Bukan Trump kalau tidak heboh, Presiden negeri adidaya ini memang selebritas politik berhaluan rock and roll. Figur pebisnis sekaligus politisi ini kerap berkata seolah asal bicara tanpa berpikir panjang. Kemunculannya sebagai Presiden Amerika mengindikasikan gejala populisme baru.
Sebagai figure sentral tokoh dunia, Trump memiliki kepercayaan diri yang paripurna dengan gaya kepemimpinannya. Setelah terpilih melalui proses pemilihan yang dramatik, bahkan penuh intrik dan drama, Trump mampu membalik sekaligus menjungkir balik prediksi banyak kalangan, dengan mengalahkan Hillary.
Jadi, Trump memang fenomenal plus sensasional. Kemenangan yang diperoleh bukan tanpa kalkulasi. Bagi kubu Trump, kecerdasan eksekusi menjadi hal utama, lebih dari sekedar strategi. Lihai dalam kecerdikan memetakan kantung electoral vote, dibanding popular vote.
Terus terang, hal tersebut tentu saja menyakitkan Hillary yang menang jumlah suara tapi harus terpaksa kalah dalam mekanisme elektoral. Sesuai Chris Mc Chesney at all dalam buku The 4 Diciplines of Execution, maka Trump beserta timnya secara jelas mampu memetakan apa yang sejatinya menjadi tujuan akhir, dan berfokus pada berbagai lead yang menuju pada point kemenangan politik secara mutlak.
Jurus Dewa Mabuk dan Geliat Ekonomi Perang  Â
Salah satu yang kemudian diingat dari keberadaan Trump sebagai Presiden, adalah berbagai kebijakan kontroversial yang tidak jarang dikumandangkan melalui sosial media. Trump gemar berkicau, serta kerap merepotkan barisan pendukungnya untuk melakukan pembelaan. Kita hanya dapat menduga, tetapi mungkin ada siasat dibalik penciptaan role model tersebut.
Pola kepemimpinan tipikal Trump jelas berpotensi menyebabkan kehebohan dan suasana hingar-bingar. Baik itu untuk internal, permasalahan domestik didalam negara Amerika sendiri, atau menyangkut geopolitik eksternal yang terkait keberadaan negara-negara lain.
Berbagai isu, didalam negeri Paman Sam muncul kembali seperti diskriminasi warna kulit, sampai persoalan moratorium pencari suaka dan imigran. Sementara itu pada relasi multilateral, Trump menciptakan titik berbagai bara api baru.
Situasi panas dan penuh ketegangan terjadi, seperti potensi konflik semenanjung Korea, hingga pengakuan Yerusalem sebagai Ibukota Israel yang dapat menggangu stabilitas kondisi di Timur Tengah, agaknya Trump memilih langkah berbeda dari para presiden pendahulunya.
Penting untuk memahami Trump sebagai corong suara, yang merepresentasikan kehendak politik negeri Paman Sam yang SuperPower tersebut. Pergerakan ala Dewa Mabuk ini jelas mempertaruhkan banyak hal. Tetapi kita mahfum, hanya dengan cara sensasional maka Trump tetap akan diingat oleh khalayak ramai ditingkat dunia.
Serangkaian tindakan Trump ditingkat internasional, sesungguhnya menjadi bagian untuk memindahkan ruang permasalahan domestic didalam negeri. Distraksi dari pengalihan fokus persoalan lokal ke masalah ditingkat dunia, adalah bagian dari jurus memecah konsentrasi kawan dan lawan seiring. Trump sungguh cerdik keluar dari balutan persoalan negaranya, dan kemudian melimpahkan problem baru bagi warga dunia.