Mohon tunggu...
Yudaningsih
Yudaningsih Mohon Tunggu... Pemerhati Bidang Sosial Budaya, Pendidikan, Politik dan Keterbukaan Informasi Publik

Akademisi dan aktivis keterbukaan informasi publik. Tenaga Ahli Komisi Informasi (KI) Prov Jabar, mantan Komisioner KPU Kab Bandung dan KI Prov Jabar. Alumni IAIN Bandung dan S2 IKom Unpad ini juga seorang mediator bersertifikat, legal drafter dan penulis di media lokal dan nasional. Aktif di ICMI, Muhammadiyah, dan 'Aisyiyah Jabar. Aktifis Persma "Suaka" 1993-1999. Kini sedang menempuh S3 SAA Prodi Media dan Agama di UIN SGD Bandung. Menulis sebagai bentuk advokasi literasi kritis terhadap amnesia sosial, kontrol publik, dan komitmen terhadap transparansi, partisipasi publik, dan demokrasi yang substantif.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Refleksi Ketua KI Provinsi Jabar: Mengapa Kita Harus Merayakan Hak Untuk Tahu Sedunia

28 September 2025   17:30 Diperbarui: 28 September 2025   20:12 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selamat hari Hak Untuk Tahu Sedunia (Sumber:DokBid SEKOM KI Jabar)

Setiap tanggal 28 September, dunia sejenak menoleh pada sebuah nilai fundamental yang kerap terlupakan: hak atas informasi. Tanggal ini diperingati sebagai Hari Hak untuk Tahu Sedunia  (The International Right to Know Day). Hari Hak untuk Tahu Sedunia merupakan hari peringatan dimana masyarakat diingatkan kembali bahwa sejatinya mereka memiliki hak-hak untuk mengetahui segala macam informasi yang dibutuhkan melalui Lembaga Pemerintah demi kepentingan publik. Sebuah momen penting yang mengingatkan kita, baik pemerintah maupun masyarakat sipil, bahwa keterbukaan informasi bukanlah hadiah, melainkan hak asasi. Hak yang menjadi fondasi transparansi, demokrasi, dan akuntabilitas.

Di tengah derasnya arus disrupsi digital, tantangan lingkungan hidup global, hingga meningkatnya kebutuhan partisipasi publik, akses informasi menjadi kunci. Tanpa informasi, demokrasi akan lumpuh. Tanpa transparansi, keadilan akan tertutup kabut.

Hari Hak untuk Tahu pertama kali diperingati pada tahun 2002, saat jaringan masyarakat sipil dari 15 negara berkumpul di Afrika. Mereka menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keterbukaan informasi dari pemerintah. Gerakan moral itu berkembang menjadi gerakan global.

Pada 2015, UNESCO mengadopsinya sebagai The International Right to Know Day. Empat tahun kemudian, tepatnya 15 Oktober 2019, Majelis Umum PBB menetapkannya sebagai peringatan resmi dunia. Maka, setiap 28 September, kita diingatkan kembali bahwa keterbukaan informasi bukan sekadar wacana, melainkan mandat internasional yang harus dijalankan oleh setiap negara.

Tahun 2025, UNESCO mengusung tema "Ensuring Access to Environmental Information in the Digital Age". Tema ini relevan dengan tantangan global: perubahan iklim, krisis ekologis, hingga kesiapsiagaan bencana.

Mengapa lingkungan? Karena informasi terkait lingkungan hidup menyangkut hajat hidup orang banyak. Warga berhak tahu tentang kualitas air yang mereka minum, udara yang mereka hirup, tata ruang yang memengaruhi tempat tinggal mereka, atau kebijakan energi yang menentukan masa depan generasi mendatang. Di era digital, keterbukaan informasi lingkungan harus lebih mudah diakses, akurat, dan partisipatif.

Dalam perspektif konstitusi kita, hak atas informasi sudah jelas dijamin. Pasal 28F UUD NRI 1945 menegaskan:

"Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."

Namun realitasnya, banyak warga—terutama kelompok rentan seperti perempuan, anak, penyandang disabilitas, masyarakat adat, hingga korban kekerasan—masih menghadapi hambatan serius dalam mengakses informasi publik. Catatan tahunan Komnas Perempuan menunjukkan angka kekerasan yang tinggi, salah satunya karena korban tidak tahu harus melapor ke mana, layanan apa yang tersedia, dan kebijakan apa yang bisa melindungi mereka.

Di sinilah kita menyadari, akses informasi bukan sekadar hak untuk tahu, tapi hak untuk hidup bermartabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun