Inilah tragedi modern: membeli framework mahal, tapi tidak punya niat untuk menjadikannya bagian dari budaya organisasi.
Risiko Terbesar: Kepemimpinan yang Cuek
COBIT dan ITIL bisa membantu mengelola risiko. Tapi ironisnya, risiko terbesar yang tidak mereka perhitungkan adalah kepemimpinan yang tidak peduli.
Jika CEO tidak tahu siapa yang bertanggung jawab atas keputusan TI,
Jika CFO hanya melihat TI sebagai biaya,
Jika COO tidak mengerti mengapa SLA penting,
...maka framework apapun tidak akan bisa menyelamatkan organisasi.
Karena governance bukan hanya soal sistem, melainkan soal sikap.
Governance Bukan Tentang Teknologi, Tapi Tentang Integritas
Framework seperti COBIT dan ITIL menuntut disiplin, transparansi, dan akuntabilitas. Tapi semua itu hanyalah ilusi jika pimpinan tidak memberi contoh. Anda tidak bisa bicara soal kontrol perubahan jika manajemen sendiri sering bypass proses. Anda tidak bisa bicara keamanan informasi jika direksi menyimpan password di catatan kertas.
Komitmen eksekutif adalah pondasi utama dari keberhasilan governance. Tanpanya, framework hanya menjadi daftar mimpi yang mustahil dicapai.
Solusi: Kepemimpinan yang Berani Turun Tangan
Jika kita ingin COBIT dan ITIL menjadi alat perubahan nyata, maka para pemimpin harus:
- Berkomitmen secara aktif: Hadir dalam proses governance, bukan hanya sebagai penonton.
- Memberi otoritas kepada tim TI: Governance tidak bisa jalan jika TI selalu dipotong di tengah jalan.
- Memimpin dengan contoh: Taat pada proses, bukan mencari jalan pintas.
- Menjadikan governance sebagai bagian dari strategi bisnis: Bukan hanya lampiran pelengkap proposal.
- Berinvestasi pada budaya governance: Pelatihan, komunikasi, dan pembiasaan bukan sekadar SOP.
Framework Hebat Butuh Eksekutif yang Hebat
COBIT dan ITIL bukanlah kegagalan. Yang gagal adalah mereka yang menggunakannya tanpa kesungguhan. Framework ini dirancang untuk membantu organisasi berkembang di era kompleksitas digital. Tapi seperti semua alat, mereka hanya sekuat tangan yang menggerakkannya. Jadi, sebelum Anda menyalahkan framework karena transformasi Anda gagal, lihatlah ke cermin. Apakah Anda benar-benar memberi ruang, waktu, dan energi untuk menjadikan tata kelola TI sebagai prioritas strategis? Kalau tidak, maka jangan salahkan sistem. Salahkan kepemimpinan.