tetapi bisa dipastikan sulit mencapai netralitas absolut, media massa bagaimanapun adalah  industri yang berbicara tentang valuasi angka. Lebih jauh lagi, angka tidak lepas dari kepentingan dan ketertarikan khalayak. 

Lalu mengapa ada media yang sama sekali mem-blackout sebuah peristiwa yang memiliki nilai berita? Jawabnya terletak ditangan para pemilik dan tangan-tangan kekuasan.

Mengapa begitu? Redaksi adalah medan pertempuran wacana, dimana gagasan dilontarkan berdasarkan azas rasionalitas yang spesifik. Tetapi hasil akhirnya invisible hand lah yang menentukan. Lantas siapa yang menjadi tangan tidak terlihat itu? Sang sutradara ada dibalik layar, bahkan agak jauh dari meja redaksi. Mereka adalah para penentu.

Jadi, meskipun artikel Erick Thohir mencoba memposisikan dirinya terpisah dari pilihan redaksional, amat sangat sulit melihat hal tersebut sebagaimana yang diharapkannya. Tapi hal itu merupakan sebuah sikap dan konsekuensi atas pilihan yang telah diputuskan, kita tentu menghormatinya, namun mampu memahami apa yang tersirat dan tidak tertulis dalam bacaan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun