Mohon tunggu...
Yeni Sahnaz
Yeni Sahnaz Mohon Tunggu... Penulis - Junior

Seorang lansia yang senang bertualang di belantara kata-kata dan tidak suka pakai kacamata kuda dalam menyelami makna kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Stop Bullying

17 Juni 2011   20:08 Diperbarui: 1 Maret 2024   12:41 3817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik



Saat audisi Got to Dance UK 2011 nampak seorang bocah lugu usia 13 tahun bernama Luke berlaga mempertunjukkan tariannya yang begitu ekspresif dan unik hingga memukau seluruh penonton dan terutama tiga orang juri yang terdiri dari Adam Garcia, Ashley Banyo dan Kimberly Wyatt yang biasanya paling pelit memberi nilai bagus namun saat itu mata Kimberly berbinar-binar dan nyaris tak berkedip menatap aksi Luke dan akhirnya memberi bintang emas kepada Luke. 

" Luke...kau benar-benar mengagumkan...kau menari dengan hati..." Kimberly memberI pujian. 

" Tarianmu begitu ekspresif...menyiratkan ketakutan dan kemarahan..." Adam berkomentar. 

Sementara Ashley si murah hati menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum seolah tak percaya pada penglihatannya, " Wow sangat dramatis, " ujarnya. 

Ya ...tarian Luke memang berbeda, begitu penuh makna dan berkarakter, terjalin indah dalam sebuah cerita yang mengekspresikan pergolakan batinnya sendiri. Siapakah Luke, bocah yang nampak lemah dan ringkih dengan postur tubuh kecil, kurus dan agak bungkuk tersebut?

 " Menari adalah caraku untuk menggapai mimpi, menghibur diri dan melupakan kesedihan..." ujar Luke saat diwawancarai,.

" Semua orang mencibir dan mengolok-olokku saat aku menari di sekolah..." lanjut Luke. 

" Di sekolah ia kesepian...tak seorangpun yang mau menemaninya..." tukas ibunda Luke dengan raut penuh kesedihan. 

" Seringkali ia pulang sekolah sambil menangis..." sambung ayah Luke tak kalah prihatin.

" Orangtua mana yang tahan melihat anaknya setiap hari terluka...hati saya bagai ditoreh pisau..." 

Siapa nyana Luke yang memiliki motivasi kuat berlatih keras menari 16 jam sehari sejak usia 2 tahun dan penuh percaya diri untuk tampil di Got to Dance UK 2011 tersebut adalah korban 'Bullying 'di sekolahnya. Ia adalah anak yang dikucilkan dan sering menjadi bahan olok-olok teman-temannya. 

Definisi Bullying Apakah arti kata bullying ? Istilah ini di Indonesia masih terdengar asing dan sulit mencari padanannya, untuk itu mari kita simak beberapa definisi berikut:

  • * Menurut kamus Webster, makna dari kata bullying adalah penyiksaan atau pelecehan yang dilakukan tanpa motif tapi dengan sengaja dilakukan berulang-ulang terhadap orang yang lebih lemah.
  • * Adapun menurut Yayasan SEJIWA, bullying adalah suatu situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan orang/kelompok kepada seseorang hingga membuat korban merasa terintimidasi.
  • * Secara umum bullying dapat diartikan sebagai sikap agresi dari seseorang atau kelompok dengan tujuan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental.

Jenis Bullying Olweus (1993), mengkategorikan dua jenis bullying terdiri dari Direct Bullying yaitu intimidasi secara fisik dan verbal serta Indirect Bullying berupa kekerasan mental melalui isolasi secara sosial.

  • * Bullying fisik yaitu perlakuan kasar secara fisik yang dapat dilihat secara kasat mata seperti menjambak rambut, kerah baju, menampar, menendang dll.
  • * Bullying verbal yaitu perlakuan kasar yang dapat didengar seperti memalak, mengancam, memaki, mencemooh, memfitnah dll.
  • * Bullying mental yaitu perlakuan kasar yang tidak dapat dilihat dan didengar seperti mengucilkan, memandang sinis dll.

Pelaku Bullying Terjerumusnya seorang anak menjadi pelaku bullying bisa dipicu oleh multi faktor diantaranya ia mencontoh perilaku salah satu anggota keluarga yang juga pelaku bullying. Selanjutnya ia mengaktualisasikan diri di lingkungan yang mendukung seperti di sekolah yang melakukan pembiaran pada perilaku bullying. Anak yang diabaikan orangtua juga berpotensi menjadi pelaku. Defisit kasih sayang dan tidak adanya penghargaan dan kesempatan untuk mengekspresikan diri di rumah akan memicu anak  bertindak agresif di luar rumah.

Korban Bullying Anak yang terlihat santun, lugu , miskin, lemah fisiknya dan nampak berbeda seringkali menjadi korban bullying. Penderitaan ternyata tidak hanya dialami oleh si korban saja, seringkali orangtua mengalami hal yang sama terutama mengalami tekanan mental akibat perilaku bullying yang dilakukan pada buah hatinya.  

Faktor Pendukung Budaya Bullying Masih lekatnya keyakinan sebagian masyarakat bahwa sebaik-baiknya pola asuh anak adalah dengan menerapkan disiplin tinggi disertai kekerasan demi pencapaian sukses si anak. Anak-anak yang terbiasa mendapat perlakuan kasar dari orangtuanya, tanpa sadar ia akan meniru dan menerapkan sikap kasar dalam perilakunya sehari-hari hingga mendorong terjadinya perilaku bullying kepada orang lain.  Banyak anak korban keretakan rumahtangga melampiaskan rasa frustasinya dengan melakukan agresi kepada orang lain terutama kepada orang yang dianggapnya lemah dan tak akan mampu melawan. Sebagian masyarakat menganggap praktek bullying adalah proses alamiah dalam fase tumbuh kembang seorang anak dimana perlakuan tersebut justru akan memperkuat mental korban dan pelaku. Tak heran banyak anak merasa bangga menjadi pelaku bullying karena mengalami pembiaran dan pembenaran oleh orangtua, guru dan lingkungannya. " Kamu jangan lebay deh...cengeng amat sih baru dikata-katain segitu saja sudah melempem...sudah cuekin saja atau kamu lawan sekalian...!!" itulah kata-kata yang sering diucapkan orangtua ataupun guru saat mendengar pengaduan praktek bullying dari anak. Orangtua atau guru sering tidak tahu bahwa pelaku bullying biasanya senang berkelompok dan kalaupun sendirian, biasanya sikap pelaku sangat brutal dan menghalalkan segala cara. Hal ini jelas semakin mempersulit si korban untuk membela diri. Akhirnya praktek bullying semakin merajalela dan sulit diberantas karena adanya dukungan pembenaran dari berbagai pihak. 

Akibat Bullying Para korban bullying biasanya mengalami guncangan jiwa hingga mengalami depresi, prestasi akademis menurun drastis, malas pergi kesekolah, menjadi penakut, sering marah-marah, mudah tersinggung, sering berbohong, menarik diri dari pergaulan dan bahkan banyak yang mencoba bunuh diri. Mereka juga seringkali tidak memiliki keberanian untuk membela diri atau melaporkan ulah pelaku kepada pihak sekolah atau orangtuanya karena beranggapan bagai menelan simalakama, bila melapor belum tentu menyelesaikan persoalan karena acapkali justru si korban disalahkan karena dianggap terlalu lemah atau pelaku semakin agresif demi membalas dendam karena telah dilaporkan. Sementara itu kecenderungan berbohong si korban adalah akibat dari tuntutan pelaku yang sering memeras, meminta suatu benda atau uang dengan paksaan. Efek jangka panjang bagi pelaku bullying adalah ia akan mudah menjadi pelaku kriminal karena ia terbiasa lepas kontrol, tak lagi menghargai norma yang berlaku di masyarakat. Dari data National Mental Health and Education Center tahun 2004 di Amerika diperoleh data bahwa bullying merupakan bentuk kekerasan yang umumnya terjadi dalam lingkungan sosial antara 15% dan 30% siswa adalah pelaku bullying dan korban bullying Menurut hasil penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2001, sekitar 77% siswa pernah mengalami bullying yang berarti satu dari empat siswa di AS pernah mengalami bullying. Negara maju lainnya dimana banyak terjadi praktek bullying di sekolah adalah Jepang, sebanyak 10 % pelajar yang stress karena trauma oleh bullying telah melakukan percobaan bunuh diri. Bagaimana dengan Indonesia? Kalau Luke dari UK mengakhiri kisahnya dengan happy ending yakni berjuang keras menjadi penari handal, berbeda dengan nasib beberapa remaja Indonesia yang menjadi korban bullying, mereka mengakhiri hidupnya dengan tragis, diantaranya adalah seorang remaja putri yang sering diejek teman-temannya di sekolah karena ayahnya seorang penjual bubur, ia merasa malu hingga akhirnya bunuh diri. Menurut hasil penelitian Yayasan SEJIWA (2006), antara tahun 2002-2005 telah terjadi 30 kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri menimpa korban bullying dengan rentang usia antara 6-15 tahun. 

Pencegahan dan Penanganan Bullying Kasih sayang orangtua yang proporsional dalam proses tumbuh kembang anak serta dukungan penuh pada potensinya sangatlah penting. Hal ini akan menumbuhkan rasa percaya diri dan memenuhi kepuasan batin pada anak hingga mereka akan tumbuh menjadi anak yang kreatif, mandiri dan berakhlak mulia. Tanamkan kesadaran pada anak untuk menghargai privasi orang lain, bahwa tak seorangpun berhak mengganggu ketenangan hidup orang lain dan perilaku agresi adalah sebuah pelanggaran hukum yang dapat dituntut di muka pengadilan. Orangtua korban wajib memberi dukungan dan perlindungan kepada anaknya untuk memulihkan rasa percaya diri serta keberanian untuk melindungi diri dan menolak praktek bullying. Berbagai cara bisa dilakukan untuk mencegah perilaku bullying antara lain dengan melaporkan ke pihak sekolah agar si pelaku diberi peringatan. Bila ulah pelaku sudah sangat mengganggu dan setelah dilakukan teguran secara persuasive namun tidak juga terjadi perbaikan, jangan ragu-ragu, dilaporkan saja ke aparat kepolisian. Sekali lagi, masyarakat sebaiknya sepakat untuk mencegah terjadinya praktek bullying oleh siapapun dan kepada siapapun.#


 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun