Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Surat Kabar dalam Riwayat Selayang Pandang

14 September 2018   04:44 Diperbarui: 14 September 2018   05:13 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tidak dipungkiri, penemuan mesin cetak merubah pola interaksi dan persebaran informasi pada jamannya. Termasuk membentuk pola dan gaya hidup yang berbeda dari periode sebelumnya. Pada masa pra mesin cetak, mengharuskan proses duplikasi literatur dilakukan secara manual, dengan demikian publikasi sebuah informasi disebarkan secara berantai melalui tatap muka dan bersifat langsung, kendalanya terletak dipersoalan waktu dan jarak.

Setelah mesin cetak dipergunakan dalam melakukan duplikasi informasi, maka ilmu dan pengetahuan baru menjadi sangat berkembang. Surat kabar kemudian menjadi sebuah produk yang menjawab kebutuhan keseharian akan update informasi. Tidak hanya tentang hal-hal disekitar lingkungan terdekat, tetapi juga informasi dari daerah-daerah yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Lalu lintas informasi lantas berkembang secara jarak jauh, melalui telegraf, membuat interkoneksi jalur komunikasi semakin terkonsolidasi. Sebagai mahluk komunikastif, sejatinya homo sapiens memang mengembangkan kemampuan bersama melalui bertukar pikiran dan berbagi informasi melalui proses komunikasi. Dengan demikian, semua upaya penemuan percepatan arus tukar-menukar informasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kesejarahan kehidupan manusia.

Saluran Komunikasi Interaktif

Tahapan selanjutnya beralih ke perangkat telepon, sebuah alat dengan dominasi basis audio atau dikenal sound telegraf. Lantas, terjadi revolusi dalam proses produksi, konsumsi serta distribusi informasi secara jauh lebih cepat dari yang pernah ada sebelumnya, sifatnya one to one connection. Ilustrasi ini, terus menerus terjadi setiap kurun waktu perubahan medium -saluran komunikasi. Fase perkembangan lisan menjadi tulisan menjadi sangat diperkaya.

Situasi yang tipikal juga terjadi ketika ditemukan radio, media elektronik pengembangan awal yang membuat amplifikasi secara langsung dan interaktif, evolusi telepon dalam jalur one to many. Lantas bergeser ke layar kaca televisi, dimana sebuah informasi tidak hanya dapat dibaca, didengar tetapi sekaligus dilihat dalam realitas video yang disiarkan secara visual, tentu terdapat gejolak yang sama.

Kembali keawal perkembangan mesin cetak, maka produk komunikasi yang dihasilkan berupa surat kabar, dan agaknya keberadaan hasil cetak surat kabar pada saat itu, setidaknya memiliki kemiripan ketika kini kita hidup diruang maya dengan perantaraan internet. Pembedanya, internet memungkinkan proses informasi terkoneksi secara live dan realtime, sedangkan surat kabar bersifat tunda dan bersambung untuk menghadirkan kedalaman.

Segala sesuatu berjalan dengan sangat cepat, perubahan komunikasi tradisional menjadi diperantarai hasil cetak menyebabkan semua orang seolah menjadi sangat haus informasi tunda tersebut. Pun demikian yang terjadi ditanah air, sejarah surat kabar nasional memberi gambaran dengan rinci bagaimana proses adaptasi model komunikasi tersebut ditularkan oleh para penjajah ke pihak yang dijajahnya di bumi nusantara.

Surat Kabar Kaum Terpelajar

Tidak dipungkiri, surat kabar di Indonesia awalnya dimulai dengan kiriman surat kabar dari negeri Belanda untuk warga keturunan Belanda yang bertugas di Hindia Belanda saat itu. Perkembangan mesin cetak dan reformasi politik di Eropa termasuk belanda yang tercerahkan melalui masa-masa perkembangan ilmu pengetahuan aufklarung, membuat semangat tersebut terbawa hingga tanah jajahan. Maka dimulai pulah proyek penciptaan surat kabar yang berisi kondisi riil bagi koloni Belanda dilokasi dimana keberadaanya.

Cikal bakal surat kabar tanah air memang diinisiasi oleh keturunan Belanda pada masa awal perkembangannya, seiring waktu kelompok Tionghoa pun terlibat karena akses pengetahuan dan kemampuan modal yang mereka miliki. Secara samar, surat kabar Tionghoa pada saat itu mulai beririsan dengan kepentingan penduduk lokal, karenanya penggunaan bahasa melayoe adalah strategi untuk mengasosiasikan persamaan pandangan tersebut.

Implementasi politik etis, dengan memperbesar akses pendidikan ditanah air, menyebabkan lapisan atas kelompok elit pribumi mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan. Dan kemampuan tersebut, dibarengi dengan era pemahaman pengelompokan kepentingan, tentang demokrasi dan politik serta menyoal tentang organisasi.

Sejalan dengan itu, surat kabar lokal diberbagai daerah muncul dan membawa berbagai misi yang sesuai pendiriannya. Akumulasi perasaan sebagai kelompok terjajah dan gagasan tentang kebebasan serta kemerdekaan muncul, difasilitasi melalui pendirian keorganisasian. Meski proses komunikasi tetap didominasi oleh kaum terpelajar, proses massifikasi informasi ditularkan melalui organisasi.

Media Kelompok Kepentingan

Ketika kemudian kemerdekaan mewujud sebagai hasil karya dan perjuangan banyak pihak yang senasib sepenanggungan terjadi. Surat kabar kemudian menjadi alat perjuangan kepentingan kelompok. Transformasi organisasi massa menjadi partai politik, membuat masing-masing partai politik membutuhkan medianya sendiri untuk memperluas gagasannya.

Pertarungan gagasan yang dulu dimulai dengan cita-cita merdeka, beralih menjadi bagaimana membentuk Indonesia paska proklamasi sesuai dengan ideologi politik yang diyakini oleh setiap kelompok. Perbenturan ide tidak dapat dihindarkan, tetapi dalam batas terkendali, karena masih dekatnya jarak keterjajahan jelang kemerdekaan, memori kolektif tersebut menjadi pemersatu.

Namun, pada akhirnya kemudian, jarak pandang yang berbeda meruncing ditengah perubahan situasi politik nasional. Partai politik mengentalkan asing-masing kepentingan, lantas surat kabar menjadi alat untuk membenarkan kepentingan kelompok, hingga pada akhirnya situasi dinamis lantas berujung pada perpindahan kekuasaan dari orde lama ke orde baru.

Pertunjukan slogan keamanan, ketertiban dan pembangunan kembali menguat. Pasal-pasal karet yang mengurusi surat kabar dan pers, dipergunakan sebagaimana jaman kolonial untuk memastikan tidak terjadinya pergerakan sosial yang dapat memberikan gangguan stabilitas. Hingga pada akhirnya hakikat perubahan pun tidak dapat dihalangi karena kungkungan kekuasaan, yang kemudian menghasilkan reformasi dan peralihan kekuasaan hingga saat ini.  

Paska reformasi, surat kabar semakin berkembang meski menghadapi tantangan perkembangan kemmajuan teknologi. Satu yang mencolok, saat ini pemilik media surat kabar adalah pelaku politik secara langsung maupun tidak langsung, pertanyaan reflektifnya, apakah hal itu bisa tetap dalam persepsi yang sama pada awal kelahiran surat kabar diperiode permulaan bumi nusantara yang ditujukan sebagai cita-cita mulia untuk mencerahkan dan membebaskan? 

Atau sekedar memastikan kuasa dan kepentingan kelompok semata? Kita memang sedang terjebak pada pragmatisme post colonial yang tetap membawa cara berfikir sebagaimana kaum penjajah terhadap bangsanya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun