Mohon tunggu...
Yudha Prawira
Yudha Prawira Mohon Tunggu... Bankir - Penulis Lepas

Ilmu-Seni-Enterpreneurship

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Resensi Panggil Aku Kartini Saja (Karya Pramoedya Ananta Toer)

22 April 2021   04:21 Diperbarui: 25 April 2021   16:05 4557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagi bangsawan Pribumi, agar tidak memandang Rakyat melalui kacamata feodal. Bagi Belanda, agar menaruh simpati dan lebih menghargai Pribumi secara keseluruhan. Sedangkan untuk Rakyat sendiri, Kartini berpendapat, contoh-contoh bicara lebih jelas dan gamblang daripada ribuan kata-kata.

Menepis segala keraguan, manifes kepengarangan Kartini jelas: Rakyat adalah tujuan akhir. Senada dengan yang berulangkali lantang diteriakkan oleh humanis besar, Multatuli, "Tugas Manusia adalah menjadi Manusia". Seluruh hasil karya Kartini merupakan bentuk perjuangan meningkatkan peradaban sebangsa. Seluruh pekerjaannya adalah suatu bentuk usaha untuk membangkitkan kesadaran berbangsa (nasionalisme). Kata Kartini:

"Sebagai pengarang dapatlah aku secara besar-besaran mewujudkan cita-citaku dan bekerja bagi bagi pengangkatan derajat dan pengadaban Rakyatku." (PAKS hal. 207)

Usaha ini membuahkan hasilnya. Karena sejarah mencatat awal abad ke-20 sebagai momentum konsolidasi gagasan dan kekuatan menuju Indonesia merdeka. Tokoh-tokoh peletak batu pertama (founding fathers) konstruksi NKRI mulai bermunculan. Sebut saja. Soekarno, M. Hatta, M. Yamin, Amir Syarifuddin, Sutan Sjahrir, Tan Malaka. Konsolidasi tersebut mencapai puncak dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda pada Kongres Pemuda Kedua, 28 Oktober 1928. 

Sumpah Pemuda menegaskan bahwa kesadaran Pribumi sebagai suatu bangsa yang berbeda namun adalah satu telah hidup. Dan bahwa Pribumi telah siap mengambil alih kehidupan berbangsa dan bernegara diatas kakinya sendiri. Karya-karya Kartini baik secara langsung maupun tidak langsung, sedikit banyak memiliki andil di dalamnya.

Cinta dan Egoisme

Kartini mendapatkan daya dorong (ausdauer) dari cinta dan rasa benci.

Cinta pada jiwa-jiwa yang seiya. Cinta pada Rakyat. Sampai-sampai ia memiliki gagasan radikal untuk tinggal bersama Rakyat jelata. Cinta pada alam dan bumi kelahirannya. Bagi Kartini, cinta tidak buta. Cinta memiliki bentuk atau suatu sikap konkrit. Terpancar pada tingkah laku dan perbuatan. Cinta berarti memberikan segala-galanya yang dipunya. Dan baru berhenti memberi apabila nafas berhenti berhembus. Konsep ini adalah apa yang juga diajarkan dalam Islam, dikenal dengan rahmatan lil alamin atau bermanfaat bagi seluruh alam semesta.

Pram dan Kartini adalah jiwa-jiwa seiya. Keduanya memiliki beberapa kesamaan kondisi psikologi, lingkungan dan sosial. Keduanya sama-sama lahir dan besar di daerah yang tidak terlalu subur dan banyak ditumbuhi pohon jati. Kartini di Jepara dan Pram di Blora. Jawa Tengah. Keduanya sama-sama penggemar sastra. Kartini, karena kedudukannya dalam tatanan sosial, lebih banyak bercengkrama dengan buku daripada Rakyat sekitar. Pram juga, yang merupakan anak seorang guru sekolah yang disegani di Blora. Tentu memperoleh fasilitas bacaan yang baik dari ayahnya.

Keduanya mendapatkan pencerahan dari buku-buku yang mereka telan. Lalu nurani mereka tergoncang. Merasakan ironi ketidakadilan saat membandingkan dunia abstraksi di buku dengan kondisi riil Rakyat di lingkungan sekitar. Mereka sama-sama menentang sistem tatanan sosial yang menggolongkan derajat manusia berdasarkan garis keturunan. Merka memiliki musuh yang sama. Musuh dari cinta. Yang sangat dibenci dan dilawan sekuat tenaga oleh Kartini, yakni egoisme. Egoisme merupakan musuh utama, dan Kartini hampir tidak peduli pada siapa yang mewujudkan egoisme ini menjadi kenyataan, bahkan jika itu dirinya sendiri. Kata Kartini:

"Egoisme selamanya kupandang sebagai kejahatan yang paling buruk yang ada, dan yang paling, paling aku jijiki; demikian pula kemursalan, ketidaktahuan bersyukur itu..." (PAKS hal. 283)

Egoisme adalah rangsang hidup yang berlebih-lebihan buat diri sendiri. Oleh karenanya merupakan sumber penderitaan bagi orang lain. Alokasi perhatian pada hanya alam mikrokosmos dalam diri tanpa simpati pada alam makrokosmos diluarnya. Egoisme ini mewujudkan diri dalam bentuk keserakahan. 

Keserakahan pada gilirannya memanggil kezaliman, ketidakadilan dan kepalsuan. Sifat-sifat ini menciptakan dua sistem sosial yang paling menyengsarakan wanita Pribumi: poligami dan adat feodal. Ironisnya, dua sistem ini diwujudkan oleh orang yang paling dicintai Kartini, Ayahnya. Kartini berjuang sekaligus mengalami penderitaan yang amat sangat, berhadapan dengan cinta sekaligus musuh terbesarnya tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun