Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Paradoks Pengetahuan dan Homo Faber

23 Agustus 2018   16:24 Diperbarui: 23 Agustus 2018   16:36 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hakikat kehadiran pengetahuan adalah sebagai sarana bantu kehidupan, yang merupakan hasil aktifitas akal budi manusia. Pengetahuan bersifat praktis, menjadi daya dukung bagi kehidupan, sekaligus filosofis merupakan kerangka bagi pembangunan dunia kemanusiaan itu sendiri.

Pada pendekatan praktis, manusia merupakan homo faber yang menyejatikan eksistensi kehadiran dirinya melalui kegiatan bekerja yang dilakukan, tidak hanya sekedar bekerja untuk bertahan hidup, tetapi sekaligus menjadikan kerja sebagai ekspresi atas karya serta nilai kemanusiaan.

Sepanjang sejarahnya, pengetahuan memiliki kecenderungan akan keberpihakan, seharusnya arah atas tendensi tersebut diutamakan bagi kepentingan kolektif manusia, namun pada realitasnya pengetahuan kerap menjadi alat penguasa untuk mendominasi relasi sosial yang terbentuk, sehingga menimbulkan ketertundukan.

Dengan demikian, prinsip bebas nilai, terutama "bebas dari" tekanan diluar nature pengetahuan serta "bebas untuk" kepentingan kemanusiaan adalah bentuk imajinasi ideal. Pun termasuk keberadaan teknologi sebagai aplikasi praktis dari fungsi pengetahuan sebagai pendukung kehidupan manusia.

Penguasaan teknologi yang terkonsentrasi pada sekelompok orang mengakibatkan berkuasanya segelintir elit atas mayoritas. Relasi asimetris homo faber atas ilmu pengetahuan tersebut, menciptakan model keterpaksaan manusia atas nama otoritas kuasa pengetahuan dan teknologi.

Demikian pula dengan alam politik dan demokrasi kita saat ini, yang selalu ramai sebagai akibat interaksi diruang virtual. Jejaring komunikasi dan informasi yang terintegrasi melalui akses kecepatan internet, semakin menegaskan pengetahuan adalah sumber kuasa.

Uji faktual atas paradoks kehadiran teknologi,  menjadi semakin memunculkan bentuknya. Alat bantu itu sekaligus menjadi senjata yang mendekonstruksi kemanusiaan itu sendiri, sebagai alat perang untuk berseteru dibandingkan bersatu. Kemampuan pengetahuan end user teknologi menjadi sebuah syarat mutlak, meski penggunaannya secara serampangan pun kerap tidak terhindarkan.

Cyberspace akankah Publicsphere?

Pada ruang riil proses komunikasi justru kerap berbatas norma dan aturan terkait, tetapi diruang virtual semuanya berubah. Sesungguhnya panggung dan area komunikasi yang setara tersebut adalah bentuk dari ruang publik untuk menciptakan balancing atas kuasa dominan sekelompok orang tertentu.

Namun ketiadaan batas yang memagari ruang di jagad maya tersebut, menyebabkan persoalan baru. Ketiadaan aturan adalah kekacauan, dan dalam suasana chaotik tersebut, sulit dibagun struktur yang harmonis dengan mengandaikan terbentuknya kesepahaman dan persetujuan.

Jadi kalaulah hari-hari ini ruang virtual kita banyak diisi dengan sampah digital dibanyak linimasa sosial media, baik dalam bentuk hoaks dan hatespeech, maka konsekuensi itu adalah hasil yang dituai dari proses yang memberikan campuran residu sebagai hasil. Dampak paradoksal yang diambil, ternyata lebih menghadirkan wajah buruk dibandingkan sisi yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun