Mohon tunggu...
Yosi Prastiwi
Yosi Prastiwi Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga

Hobi nulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Air Mata Hujan

26 Januari 2021   21:12 Diperbarui: 14 Oktober 2022   08:37 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam ini hujan turun lagi, Sayang.
Aku tak perlu repot mendengarkan keluhan si bungsu soal cuaca yang panas.
Kipas angin tua kita mati tak lama setelah kau pergi. Mungkin dia tahu, tuannya tak akan kembali.

Sebentar, aku mendengar suara air hujan jatuh di dalam rumah. Dapur kita tergenang. Atapnya rembes, bukan lagi tempias yang kita puja sambil bicara kenangan. Tega sekali. Kamu bahkan belum sempat naik ke atas. Memaku atap lebih kuat. Tidakkah kamu terlalu buru-buru untuk pergi?

Ah, bungsu kita demam. Kupikir dia merindukanmu. Sudah sepekan kita tak bertemu. Tetangga bilang, anak kita tertular. Mereka enggan bertamu sejak kau meninggal.

Apa perlu kusampaikan pada tetangga itu jika anak kita kelaparan? Sepiring nasi basi masih terhidang di meja. Belum sempat ia makan. Ia sibuk duduk di sampingku. Pipinya basah, menangisiku yang meriang.

Tunggulah sebentar, Sayang. Aku tak ingin lekas berkemas. Rinduku padamu tak sampai seujung kuku dari hidup si bungsu. Biar dia dewasa dulu.

Tapi, aku bukan sedang memilih kan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun