Mohon tunggu...
Yuanita Pratomo
Yuanita Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - Mommy

Give a mom a break and she will conquer the world!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Musik Klasik Membuat Anak Pintar: Mitos atau Fakta?

3 Oktober 2021   15:18 Diperbarui: 5 Oktober 2021   06:48 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya bukanlah penggemar musik klasik.

Pada awalnya.

Saya adalah tipe rakyat jelata yang lebih suka mendengarkan lagu pop pada umumnya. Hari-hari saya tumbuh besar ditemani musik pop. Belajar juga ditemani musik pop dari yang mendayu sampai ceria. Mungkin itu sebabnya prestasi belajar saya juga biasa-biasa. Salah pilih musik :)

Lalu saya bertemu pacar yang akhirnya jadi suami, dan selera musik saya sedikit ter-upgrade karena telinga saya digeber musik Jazz. Jenis musik yang menurut saya susah sekali dinikmati. Butuh lama sekali untuk beradaptasi, bahkan jujur ya... hingga kini :)

Lalu kami tergabung dalam komunitas yang sangat mengapresiasi musik klasik. Awalnya sungguh sengsara, saya banyak tertidurnya :)

Lalu saya hamil.


Karena jeda antara moment kami menikah sampai pada akhirnya dikaruniai buah hati cukup lama, saya jadi punya cukup banyak waktu untuk membaca dan studi literatur kecil-kecilan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangan dan pendidikan anak. 

Meskipun waktu itu juga masih belum tahu kalau akan dikaruniai buah hati.  Ya, sambil terus berharap, berusaha dan bersiap, daripada kelabakan.

Setelah membaca sekian banyak artikel dan buku, kesimpulannya, memang sudah banyak studi yang membuktikan bahwa mendengarkan musik klasik banyak manfaatnya untuk perkembangan otak dan perilaku anak, bahkan semenjak dalam kandungan.

Oke, antara percaya tidak percaya, sayapun menerapkannya waktu saya hamil. Namanya juga orang tua ya, pengin memberi yang terbaik buat anaknya. Selama tidak ada efek negatifnya, kenapa tidak dicoba ?

Betapapun awalnya saya sulit menikmati, saya tetap ngotot memaksakan diri. Mungkin karena terbiasa mendengar komposisi yang sederhana, begitu mendengar yang sedikit rumit, telinga saya berontak dan frustasi, lalu mengirimkan sinyal ke otak dan sayapun tertidur dengan rasa bosan tingkat tinggi ditengah alunan musik klasik.

Tapi ya....witing tresno jalaran soko kulino.

Lama-lama jadi terbiasa. Lama-lama semakin menikmati. Lama-lama mencari-cari.

Waktu putri saya lahir, saya menjulukinya baby classic. Dininabobokkan oleh Mozart, di bangunkan oleh Beethoven, dan ditemani bermain oleh Vivaldi.

Classic around the clock :)

Tapi saya membuktikan sendiri, ternyata memang efek musik klasik itu cukup bagus.

Dari putri saya umur satu setengah bulan sampai sekitar tujuh bulanan, saya sempat mengasuhnya sendirian karena LDR-an dengan suami. Literally, sendiri. 

Tidak ada yang menemani di rumah. Tidak ada keluarga, babysitter ataupun ART. Plus waktu itu lagi sibuk-sibuknya berurusan dengan segala macam proses administrasi dan dokumentasi yang menghabiskan waktu, pikiran dan energi.

Bagaimana kami bisa survive waktu itu ?
Pertama, karena anugerahNYA. Kedua, karena musik klasik.

Saya adalah saksi mata hidup, betapa musik klasik membuat baby jauh lebih tenang, tidak rewel dan bisa diajak komunikasi.

Gak percaya khan?

Jadi begini ceritanya. Tidak seperti ibu-ibu pada umumnya yang punya waktu berbulan madu dengan baby-nya pasca lahiran, saya justru langsung diberondong dengan banyak urusan yang ada deadlinenya, dan karena kondisi harus mengerjakannya sendirian. Disisi lain karena commit untuk full ASI, jadi harus istirahat cukup supaya produksi ASI lancar.

Jadilah waktu baby saya tidur, sayapun tidur. Baby saya bangun, saya bangun dan mulai aksi jumpalitan membereskan yang harus dibereskan, urusan domestik dan urusan lain-lain.

Bagaimana caranya ? Musik klasik.

Saya memutar musik klasik, sambil mengajak baby saya bicara sembari mengerjakan hal-hal lain. Beruntungnya karena waktu itu rumah kami super duper mungil alias RSSS, jadi cukup praktis dan menghemat waktu wira wiri, dan saya selalu berdekatan dengan baby saya.

Sembari melakukan banyak hal, dari memilah dokumen, belajar untuk tes sampai mencuci piring, saya ajak baby saya bicara dengan latar belakang musik klasik. Saya cerita apa saja yang sedang saya kerjakan, apa yang akan kami lalukan, harapan-harapan dan doa-doa.

Ajaibnya, baby saya gak rewel. Dia begitu tenang, menikmati alunan musik sambil mendengarkan suara cempreng ibunya. Tentu saja dia belum bisa bicara waktu itu, cuman bisa mengeluarkan suara-suara lucu yang menggemaskan. Tapi tiap kali saya bicara sembari menatapnya, bola matanya yang bulat bersinar-sinar seperti berbicara. Memahami.

Apakah hanya perasaan saya saja ? Mungkin saja. Tapi realita bahwa dia tidak rewel dan merepotkan adalah salah satu buktinya.

Seiring pertumbuhannya, musik klasik sudah menjadi bagian tidak terpisahkan. Kami menghadiri banyak sekali konser musik klasik yang kebanyakan gratis, terutama untuk anak-anak dan balita. 

Disitulah sense, minat dan talenta putri saya ternyata diam-diam berkembang ( nanti saya tulis khusus mengenai hal ini di artikel berikutnya)

Saya pun mengamati efek musik klasik pada tumbuh kembangnya. Pada kemampuan kognitif, kemampuan untuk fokus, endurance dan daya tangkapnya.

Pada waktu kami diperantauan, dia mengikuti evaluasi dari tim yang terdiri dari dokter, psikolog dan pendidik untuk mengetahui kemampuan kognitive dan non kognitive anak sebelum masuk sekolah dasar. 

Tujuan evaluasi itu adalah untuk mengetahui sedari awal kalau ada masalah dengan anak, sehingga bisa diberikan solusinya dengan segera. 

Jadi, ketika waktunya masuk sekolah, anak bisa belajar dengan optimal.(metode yang bagus khan ya, berharap suatu saat bisa diterapkan untuk sekolah-sekolah negri di indonesia, bukan hanya yang berbayar saja)

Hasil evaluasinya : Outstanding.

Terutama pada kemampuan fokus, daya tangkap, analisa dan kemampuan berbahasa.

Kami pun dipanggil oleh ketua tim-nya. Di-interview latar belakang pendidikan, keluarga dll. Dan terutama, karena kami termasuk pendatang. Mereka kepo :)

"Ini luar biasa,"kata pak dokter yang menjadi ketua Tim-nya. "Belum pernah ada yang mencapai skor setinggi ini sebelumnya. Dan kemampuan berbahasanya juga luar biasa, bahkan anak-anak lokal seusianya belum tentu bisa berbahasa sebagus dan setepat itu. Ini istimewa, karena bukan bahasa ibu kalian, dan kalian bicara bukan dengan bahasa kami di rumah. "

Saya donk, begitu bangga sampai rasanya mau pecah dada saya.

"Ada dua faktor utama,"lanjut pak dokter. "Faktor genetika dan faktor pola asuh".

Yang mana ?  

Mengingat kercerdasan kami berdua, saya dan bapaknya, biasa-biasa saja, jadi faktor pola asuh-lah kemungkinan faktor utamanya. Dalam hal ini, salah satunya, musik klasik.

Ya, sepertinya musik klasik memang memberikan kontribusi yang cukup signifikan. Tentu juga dipengaruhi hal-hal lain, seperti kebiasaan membaca dan lingkungan sosial/pergaulan saat itu.

Jadi apakah mitos atau fakta kalau musik klasik membuat anak pintar ? Mungkin tidak bisa diambil kesimpulan serta merta ya.

Tapi bahwa musik klasik berpengaruh besar pada perkembangan otak dan perilaku anak, kalau berdasarkan pengalaman saya, memang benar.
Membuat anak lebih fokus. Lebih tenang. Sehingga daya tangkapnya pun terasah. Kalau istilah yang sering saya gunakan adalah daya cerna-nya berkembang luar biasa.

Saya berharap pengalaman saya ini menginspirasi para orang tua dan calon orang tua.

Selamat hari minggu.

**Tips : Untuk pemula seperti saya, bisa mulai dengan SPRING (La Primavera) dari FOUR SEASONS-nya VIVALDI.  Membangkitkan mood dan tidak terlalu membosankan**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun