Dalam sepak bola, khususnya di level antarklub, siklus periode naik-turun, yang biasa terjadi pada sebuah tim. Sekalipun seorang pelatih bisa bertahan sampai 20 tahun lebih, tetap saja ada siklus naik-turun.
Di Inggris, situasi ini pernah terjadi pada Arsene Wenger di Arsenal, dan Sir Alex Ferguson di Manchester United. Keduanya sama-sama bertugas selama 20 tahun lebih di klub masing-masing
Si Profesor menghadirkan siklus naik di dekade pertamanya bersama The Gunners, dengan titik puncak juara Liga Inggris tanpa kalah di tahun 2004.
Bergeser ke Manchester, Sir Alex Ferguson menandai titik puncak siklus dengan sepasang trofi Liga Champions. Di tahun 1999, Fergie meraih trofi Si Kuping Besar, yang sekaligus melengkapi Treble Winner dan masa puncak kejayaan Class of 92 angkatan David Beckham dkk.
Setelahnya, MU sempat mengalami masa naik-turun, sebelum akhirnya meraih gelar Liga Champions tahun 2008, dengan Cristiano Ronaldo muncul sebagai peraih Ballon D'Or di tahun yang sama.
Di era kekinian, pelatih yang bisa bertahan sampai lebih dari dua dekade sudah tak relevan, karena sepak bola modern sudah lebih fokus pada proyek olahraga jangka panjang dan target prestasi klub, ketimbang figur pelatih.
Meski begitu, keberadaan siklus periode ini tetap ada. Hanya saja, perjalanan dari satu siklus ke siklus lain lebih mudah dikenali, karena seorang pelatih cenderung hanya menjalani satu siklus, dalam satu periode tugas.
Juergen Klopp menjadi satu kasus unik, karena ia menjalani satu siklus naik-turun di Borussia Dortmund (2008-2015) dan Liverpool (2015-2024). Di Dortmund, sepasang gelar Bundesliga Jerman jadi penanda, sementara di Liverpool, trofi Liga Champions dan Liga Inggris menjadi titik puncak.
Pelatih asal Jerman ini menghadirkan satu gambaran soal seberapa drastis pergeseran tren "keawetan" pelatih. Dari yang tadinya butuh waktu sampai puluhan tahun agar bisa disebut awet, menjadi "hanya" 5 tahun (atau lebih) masa tugas.
Di sini, klub cenderung menghindari risiko penurunan performa, khususnya setelah satu periode panjang seorang pelatih selesai. Keberadaan pelatih yang bertugas terlalu lama memang bisa jadi gambaran kestabilan, tapi ia menyimpan bahaya laten, yang biasa muncul