Setiap tanggal 28 September, dunia sejenak menoleh pada sebuah nilai fundamental yang kerap terlupakan: hak atas informasi. Tanggal ini diperingati sebagai Hari Hak untuk Tahu Sedunia  (The International Right to Know Day). Hari Hak untuk Tahu Sedunia merupakan hari peringatan dimana masyarakat diingatkan kembali bahwa sejatinya mereka memiliki hak-hak untuk mengetahui segala macam informasi yang dibutuhkan melalui Lembaga Pemerintah demi kepentingan publik. Sebuah momen penting yang mengingatkan kita, baik pemerintah maupun masyarakat sipil, bahwa keterbukaan informasi bukanlah hadiah, melainkan hak asasi. Hak yang menjadi fondasi transparansi, demokrasi, dan akuntabilitas.
Di tengah derasnya arus disrupsi digital, tantangan lingkungan hidup global, hingga meningkatnya kebutuhan partisipasi publik, akses informasi menjadi kunci. Tanpa informasi, demokrasi akan lumpuh. Tanpa transparansi, keadilan akan tertutup kabut.
Hari Hak untuk Tahu pertama kali diperingati pada tahun 2002, saat jaringan masyarakat sipil dari 15 negara berkumpul di Afrika. Mereka menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keterbukaan informasi dari pemerintah. Gerakan moral itu berkembang menjadi gerakan global.
Pada 2015, UNESCO mengadopsinya sebagai The International Right to Know Day. Empat tahun kemudian, tepatnya 15 Oktober 2019, Majelis Umum PBB menetapkannya sebagai peringatan resmi dunia. Maka, setiap 28 September, kita diingatkan kembali bahwa keterbukaan informasi bukan sekadar wacana, melainkan mandat internasional yang harus dijalankan oleh setiap negara.
Tahun 2025, UNESCO mengusung tema "Ensuring Access to Environmental Information in the Digital Age". Tema ini relevan dengan tantangan global: perubahan iklim, krisis ekologis, hingga kesiapsiagaan bencana.
Mengapa lingkungan? Karena informasi terkait lingkungan hidup menyangkut hajat hidup orang banyak. Warga berhak tahu tentang kualitas air yang mereka minum, udara yang mereka hirup, tata ruang yang memengaruhi tempat tinggal mereka, atau kebijakan energi yang menentukan masa depan generasi mendatang. Di era digital, keterbukaan informasi lingkungan harus lebih mudah diakses, akurat, dan partisipatif.
Dalam perspektif konstitusi kita, hak atas informasi sudah jelas dijamin. Pasal 28F UUD NRI 1945 menegaskan:
Baca juga: Refleksi Ketua Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat, Husni Farhani Mubarok: 17 Tahun UU KIP"Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."
Namun realitasnya, banyak warga—terutama kelompok rentan seperti perempuan, anak, penyandang disabilitas, masyarakat adat, hingga korban kekerasan—masih menghadapi hambatan serius dalam mengakses informasi publik. Catatan tahunan Komnas Perempuan menunjukkan angka kekerasan yang tinggi, salah satunya karena korban tidak tahu harus melapor ke mana, layanan apa yang tersedia, dan kebijakan apa yang bisa melindungi mereka.
Di sinilah kita menyadari, akses informasi bukan sekadar hak untuk tahu, tapi hak untuk hidup bermartabat.
Sebagai Ketua Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat, saya Husni Farhani Mubarok, melihat Hari Hak untuk Tahu Sedunia 2025 ini sebagai momentum refleksi. Masih banyak pekerjaan rumah dalam mendorong badan publik di daerah agar benar-benar menghadirkan layanan informasi yang transparan, mudah diakses, dan akuntabel.
Keterbukaan informasi bukan hanya tentang memenuhi kewajiban undang-undang, melainkan membangun kepercayaan. Tanpa transparansi, masyarakat kehilangan pegangan, dan pemerintah kehilangan legitimasi.
Maka, saya mengajak seluruh badan publik di Jawa Barat baik pemerintah daerah, lembaga vertikal, BUMD, hingga desa untuk terus berbenah. Informasi harus disediakan bukan karena diminta, tetapi karena memang hak warga.
Hak untuk tahu adalah pintu. Pintu menuju keterlibatan warga dalam demokrasi, pintu menuju keadilan bagi siapapun, pintu menuju keberlanjutan lingkungan, dan pintu menuju peradaban yang lebih manusiawi.
Di Hari Hak untuk Tahu Sedunia 2025 ini, mari kita jadikan keterbukaan informasi sebagai budaya bersama. Bukan hanya kewajiban pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kolektif bangsa.
Karena ketika informasi dibuka, keadilan menemukan jalannya.
Ketika transparansi ditegakkan, demokrasi tumbuh kuat.
Dan ketika warga berdaya dengan pengetahuan, bangsa ini melangkah menuju masa depan yang lebih adil, setara, dan bermartabat.
Selamat memperingati Hari Hak untuk Tahu Sedunia 2025.
Mari jaga hak atas informasi, demi Jawa Barat yang transparan dan Indonesia yang demokratis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI