Mohon tunggu...
Boas Sababang
Boas Sababang Mohon Tunggu... Universitas Sanatadharma

Boas Sababang adalah seorang penulis muda yang memiliki ketertarikan mendalam dalam dunia penulisan artikel. Saat ini, ia tengah menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma, mengambil jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Kombinasi antara minatnya dalam menulis dan latar belakang pendidikannya memberikan perspektif unik dalam setiap karyanya, di mana ia mampu mengemas topik-topik kompleks menjadi tulisan yang mudah dipahami dan relevan. Sebagai calon penulis yang ambisius, ia percaya bahwa setiap cerita, sekecil apa pun, layak untuk dibagikan. Melalui tulisannya, Boas berharap dapat membuka perspektif baru, menginspirasi perubahan positif, dan mengajak publik untuk melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Evolusi Ideologi:PengaruhTan Malaka terhadap Politik Indonesia,1921-1949

14 Oktober 2025   04:24 Diperbarui: 14 Oktober 2025   04:24 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Latar Belakang Kehidupan Tan Malaka
Tan Malaka lahir di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat pada tahun 1897 (Rahman, 2013). Ia merupakan anak dari keluarga golongan bangsawan lokal desa Pandan Gadang, tetapi dalam hal kedudukan ataupun kepemilikan tidak jauh berbeda dengan masyarakat lain di desanya (Poeze, 2008). Tan Malaka merupakan anak dari H. M Rasad sedangkan ibunya adalah Rangkayo Sinah. Keluarga Tan Malaka sangat erat dengan budaya Minangkabau, baik dari aspek sosial, budaya, maupun agama. Keluarganya sangat tegas dan disiplin, dan hal itu yang diajarkan kepada Tan Malaka. Semua hukuman yang diberikan kepadanya sewaktu kecil menunjukkan bahwa orang tua Tan Malaka, terutama ibunya, mendidik Tan Malaka begitu tegas dan ketat. Keluarganya telah membentuk karakter Tan Malaka menjadi pribadi yang berdisiplin tinggi.


Pendidikan Tan Malaka berawal dari bangku sekolah dasar atau disebut sekolah rendah di tempat kelahirannya di Suliki pada 1903 sampai 1908. Selama di sekolah kelas dua Suliki, Tan Malaka dikenal sebagai anak yang cerdas, bahkan kecerdasannya membuat kagum para guru di sekolah. Tan Malaka mampu memahami isi buku yang dibacanya, pemahamannya juga sangat baik dalam menganalisis isi buku tersebut. Ia berada selangkah lebih maju dibandingkan dengan anak seusianya dan pantas melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi agar pemikirannya yang cemerlang semakin luas dan tajam. Untuk bisa mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi itu, Tan Malaka pun belajar di Kweekschool (Sekolah Guru Negeri) yang pada saat itu terletak di Fort de Kock (Bukittinggi), Minangkabau (Rambe, 2003).


140 | Aris Setiawan, Subaryana & Siska Nurazizah Lestari
Gambar 1. Potret Tan Malaka muda dan Guru-guru dan murid di Sekolah Kweekschool Fort de Kock, Bukittinggi (Sumber: Kemendikbud, 2023)
Kweekschool merupakan satu-satunya lembaga pendidikan lanjutan bagi masyarakat Sumatera dan bertujuan untuk melahirkan para guru pribumi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sekolah tersebut melahirkan lulusan-lulusan yang kemudian memegang peranan penting di masyarakat (Munir, 2019). Kurikulum yang diterapkan di Kweekschool juga begitu berat. Bagi Tan Malaka, bukan perkara mudah menyelesaikan studi di Kweekschool karena sistem penilaian dan standar kelulusan sangatlah ketat. Selain pelajarannya yang berat, murid-murid juga dibatasi dengan berbagai peraturan yang ketat (Ferdiyanto, 2016).
Gambar 2. Rijkweekschool, Haarlem, sekolah Tan Malaka di Belanda (Sumber: Alam, 2019)


Adapun masa studi Tan Malaka di Belanda ini bisa disebut sebagai awal perkenalannya pada dunia luar selain Indonesia. Semasa Sekolah Guru di Rijkweekschool, Haarlem, Tan Malaka selalu menyempatkan diri untuk membaca buku-buku yang disenanginya. Selain itu seiring dengan terjadinya revolusi Komunis di Rusia pada Oktober 1917, Tan Malaka mulai berkenalan dengan paham pertentangan kelas yang terjadi di masyarakat. Lebih tepatnya ia mulai tertarik dengan paham sosialisme dan komunisme. Dalam proses pembentukan pikirannya, Tan Malaka menganggap Nietzsche yang rajin dibacanya ketika berada di Sekolah Guru Haarlem sebagai tesis, Rousseau sebagai anti-tesis, dan akhirnya Marx-Engels sebagai sintesis (Rahman, 2013). Dalam beberapa kesempatan ataupun dalam tulisannya, ia banyak sekali mempergunakan referensi atau rujukan dari karya-karya penulis Eropa. Sebagai contoh dalam karyanya yaitu Madilog.


Evolusi Ideologi: Pengaruh Tan Malaka terhadap Politik Indonesia, 1921-1949 | 141
Dengan demikian perjalanan pendidikan Tan Malaka baik sewaktu di Kweekschool maupun di Rijkweekschool menjadikan kerangka pemikirannya semakin jelas seperti halnya sebuah usaha untuk membebaskan manusia dari kesengsaraan, ketertindasan, dan ketidaktahuan, menjadikan hidup lebih bermanfaat bagi diri sendiri dan orang di sekitarnya, tidak ada lagi kasta dan pembeda antara kelas baik golongan rendah maupun bangsawan.


Pemikiran Tan Malaka Tentang Politik di Indonesia
Latar Belakang Pemikiran Politik Tan Malaka
Sejak lahir Tan Malaka sudah hidup dalam keadaan terjajah. Bisa dikatakan bahwa Tan Malaka merupakan salah satu imbas dari politik etis yang sedang ramai saat itu di Indonesia. Adapun PKI merupakan partai dengan ideologi marxis terbesar dan terpenting di Indonesia pada saat itu (Ponirin & Silaban, 2019).

 Partai tersebut dipenuhi oleh masalah-masalah yang muncul terutama dari ideologi Marxis yang diwakili oleh kaum Komintern (Komunis Internasional) dengan realitas kehidupan Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa pemikiran revolusioner Tan Malaka banyak dipengaruhi oleh ideologi Marxisme, bahwa ia menjadi ketua PKI serta menjadi delegasi Komintern mewakili Asia di Moskow. Hal itu merupakan bukti bahwa Tan Malaka merupakan seorang Marxis. Sebagai penganut Marxis, ia menjadikan Marxisme sebagai alat perjuangan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia (Lionar, 2021).


Seperti yang diketahui bahwa marxisme merupakan sebuah paham yang mengikuti pandangan dari Karl Marx. Marx menyusun sebuah teori yang besar berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem politik. Pengikut teori ini disebut sebagai Marxis, sementara Marxisme mencakup materialisme, dialektis dan materialisme historis serta penerapannya pada kehidupan sosial (Muhafzan, 2015). Adapun gerakan dan pemikiran yang dilakukan Tan Malaka di sepanjang hidupnya secara konsisten bisa digolongkan memuat motif kepentingan ideologi dan politik. Dari pernyataan pribadi maupun kolektif dalam organisasi politik, Tan Malaka menyatakan secara terang-terangan keberpihakannya pada landasan filsafat Marxisme serta cita-cita ideologi sosialisme (Prabowo, 2002).


Analisa khas ajaran marxisme, Tan Malaka memaparkan perkembangan masyarakat dan negara dengan lima tahapan, yaitu masyarakat komunisme asli, masyarakat budak (slave), masyarakat feodal, masyarakat kapitalis, dan masyarakat sosialis (Fa’al, 2005). Dari penjelasan tersebut, ideologi marxis bersifat kiri, sedangkan Tan Malaka adalah kepercayaan, sehingga pandangan hidup menggunakan marxis dalam konteks penindasan yang ada pada Indonesia saat itu dan dibenarkan bila ajaran marxis banyak mempengaruhi pemikiran Tan Malaka. Oleh karena itu, untuk menciptakan masyarakat yang setara seimbang dan adil, langkah yang ditempuh adalah revolusi.


Adapun Madilog sebagai akar pemikiran politik Tan Malaka. Pada saat Tan Malaka masih di Belanda, beliau sudah mengenal ideologi Marxisme sebelum kembali ke Indonesia, pandangan Tan Malaka terhadap pemikiran Karl Marx dan Friedrich Engels tertuang dalam sebuah buku yang ditulisnya yang berjudul Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika) pada tahun 1943 di mana Jepang sedang menduduki Indonesia. Rasionalitas Madilog sebagai konsep cara berpikir yang ditunjukkan untuk kaum proletar adalah rasionalitas Barat, Tan Malaka menjelaskan dengan cukup rinci sesuai dengan sejarah perkembangan materialisme dan filsafat hingga munculnya marxisme. Kuncinya terletak pada revolusi untuk mewujudkan kemerdekaan. Sebelum Indonesia merdeka dan menguasai ilmu pengetahuan untuk membangun bangsa, maka Indonesia tetap akan terjajah (Fa’al, 2005).


Madilog memang seperti yang dinyatakan oleh Tan Malaka bukanlah filsafat, namun cara berpikir, meskipun demikian diakui olehnya hubungan keduanya erat sekali. Dari cara berpikir melahirkan filsafat, dari filsafat muncullah ideologi, dari ideologi lahirlah strategi dan taktik untuk mewujudkan nilai-nilai ideologi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dengan memperhatikan hal tersebut maka dapat disimpulkan sebuah metode berpikir haruslah ditetapkan dahulu sebelum sebuah sistem kemasyarakatan atau ideologi dibangun. Dalam konteks seperti inilah Madilog menjadi penting bagi kita untuk menelaah pemikiran Tan Malaka, bagaimana metode berpikirnya dan konsekuensi seperti apa sistem kemasyarakatan dan ideologi yang dibangun olehnya.
Pandangan Tan Malaka Terhadap Politik di Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun