Mohon tunggu...
Yudha Prima
Yudha Prima Mohon Tunggu... -

saya ya begini ini

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Quo Vadis Industri Hulu Migas

17 Maret 2015   02:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:33 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Quo Vadis Industri Hulu Migas

Dalam kegiatan usaha sektor minyak dan gas bumi, industri hulu mempunyai peran yang tak kalah vitalnya dengan usaha hilir. Kompleksitas masalahnya pun juga tak kalah rumit dengan usaha hilir. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 Butir 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, Kegiatan Usaha Hulu mencakup eksplorasi dan eksploitasi. Definisi yuridis dari eksplorasi tertulis dalam Pasal 1 angka 8, adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi. Sedangkan definisi yuridis dari eksploitasi tertulis dalam Pasal 1 ngka 9, adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya. Dalam bahasa sederhana, industri hulu migas berperan penting dalam urusan ketersediaan minyak dan gas bumi. Mengingat betapa pentingnya sektor hulu migas, sudah selayaknya indsutri hulu migas diisi oleh figur-figur profesional yang mempunyai kapasitas di bidang geologi, pertambangan, dan perminyakan.

Sebagai bagian dari usaha minyak dan gas bumi, industri hulu migas harus dijalankan untuk kepentingan nasional Indonesia. Hal ini sesuai dengan landasan konstitusional negara Indonesia, UUD 1945, Pasal 33 ayat 3,  yang mengamanatkan agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Meski telah secara tegas diamanatkan oleh konstitusi, namun potensi terjadinya konflik norma sangat besar, khususnya antara UUD 1945 dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta  dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang  Penanaman Modal. Kedua Undang-Undang tersebut membuka peluang bagi perusahaan asing untuk melakukan ekploitasi terhadap minyak dan gas bumi di wilayah Indonesia dan bahkan dapat menguasainya hingga 95% sebagaimana sektor pertambangan lainnya. Dengan demikian, Pertamina terancam tak lagi memiliki kekuasaan besar untuk melakukan usaha, baik di hulu maupun di hilir. Lebih dari itu, Indonesia terancam menjadi negara kaya minyak dan gas bumi tetapi mengalami krisis migas.

Karena itu, jika para elit politik di eksekutif maupun legislatif memang memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi, maka revisi terhadap semua peraturan perundang-undangan yang mengarah pada liberalisasi pertambangan, termasuk sektor migas, harus direvisi sehingga sejalan dengan amanat konstitusi. Pertamina harus mendapat hak prioritas untuk melakukan usaha minyak dan gas bumi, baik hulu maupun hilir. Tentu, jajaran direksi Pertamina harus diisi oleh  orang-orang yang capable dan kredibel. Audit secara berkala terhadap Pertamina juga harus dilakukan untuk meminimalkan peluang korupsi. Sehingga kalaupun terjadi ketidakpercayaan terhadap pejabat di Pertamina, maka privatisasi sektor migas bukanlah solusi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun