Ajang elektoral memang membutuhkan ongkos politik, ketajaman visi maupun program harus ditopang dengan kedalaman kantong.
Sesungguhnya aktifitas relawan secara senyap dapat dilakukan, tetapi ekspose publik masih dianggap penting untuk mencari panggung bagi upaya memperlihatkan eksistensi.
Kelompok sepemahaman dalam kategori ini tidak lain fans dan follower, layaknya dunia maya. Pun bisa jadi bila ranah kampanye online menjadi lokasi sasaran, maka bot dan fake account menjadi tambahan jumlah pendukung.
Mengapa demikian? Karena kita memang hidup dalam drama yang menguras perhatian, manuver politik jelang tahun pemilihan, akan dipenuhi sejumlah aksi akrobatik yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya.
Apa yang kemudian tidak tepat? Pengelolaan instant fans dan followers yang dimaksudkan sebagai simpatisan adalah kegagalan edukasi dan pencerahan politik publik, terutama jika aktifitas relawan jauh lebih dominan dibandingkan kader, termasuk membangun persepsi ketokohan individu terlepas dari partai politik. Padahal kanal politik kepartaian, adalah mekanisme formal dalam sistem tata perpolitikan kita!.